Jika di salah satu stasiun televisi ada tayangan reality show “Hitam Putih”, maka realitas kehidupan yang sesungguhnya tidak demikian. Hidup ini tidak hanya terdiri atas dua warna: hitam dan putih, melainkan penuh dengan warna-warni yang tak terbatas. Yang dimaksud dengan warna-warni kehidupan itu adalah pelbagai pengalaman hidup yang dialami setiap orang di muka bumi ini. Dalam artikel singkat ini kita akan melihat beberapa warna-warni kehidupan, apa yang menjadi penyebab dan tujuannya, serta bagaimana menyikapinya sesuai dengan tuntunan firman Allah.
Bentuk-bentuk Kehidupan
Dalam Alkitab bentuk-bentuk atau warna-warni kehidupan itu nampak jelas dalam kehidupan orang-orang baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Secara singkat kita dapat melihat deretan pengalaman hidup orang-orang di Perjanjian Lama melalui Surat Ibrani pasal 11, antara lain sebagai berikut:
- Habel yang dibunuh kakaknya, yaitu Kain, padahal ia adalah orang benar dan persembahannya berkenan kepada Allah (ayat 4). Warna kehidupan Habel: dianiaya sebagai orang benar.
- Nuh yang harus mempersiapkan bahtera keselamatan sekalipun belum ada tanda-tanda mengenai rencana penghukuman Allah atas bumi ini dengan Air Bah (ayat 7). Warna kehidupan Nuh: siap disalahpahami orang karena ketaatannya.
- Abraham yang harus bersabar menantikan janji Allah yang hendak memberikan keturunan kepadanya, dan yang menghadapi dilema mahaberat ketika Allah meminta anak perjanjian yang telah dianugerahkan kepadanya di masa tuanya (ayat 8-19). Warna kehidupan Abraham: siap menanggung segala resiko dalam beriman kepada janji Allah.
- Musa yang diserahi tugas berat oleh Tuhan untuk memimpin umat Israel keluar dari Mesir (ayat 23-29). Warna kehidupan Musa: beban kepemimpinan yang sangat berat.
- Gideon, Samuel, Daud, dan nama-nama lain dengan warna-warni kehidupan yang sangat kompleks (ayat 32-40).
Dalam Perjanjian Baru ada Yohanes Pembaptis yang memberitakan kebenaran tetapi kemudian mati sebagai syuhada (martyr) oleh kekejaman Raja Herodes Antipas (Mat. 14:1-12). Ada seorang perempuan yang harus berjuang keras dalam upaya kesembuhannya dengan menjamah jumbai jubah Yesus (Mat. 9:20-22). Ada Nikodemus yang rindu dapat diselamatkan tetapi terbelenggu dan terbebani hidup agamawi (Yoh. 3:1-21). Ada perempuan di Samaria yang harus menyembunyikan diri dari orang-orang di lingkungannya karena kondisi kehidupannya namun kemudian mengalami pemulihan oleh Yesus Kristus (Yoh. 4). Ada pula Stefanus yang harus menerima hujan batu dari orang-orang yang tidak suka akan kesaksiannya (Kisah 7:54-60), dan masih banyak lain lagi.
Nampak dari contoh-contoh di atas serta pengalaman kita sendiri selama hidup di dunia ini, bahwa dalam hidup ini ada duka dan suka, ada kekurangan dan kelimpahan, ada tangis dan tawa, ada saat badai dan tenang, dan seterusnya.
Penyebab dan Tujuan
Mengapa hidup ini penuh warna? Alasan yang dikemukakan Alkitab adalah karena: pertama, Allah sendiri menciptakan alam semesta ini dengan pelbagai musim: musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam (Kej. 8:22); kedua, adanya kehendak bebas yang Allah berikan ketika Ia menciptakan manusia menurut citra-Nya (Kej. 1:26-28). Patut disayangkan jika kemudian manusia pertama, Adam dan Hawa, menyalahgunakan kehendak bebas itu dengan melawan kehendak Allah. Padahal seharusnya kehendak bebas itu digunakan untuk menaati-Nya. Ketiga, keseimbangan dan harmonisasi. Sebagaimana halnya dalam sebuah lagu. Di dalamnya banyak nada-nada berbeda, bahkan ada nada-nada minor. Namun saat semuanya terpadu terbentuklah sebuah lagu yang indah.
Sedangkan tujuan adanya warna-warni kehidupan itu adalah; pertama, agar sekian banyak warna bisa dipadukan oleh Allah yang terus turut bekerja mendatangkan kebaikan bagi semua orang yang mengasihi-Nya, yaitu menjadi pelangi kehidupan yang indah (Roma 8:28); kedua, karena dengan adanya banyak warna, manusia bisa saling membagikan pengalaman hidupnya yang bisa menginspirasi orang lain untuk lebih bijaksana dalam menjalani hidup ini.
Sikap yang Benar
Dalam menghadapi warna-warni kehidupan, ada orang-orang yang menunjukkan sikap dan tindakan yang keliru, baik terhadap Tuhan, sesama, maupun diri sendiri. Ada yang menyalahkan Tuhan, ada menuduh dan menyalahkan sesamanya, bahkan ada pula yang menyalahkan diri sendiri sedemikian rupa sehingga tidak sedikit yang kemudian mengakhiri hidupnya dengan tragis: bunuh diri karena merasa tidak tahan mampu bertahan. Berikut ini adalah sikap yang harus kita ambil, yang sesuai dengan tuntunan firman Allah sendiri.
Pertama, tetaplah bersyukur dalam segala hal sekalipun seringkali kita tidak memahami mengapa warna kehidupan yang nampaknya tidak menyenangkan yang menimpa kita (1 Tes. 5:18). Kedua, melihat segala sesuatu sebagai bagian dari proses pendewasaan iman yang Tuhan tetapkan bagi kita. Ketabahan dan kesabaran seringkali diuji berulangkali melalui warna-warni kehidupan yang tidak kita sukai (2 Pet. 1:5-7). Ketiga, sekalipun kita boleh memohon dalam doa agar Tuhan mengganti warna kehidupan kita dengan yang lebih baik, namun kita harus belajar berserah seperti Yesus Kristus sendiri, yaitu biar kehendak Bapa saja yang jadi dalam kehidupan kita (Mat. 26:39). Keempat, tidak memaksakan warna kehidupan kita kepada orang lain sebab setiap orang ada kumpulan warna-warni kehidupannya sendiri. Selain itu, dalam kehidupan setiap orang ada warna-warna dominan tersendiri. Perhatikan bagaimana Tuhan Yesus menetapkan dan menentukan warna-warni dalam kehidupan murid-murid-Nya. Mengapa Yakobus diijinkan mati sebagai martyr lebih dulu dibandingkan Simon Petrus dan Yohanes? Mengapa Yohanes yang ditetapkan menerima wahyu-Nya di Pulau Patmos? Pengalaman mereka semua unik dan menarik, dan mampu menginspirasi banyak kehidupan manusia lainnya. Nikmatilah warna-warni kehidupan dengan penuh sukacita di dalam Roh Kudus,-
—– 00000 —–
Artikel ini dapat dibaca dalam BAHASA INGGRIS