Pendahuluan
Oleh kemurahan Tuhan, sekalipun masih cukup banyak tantangan yang harus dihadapi, Tuhan kita Yesus Kristus yang adalah Kepala Gereja oleh Roh Kudus-Nya telah menumbuh-kembangkan gereja Tuhan di Tanah Air, khususnya di Kota Semarang tercinta ini. Dalam teori-teori Penanaman dan Pertumbuhan Gereja (Church Planting and Church Growth) dinyatakan bahwa terdapat banyak faktor penyebab terjadinya keberhasilan dalam penanaman dan pertumbuhan Gereja. Salah satu di antara faktor penentu tersebut adalah kemitraan (partnership). Sayangnya, sejauh pengamatan penulis, selama ini faktor kemitraan masih belum dipahami dan ditangani secara lebih serius. Selama ini kemitraan hanya baru bersifat insidentil, yaitu dalam mengadakan event-event tertentu seperti hari raya gerejawi (Paskah, Natal). Yang dibutuhkan pada masa kini adalah kemitraan yang bersifat permanen, yang terus-menerus terjalin dan bahkan semakin erat.
Dalam mini-seminar ini kembali akan dipaparkan dasar Alkitab mengenai kemitraan ini, dampak, bentuk serta tantangan kemitraan. Harapan dan doa penulis kiranya menjadi berkat bagi pelayanan kita semua.
1. Dasar Alkitab tentang Kemitraan (Partnership)
Baik dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian baru terdapat banyak contoh kemitraan baik di antara sesama umat Tuhan, maupun dengan pihak-pihak lain, yang bertujuan untuk kemuliaan nama Tuhan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
- Saat menaklukkan Tanah Perjanjian, ada kemitraan antarsuku Israel untuk saling tolong-menolong dan bahu-membahu, sehingga janji Tuhan digenapi dan umat Tuhan dapat menikmati susu dan madu di Tanah Perjanjian tersebut (Bilangan 32:16-19).
- Saat melaksanakan pembangunan Bait Suci, ada kemitraan antara Salomo dengan Hiram, raja Tirus, menyangkut pengadaan kayu-kayu aras di Libanon (1 Raja 5).
- Saat Simon Petrus memperoleh tangkapan banyak ikan di Danau Tiberias. Agar perahunya tidak tenggelam oleh ‘berkat berlimpah’ itu, ia memanggil teman-temannya di perahu lain untuk menolongnya (Lukas 5:1-11).
- Bahkan, Allah yang adalah Pencipta dan Mahakuasa, memanggil dan memilih orang percaya untuk menjadi kawan sekerja-Nya (1 Korintus 3:9).
- Rasul Paulus memiliki banyak mitra pelayanan, termasuk dengan Akwila dan Priskila yang adalah pengusaha pembuat tenda (tent-maker – Kisah 18:3).
2. Kemitraan Strategis: Faktor Pendorong dan Dampaknya
Dalam sebuah kemitraan bisa terjadi dominasi dari satu pihak terhadap pihak lain. Kemitraan yang semacam ini pasti tidak akan bersifat langgeng, karena yang satu merasa ‘kalah’ dan membatalkan atau menyudahi kemitraan itu. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu kemitraan strategis, di mana pihak-pihak yang saling bermitra sama-sama memperoleh manfaat. Khususnya dalam sebuah kemitraan pelayanan, semua pihak dapat memberikan kontribusi yang sama nilainya, baik dalam bentuk: ide, tenaga, doa, dana, fasilitas, SDM, dan sebagainya. Kemitraan yang bersifat win-win ini penulis istilah dengan kemitraan strategis. Secara teoritis ada 3 (tiga) hal yang bisa mendorong terjadinya kemitraan strategis ini:
- Adanya peluang meningkatkan nilai pelayanan sehingga lebih mampu menjadi ‘magnet’ yang mampu menarik jiwa-jiwa datang kepada Tuhan (value-enhancing opportunities). Misalnya: kebutuhan akan materi pembinaan iman, kumpulan lagu-lagu pujian lengkap dengan chord, dan PPT-nya, dan sebagainya.
- Adanya perubahan yang sangat mendasar dari lingkungan di mana Gereja berada, baik lokal, regional, maupun global, yang ‘mengharuskan’ Gereja untuk memberikan pelayanan yang sangat variatif (environmental turbulence and diversity). Misalnya: kebutuhan pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, pengembangan masyarakat, dan sebagainya.
- Adanya kesenjangan antara gereja yang satu dengan yang lain menyangkut ketrampil dan sumber daya (skill and resources gap). Misalnya: kebutuhan akan tenaga Pembina di bidang khusus: musik, penginjilan, kemuridan, kepemimpinan, dan sebagainya.
Dampak dari suatu kemitraan strategis luar biasa, antara lain sebagai berikut:
- Terjadinya multiplikasi karena kemitraan strategis merupakan suatu sinergi, di mana terjadi pelipatgandaan potensi yang ada.
- Mampu menyatukan perbedaan yang ada, bahkan bisa saling melengkapi satu dengan yang lain (unity in diversity).
- Menjadi saksi bagi dunia sebagaimana doa Tuhan Yesus Kristus sendiri (Yoh. 17:23).
- Mampu mempersingkat waktu penjangkauan berkaitan dengan janji kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang keduakalinya (Mat. 24:14).
3. Bentuk Kemitraan
Berikut ini penulis paparkan beberapa pola atau bentuk kemitraan yang bisa dibangun. Tentunya pola-pola ini masih bisa dikembangkan lebih jauh lagi sesuai dengan konteks dan kebutuhan yang ada.
- Antarlembaga pelayanan Kristiani, misalnya: gereja dengan gereja, atau gereja dengan lembaga pelayanan kristiani yang melayani di bidang: literatur, PI, multimedia, social, pendidikan, kesehatan, pengembangan komunitas, dan sebagainya.
- Antarhamba Tuhan, misalnya: info buku, materi pembinaan, dan sebagainya.
- Hamba Tuhan dengan jemaat, misalnya: pembinaan rohani keluarga, usaha bisnis dan pekerjaan untuk keluarga, dan sebagainya.
- Jemaat dengan jemaat, misalnya: urusan pendidikan anak, relasi bisnis, pembinaan rohani, dan sebagainya.
- Gereja dengan lembaga pelayanan Kristiani, misalnya: seminar multimedia, kesehatan (dokter dan ahli kesehatan masyarakat), dan sebagainya.
- Gereja dengan lembaga agama lain, misalnya: pembelajaran bahasa, proyek kemanusiaan, dan sebagainya.
- Gereja dengan pemerintah, misalnya: pembinaan lingkungan, penanggulangan narkoba di kalangan generasi muda, dan sebagainya.
- Kemitraan luar negeri untuk misi, baik misi di dalam negeri atau di luar negeri.
- Internet bagi pelayanan, yang bisa diperoleh dengan cuma-cuma atau berbayar, dengan tidak melanggar undang-undang.
4. Tantangan Kemitraan
Dalam membangun kemitraan tidak selalu mudah. Ada beberapa tantangan yang harus diantisipasi dan ditangani dengan baik, antara lain:
- Kurangnya pemahaman tentang kemitraan – perlu ada seminar-seminar lanjutan tentang kemitraan.
- Kurangnya data kelembagaan – perlu melibatkan jemaat untuk magang sebagai data entry operator dan dibutuhkan adanya mediator yang ‘cerdik dan tulus’
- Kurangnya keamanan data – perlu IT yang baik, agar data tidak jatuh ke pihak yang tidak bertanggung jawab.
- Adanya perasaan ‘mampu sendiri’ yang kurang tepat – perlu pembukaan wawasan yang lebih luas.
- Adanya perasaan trauma karena pernah gagal dalam menjalin kemitraan – kegagalan justru harus digunakan sebagai pelajaran untuk tidak mengulangi kesalahan.
Penutup
Memang tidak mudah dalam memulai sesuatu. Namun jika dimulai dari sekarang, kapan lagi? Gereja sedang berpacu dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta globalisasi, sehingga mau tidak mau gereja harus berani “… melupakan apa yang telah di belakang, dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapan … “ (Flp. 3:13).
—– 00000 —–
petrus f. setiadarma –
Email: petrusfs60@yahoo.com; PIN BB: 21E01F0B