CERDIK 51-60

51. MENGHAKIMI

dont-judge-me-that-column-8Benarkah manusia mudah menghakimi sesamanya? Ya, memang demikian halnya. Berikut ini adalah suatu pengalaman menarik yang saya alami, yang menggambarkan bagaimana orang mudah menghakimi orang lain.

Suatu kali di Kota Surabaya di mana saya pernah tinggal 12 tahun lamanya, saya berjalan-jalan di daerah Jalan Blauran. Saya berdiri di depan sebuah toko emas dengan bersandar pada sebuah tiang listrik. Saya mengenakan pakaian ala kadarnya dengan topi sedikit saya miringkan. Apa yang kemudian terjadi? Beberapa pegawai toko melihat saya dan mereka mulai berbisik-bisik satu sama lain. Nampaknya mereka mulai mencurigai saya … seorang pemuda yang mungkin akan melakukan suatu tindak kejahatan. Mereka tidak menyapa saya, apalagi menawarkan emas dagangannya. Hanya dengan melihat penampilan luar sesaat, orang langsung berwaspada.

Keesokan harinya kembali saya pergi ke lokasi yang sama namun dengan menggunakan busana batik yang cukup necis. Terjadilah perubahan perilaku yang luar biasa. Para penjaga toko emas itu menawari saya untuk mampir melihat-lihat perhiasan bahkan dengan pertanyaan yang sangat menarik, “Mau cari cincin kawin ya mas?” Kemarin mencurigai, kali ini menawari.

Seringkali kita cenderung menghakimi orang lain hanya dari pandangan sesaat atau pada penampilan luarnya saja. Kita pun cenderung menghakimi dari kata-kata sesaat yang kita dengar dari orang lain. Penghakiman itu sifatnya sangat negatif dan provokatif. Kita menceritakan persepsi kita tentang seseorang kepada orang lain dan membentuk opini yang sangat subyektif sifatnya. Padahal kita sendiri pun tidak sempurna, bahkan mungkin lebih buruk dari orang itu.

Pepatah yang mengatakan, “Semut di seberang lautan nampak, gajak di pelupuk mata tidak nampak” sungguh tepat menggambarkan orang yang menghakimi orang lain dan selalu melihat kesalahannya, padahal pada dirinya sendiri ada kesalahan yang jauh lebih besar.

Tuhan menginginkan agar kita tidak menghakimi orang lain, melainkan lebih mengadakan introspeksi diri. Sudahkah kita melihat “gajah” di pelupuk mata kita itu? Jika ya, perbaiki diri dulu. Apabila hal itu sudah dilakukan, kita bisa saja melihat ada kekurangan pada orang lain, tetapi tidak untuk menghina atau mengabaikannya, melainkan untuk menolongnya.

Kita juga dikatakan menghakimi jika kita memberikan pujian atau mengidolakan seseorang hanya dari pandangan sesaat. Tidak heran jika banyak orang kecewa ketika public figure tertentu yang diidolakan kemudian mengalami kehancuran rumah tangga, terseret dalam penyalahgunaan obat-obatan, menjadi pelaku tindak kriminal atau amoral, dan sebagainya.

Jadi ada baiknya kita tidak menghakimi orang lain. Jika kita memang ingin mengenal seseorang kita menanyakan kepada yang bersangkutan hal-hal yang perlu kita ketahui, dan bersikap wajar. Memujinya untuk hal=hal yang positif, dan memberikan masukan padanya jika ada hal-hal yang negatif.–

 

52. NO U-TURN

leomarc-sign-no-u-turnDalam suatu peperangan di zaman lampau dikisahkan tentang sekelompok tentara yang akan maju berperang di bawah kepemimpinan seorang jenderal. Mereka tiba di sebuah tempat dan harus menyeberangi ngarai yang lebar dan curam melalui sebuah jembatan. Seusai menyeberang bersama tentaranya itu, ia pun kemudian memutuskan tali jembatan, sehingga tidak ada kemungkinan bagi tentaranya untuk kembali pulang, kecuali dengan membawa kemenangan besar. No U-turn, tidah ada titik balik! Maju pantang mundur! Tentu saja tentaranya begitu kaget. Namun karena memang tidak alternatif lain selain maju dan menang, maka mereka pun akhirnya maju, berperang dengan sekuat tenaga, dan … menang!!!

Seorang rekan saya harus pindah dari kota A yang cukup besar ke kota B yang lebih kecil.   Setelah sebulan bekerja di situ saya bertanya kepadanya apakah ia betah bekerja di kota itu. Ya, katanya. Itu adalah panggilan hati nuraninya. Lalu saya bertanya, “Apakah engkau sudah melepaskan KTP lamamu di kota A dan membuat KTP baru di kota B itu?” Ternyata ia tidak mau melepaskan KTP lamanya, dan tidak mau membuat KTP baru. Alasannya? Siapa tahu nanti saya kembali lagi ke kota A, katanya. Anda bisa bayangkan di mana ia sekarang? Ia kembali ke kota A. Mengapa? Karena ia belum memotong ‘jembatan’ itu, melainkan tetap memeliharanya. Ia tidak mau kehilangan jalur berbalik. Akhirnya hatinya tidak pernah benar-benar mantap di Kota B. Ia … kembali ke kota A.

Dalam kehidupan keluarga saya menjumpai banyak orang tidak mau membuang ‘jembatan’ itu. Ada yang masih menjalin hubungan dengan kekasih lamanya, padahal Tuhan sudah menjodohkannya dengan orang lain. Ada lagi yang tidak mau memutuskan ‘jembatan’ dengan orangtuanya, padahal ia sudah berumah tangga. Artinya, ia masih minta disubsidi terus menerus. Ia masih melibatkan orang tuanya dalam pelbagai urusan rumah tangganya. Seharusnya ia belajar mandiri dengan pasangannya. Apabila menemui jalan buntu, ia bisa share dengan orang tua, agar mereka bisa memberikan masukan atau mendoakannya, tetapi tidak melibatkan mereka =dalam seluruh aspek kehidupan keluarga.

Jika kita tidak mau membuang jembatan penghubung antara kehidupan yang lama dengan yang baru, Tuhan tidak akan pernah benar-benar menyatakan kuasa-Nya dalam menolong kita. Hati dan pikiran kita tidak akan pernah terfokus. Ketika kita menghadapi tantangan dan kesulitan, kita cenderung menoleh ke belakang, dan mengambil arah u-turn, kembali berbalik kepada hal yang lama. Kita tidak akan pernah mengalami kemajuan dan perkembangan. Kehidupan kita akan terus pasif dan statis. Mari kita terus memandang ke depan dengan meninggalkan hal-hal yang ada di belakang kita. Potong ‘jembatan’ itu, dan kita akan melihat karya Allah yang besar dalam kehidupan kita.–

      

53. MAKAN MINUM

eatanddrinkWisata kuliner semakin marak saja, mulai dari yang biasa hingga yang nyleneh-nyelenh alias kuliner ekstrim. Sesudah memperoleh informasi kuliner dari media cetak atau elektronik, maka lokasi-lokasi kuliner tersebut didatangi dan dibuktikan kebenarannya, apakah benar mak nyusss atau tidak. Orang rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk sepiring atau semangkuk makanan yang dipromosikan. Orang juga rela antri berjam-jam jika tempat yang dikunjungi tersebut sangat ramai. Yang lain lain suka dengan pola all you can eat. Dengan membayar sejumlah uang, ia boleh makan sepuasnya … semampunya. Nampaknya urusan makan minum sama sekali tidak bisa diabaikan.

Dengan makan minum manusia memperoleh hiburan dan kesenangan, tetapi dengan makan minum pula manusia banyak yang menderita. Karena keasyikannya tersebut ia lupa bahwa tubuh yang diciptakan Tuhan memiliki kapasitas tertentu. Tubuh tidak akan dapat menampung makanan dan minuman tanpa batas. Tetap harus ada takarannya. Hawa nafsu untuk makan sepuas-puasnya harus dimatikan. Kita makan dan minum untuk hidup, bukan hidup untuk makan dan minum!

Tubuh juga diciptakan secara unik. Artinya, makanan dan minuman yang bisa dikonsumsi rekan kita belum tentu sesuai bagi kita. Ada orang yang punya kecenderungan tertentu terhadap kelebihan zat-zat kimia. Kondisi-kondisi jantung, ginjal, darah, lever, syaraf, dan sebagainya, tidak sama antara orang yang satu dengan yang lain. Ada yang bisa makan banyak garam, ada yang tidak bisa. Ada yang bisa makan banyak gula, ada yang tidak bisa. Kita harus mengerti keadaan tubuh kita sendiri dan tidak selalu ingin sama dengan kondisi tubuh orang lain.

Demikian halnya dengan usia kita. Mungkin di saat kita muda, kita bisa mengkonsumsi pelbagai makanan minuman tanpa ada pantangan. Tetapi sesudah kita menginjak usia tua, kita harus mampu menahan diri, agar kita tidak masuk ke dalam penderitaan sakit penyakit yang tidak kita inginkan.

DI samping hal-hal di atas, mari kita tidak hanya dipusingkan dengan urusan makan minum secara jasmani saja. Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman Allah. Artinya, kita memiliki unsur rohani yang juga membutuhkan makanan dan minuman rohani. Sudahkah kita memperhatikannya? Jika tidak, maka rohani kita akan mengalami sakit, bahkan mati. Dengan makanan rohani yaitu taburan firman Tuhan, kita dipuaskan dan dikuatkan. Ketika datang badai dan taufan dalam kehidupan kita, kita masih mampu bertahan.

Kita harus mengupayakan pemberian makanan dan minuman rohani ini dapat berjalan dengan teratur. Bukan hanya seminggu sekali di gereja, melainkan setiap hari di mana saja kita berada. Jangan menjadikan kesibukan sebagai alasan. Bukankah di tengah kesibukan bekerja kita selalu menyediakan waktu untuk makanan dan minuman jasmani? Jika kita mengabaikannya, kita akan mengalami sakit maag dan sakit penyakit lainnya. Jangan pula mengabaikan makanan dan minuman rohani agar kita tidak mengalami kekeringan rohani.–

 

54. GESIT

swiftly-moving-runnerFilm kartun Tom and Jerry sangat disukai baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Tingkah laku si tikus Jerry ketika memperdaya si kucing Tom membuat kita semua tertawa tergelak-gelak. Kita lebih menyukai si tikus Jerry yang lebih lemah ketimbang si kucing Tom yang sering kali arogan. Namun dalam kehidupan nyata, kita semua pasti jengkel apabila di rumah kita ada tikus. Kita menyediakan perangkap atau obat pembasmi tikus. Kita bertindak persis seperti si kucing Tom. Saya pun demikian.

Namun yang menarik dari kehidupan seekor tikus adalah gerakannya yang begitu gesit. Ia nyaris selalu bisa lolos dari binatang lain atau manusia yang bermaksud menangkapnya. Ia selalu bisa memanfaatkan lorong-lorong dan sekat-sekat yang sempit untuk bisa meloloskan diri. Itulah sebabnya jika kita mengalami kemacetan di jalan raya, kita mencari ‘jalan tikus’, yaitu jalan yang sempit namun lancar.

Sebagai manusia kita pun sebenarnya harus bergerak dengan gesit. Dalam hal apa saja, dan mengapa? Pertama, dalam hal menggunakan waktu. Waktu adalah kesempatan yang Tuhan berikan untuk kita gunakan dengan sebaik-baiknya. Setiap detik begitu berharga. Memang kita bukan mesin atau robot yang begitu kaku ketika berhubungan dengan waktu, tetapi kita juga bukan karet yang selalu molor terhadap waktu. Kita harus belajar tepat waktu, agar lebih banyak hal yang bisa kita kerjakan dan tidak merugikan orang lain. Jangan kita anggap diri kita saja sebagai orang penting, tetapi orang lain juga. Ketika kita molor dalam menepati waktu yang telah kita janjikan terhadap roang lain, maka kita telah merugikannya.

Kedua, dalam melakukan segala sesuatu. Ada orang yang hanya bisa mengerjakan satu hal selama berjam-jam, tetapi ada orang lain yang bisa mengerjakan banyak hal dalam durasi waktu yang sama. Mengapa? Karena yang pertama mengerjakannya secara lamban, sedangkan yang kedua dengan gesit. Gesit juga berarti mengerjakan 2-3 pekerjaan sekaligus dengan hasil yang sama-sama memuaskan. “Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui,” kata pepatah. Itu semua bisa dilatih dan membutuhkan keuletan. Memang rasanya begitu sakit tetapi akan sangat memuaskan hati kita dan orang lain.

Ketiga, dalam menolak godaan yang akan menjerumuskan kita. Kita harus memiliki kepekaan untuk dengan gesit menolak pelbagai godaan yang membuat kita berdosa. Kita tidak membutuhkan waktu untuk berlama-lama dalam berpikir dan mempertimbangkan sesuatu yang jelas-jelas akan meracuni kita. Terhadap godaan perselingkuhan dan pengkhianatan, terhadap godaan koripsi dan mark up, terhadap kebohongan dan ketidakjujuran, harus secara gesit kita tolak. Mungkin kita bisa kehilangan teman karenanya, tetapi kita tidak kehilangan berkat dan penyertaan Tuhan dalam hidup kita. Kita tidak boleh lamban menyikapi godan dosa.

Keempat, dalam menolong orang lain. Kita diciptakan Tuhan untuk saling tolong menolong. Kita tidak perlu mempertimbangkan banyak hal seperti suku, agama, ras, atau golongan, jika kita ingin menolong orang lain. Semua manusia berharga di mata Tuhan, bukan? Kita bisa gesit mendonorkan darah kita bagi sesama, menyumbangkan dana kita bagi yang terkena bencana, memberikan nasihat bagi mereka yang tersesat, dan memberikan senyum serta perhatian kepada mereka yang terlupakan. Lakukan sesegera mungkin … segesit mungkin!

 

55. BERBUAH

orangetreeCukup menjengkelkan memang jika setelah sekian lama menanam pohon dan memeliharanya, ternyata tidak menghasilkan buah seperti yang diharapkan. Sementara rekan yang lain menanam pohon dan memeliharanya juga, dan menghasilkan buah. Maka mulailah dicari penyebabnya: mungkin tanahnya tidak cocok, memang belum waktunya berbuah, pupuknya kurang banyak, atau … mungkin pohon itu belum ‘disakiti’. Maksudnya? Ada rekan yang memberitahu bahwa salah satu cara untuk memacu pohon agar ia mau berbuah adalah dengan mencacah pohon itu. Karena kesakitan ia bereaksi, yaitu menghasilkan buah. Saya sudah mencacahnya berkali-kali, namun buah yang diharapkan tidak kungkung datang. Berbicara tentang hidup ini tidak jauh berbeda dengan bicara tentang pohon yang berbuah.

Pertama, kita harus terus mengadakan introspeksi terhadap diri kita sendiri jangan-jangan kita tidak pernah menghasilkan buah yang baik, yang lezat bagi orang lain. Jangan-jangan kita menggunakan waktu, uang, tenaga, dan yang lainnya, hanya untuk kepentingan diri sendiri, dan tidak pernah peduli dengan orang lain. Kita begitu egois dan menjadikan diri kita sendiri sebagai pusat segalanya. Yang penting adalah saya, keluarga saya, anak=anak saya,

Kedua, untuk bisa berbuah perlu melekat dengan pokok atau batang. TUHAN adalah pokok atau batang kehidupan kita. Tanpa Dia, kita tidak akan bisa berbuat apa-apa. Sekalipun kita bekerja keras, namun jika kita tidak melekat dengan sumber kehidupan itu, maka kerja keras kita akan sia=-sia belaka. Jika TUHAN menutup pintu, tidak akan ada satu pun yang dapat membukanya; demikian sebaliknya.

Ketiga, kita perlu terus dibersihkan dari adanya hama-hama dalam kehidupan ini, yaitu pikiran, perasaan, dan tindakan dosa yang sama sekali tidak diperkenan Tuhan. Ada teman-teman di sekitar kita yang ditempatkan Tuhan untuk mengoreksi diri kita, untuk memerikan teguran saat kita melakukan kekeliruan. Hanya orang yang mau dikoreksi yang hidupnya tidak akan pernah basi. Ia sadar bahwa ia tidak sempurna, dan membutuhkan orang lain untuk menasihatinya. Kita juga dibersihkan oleh firman Tuhan yang kita dengar atau baca. Firman Tuhan bersifat korektif, yaitu menyatakan kesalahan, memeprbaiki kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran.

Keempat, buah itu harus tinggal tetap. Kita tidak bisa hanya berbuah di waktu muda, melainkan harus terus menghasilkan buah sampai kita tua sekalipun. Bahkan semakin tua semakin gemuk dan segar. Orang masih membutuhkan doa, nasihat dan keteladan orang-orang tua. Ketika seorang tua yang hidupnya telah menjadi berkat meninggal dunia, ia akan ditangisi dan diratapi. Pelbagai perbuatan baik yang dilakukannya akan terus dikenang sepanjang masa. Sebaliknya, orang yang hidupnya tak pernah menghasilkan buah akan disyukuri saat ia meninggal dunia.–

 

56. TETAP TEGAR

keep-calm-and-tetap-tegar-1            Saya sangat terkesan dengan beberapa orang ibu yang menjadi janda karena ditinggal mati suaminya, saat diwawancarai oleh Bapak Andy F. Noya dalam acara talkshow Kick Andy. Sebagai single parents mereka bisa membesarkan anak-anak mereka. Tidak tanggung-tanggung. Ada ibu yang punya 15 orang anak, 5 di antaranya menjadi dokter, 7 di antaranya menjadi insinyur. Yang lain lagi mendapatkan rekor MURI sebagai seorang Ibu dengan jumlah anak terbanyak yang menjadi dokter. Ibu-ibu tersebut adalah orang-orang sederhana yang tidak mengeluh saat ditinggal mati suaminya, melainkan tegar dan berkat pertolongan Tuhan mampu membesarkan putra-putri mereka.

Setiap orang bisa menghadapi kemungkinan mengalami musibah. Mungkin rumahnya kebakaran, mengalami kecelakaan karena kesalahan orang lain, mengalami PHK, ditinggal pergi kekasih untuk selamanya, atau yang lainnya. Hanya ada dua pilihan sikap yang dapat diambil dalam menghadapi bencana atau musibah itu: terus menggerutu dan menyalahkan banyak pihak, atau sesaat saja bersedih namun kemudian bangkit dan menatap masa depan dengan penuh harapan.

Ketika seseorang menggerutu dan menyalahkan orang lain, ia tidak mengubah kenyataan yang ada, bahkan bisa memperburuk keadaan. Hati penuh dengan kekecewaan, dan kepahitan. Ia tidak bisa bangkit karena merasa tidak ada masa depan. Akhirnya hidup semakin terpuruk. Ia selalu memandang spion kehidupan untuk melihat ke belakang, dan melupakan kaca yang lebih besar untuk menatap masa depan. Bahkan, Ia selalu menggunakan kacamata hitam, dalam memandang segala sesuatu. Sangat merugikan, bukan?

Sebaliknya, jika seseorang mau sejenak berdiam diri, dan merenungkan kembali segala sesuatu yang dialaminya, ia akan mengerti bahwa tentu Tuhan yang telah menciptakannya, tidak akan meninggalkannya. Ia tahu bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan. Tidak ada seutas rambut pun yang bisa jatuh ke tanah jika Ia tidak mengijinkannya. Jadi, jika sesuatu terjadi menimpa kita, Ia bisa mengubahnya sehingga semuanya menjadi baik. Untuk bisa tetap bersyukur dan percaya bahwa semua akan berjalan dengan baik, dibutuhkan penyerahan total kepada Tuhan. Hidup yang berserah kepada Tuhan bukanlah suatu sikap pasif atau masa bodoh, melainkan suatu sikap aktif karena menyadari keterbatasan diri dan mengakui kamahakuasaan Tuhan. Ia bagaikan seorang pelukis yang bisa mempercantik warna-warna yang telah kita oleskan, atau yang orang lain oleskan pada kanvas hidup kita. Apapun warnanya, Ia bisa menyempurnakannya menjadi lukisan yang mahaindah.

Jadi, berhentilah menggerutu, dan mulailah mengucap syukur> Mintalah kekuatan Tuhan untuk bisa tetap tegar di masa sukar.–

 

57. BERLIMPAH-LIMPAH

rliofxmr            Ketika suatu kali saya pergi ke daerah pegunungan, saya melihat ada sungai kecil yang airnya terus mengalir. Sedikit ke atas ada air yang tercurah begitu derasnya dari suatu ketinggian. Airnya membual, berlimpah-limpah. Tidaklah heran jika persawahan dan ladang yang ada di sana nampak subur dan asri. Adanya air yang terus berlimpah membuat semuanya nampak hidup dan segar. Itulah sebabnya terkadang air menjadi inspirasi bagi kehidupan kita. Hidup kita haruslah seperti air yang terus melimpah, mendatangkan kehidupan dan kesegaran. Tetapi bagaimanakah caranya?

Pertama, air itu benda cair yang sangat fleksibel, tidak kaku. Ia mengalir mengikuti alur yang disediakan baginya. Ia mudah menyesuaikan diri dengan tempat di mana ia berada. Dalam hidup ini, setiap orang bisa memiliki prinsip hidup sendiri-sendiri, tetapi ketika kita harus berinteraksi dengan orang lain, diharapkan kita mudah beradaptasi dengan situasi di mana kita berada, tanpa harus mengorbankan kebenaran dan nilai-nilai moral yang kita miliki. Kita bisa tetap luwes dalam menyampaikan kebenaran yang kita miliki, tanpa harus menyakiti hati orang lain.

Kedua, secara alami, dengan adanya gaya gravitasi bumi, air itu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Hidup ini bisa mendatangkan kelimpahan bagi mereka yang membutuhkan. Yang kuat menolong yang lemah, yang kaya menolong yang miskin, yang pandai menolong mereja yang kurang pandai, dan sebagainya. Ada orang yang mendatangkan kelimpahan kepada orang lain yang sudah sangat kaya dengan motivasi agar bisa memperoleh balasan yang lebih banyak. Bukan seperti itu yang seharusnya kita lakukan. Kita memberi kepada mereka yang berkekurangan, yang tidak bisa membalas kembali pemberian kita.

Ketiga, air itu mampu menerobos pelbagai halangan dan jalur-jalur yang sempit. Itu adalah simbol semangat hidup yang tak pernah mengenal putus asa. Ia yakin bahwa bersama Tuhan selalu ada jalan keluar. Orang yang hidupnya melimpah tidak pernah kehilangan akal. Ia adalah orang kreatif yang selalu mencari jalan untuk bisa menolong orang lain. Ada seorang Ibu yang senang melihat sebuah pertunjukan anak panti asuhan yang sedang menyanyi. Ia ingin hidupnya menjadi berkat bagi anak-anak itu. Mulailah ia memanfaatkan kain perca untuk membuat bendo-bendo (hiasan rambut dan kepala) dengan sangat indahnya dan diberikannya cuma-cuma kepada anak-anak itu. Selalu ada cara untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Keempat, air tak pernah berhenti berkarya. Mungkin karena membentur sebuah halangan yang besar, air itu tidak lagi mengalir. Ia tinggal tergenang. Tetapi kemudian karena panas matahari membuatnya menguap dan naik ke atas menjadi awan. Ketika tiba saatnya awan itu pun bertambah mendung dan turun kembali ke bumi menjadi hujan. Itu berarti berapa pun usia kita, mungkin ‘tinggal tergenang’ di kursi roda, atau di tempat tidur, tetapi semangat untuk berguna bagi orang lain tetap membara. Ia tetap akan bisa menguatkan orang lain. Ketika saya berkunjung ke rumah orang yang lanjut usia dengan tujuan menguatkan hatinya, justru sayalah yang dikuatkan dengan kata-katanya. Sungguh luar biasa … Kapankah hidup Anda berlimpah-limpah bagi orang lain seperti air?

 

58. SEMAKIN DIBABAT SEMAKIN MERAMBAT

progress-report1   Pernahkah Anda melarang seorang anak untuk melakukan sesuatu yang membahayakan diri-nya? Bagaimana sikap anak itu selanjutnya? Sebagian besar anak akan terus melakukan kegiatan itu, bahkan lebih giat lagi. Jika ia takut karena diawasi, ia akan melakukannya sembunyi-sembunyi. Itu adalah sifat umum manusia, yaitu semakin ia dibabat, semakin ia akan merambat. Sifat seperti ini sebenarnya ada baiknya, karena ia akan akan mengalami kemajuan demi kemajuan.

Hambatan yang datang atas kehidupan kita bukanlah sesuatu yang Tuhan ijinkan untuk mendatangkan keburukan bagi kita, melainkan untuk kebaikan kita. Ada dua maksud Tuhan jika Ia mengijinkan hal itu terjadi: mengingatkan kita apabila kita salah jalan, atau membuat kita menjadi semakin maju dan berkembang.

Jika suatu hambatan datang, kita dapat mengadakan evaluasi apakah saya berada di jalan yang benar. Jika tidak, mari kita tidak mengeraskan hati untuk terus menerobos hambatan itu, melainkan kita berputar balik dan kembali ke jalan yang benar. Misalnya, ada hambatan dalam bisnis kita yang datang terus-menerus. Ada kemungkinan bahwa Tuhan mau menyadarkan kita akan bentukbisnis itu, yaitu tidak cocok komoditinya. Kita ingin berbisnis tambak udang, padahal Tuhan memberi kita potensi berbisnis elektronika. Atau, kita disadarkan akan carakita berbisnis, yaitu menjalankan bisnis secara ilegal, melanggar undang-undang. Kita harus berhenti menggunakan cara yang tidak terpuji tersebut dan beralih menggunakan cara yang legal.

Namun, jika dalam evaluasi itu kita mendapati diri kita benar, maka hambatan yang kita hadapi merupakan sarana ujian bagi keuletan kita. Kita tidak boleh mudah menyerah. Kita harus tetap merambat sekalipun banyak penghambat. Berbagai penemuan hebat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan pernah terjadi, jika para penemu itu langsung berhenti sata menghadapi hambatan. Penemuan hebat terjadi ketika puluhan, ratusan, bahkan ribuan hambatan, berhasil diatasi dengan kekuatan yang Tuhan berikan. Ini semacam lari gawang. Sang atliut diharapkan terus berlari dan melompati berbagai halangan yang dihadapinya.

Keuletan untuk terus merambat memampukan kita untuk menginspirasi orang lain juga. Jangan hanya melakukan sesuatu guna memenuhi keinginan diri sendiri, melainkan juga untuk menginspirasi orang lain. Mungkin itu keluarga kita, atau teman-teman kita. Hidup yang terus merambat dapat memacu semangat orang lain. Seorang ibu muda yang semula takut belajar mengemudikan mobil akhirnya memiliki keberanian ketika ia melihat ada seorang nenek berusia 70 tahun dengan tenangnya mengemudikan mobil. “Jika nenek itu bisa, saya juga harus bisa!” katanya kepada dirinya sendiri. Hasilnya? Ia pun bisa mengemudikan mobil dan juga bisa menjadi inspirasi ibu-ibu lain yang lebih muda darinya. Teruslah maju. Teruslah merambat sekalipun banyak penghambat.–

 

59. CERDIK DAN TULUS

140927221601            Dalam fabel atau dongeng tentang binatang, banyak kisah berisi pelajaran moral yang baik untuk anak-anak dan orang dewasa. Salah satunya adalah pelajaran tentang kecerdikan dan ketulusan. Salah satu jenis binatang yang dikatakan cerdik dan tulus adalah si kancil. Salah satu kisah yang pernah saya ketahui di masa kecil yang masih saya ingat hingga sekarang adalah kecerdikan kancil saat ia hendak menyeberani sungai yang lebar dan deras. Ia memanggil seekor buaya dan berkata bahwa ia mendapatkan pesan dari sang raja rimba, yaitu singa, untuk menghitung seluruh buaya yang ada di situ. Maka sang buaya pun memanggil teman-temannya. Ketika semua buaya sudah berkumpul, kancil pun berkata supaya mereka berjajar untuk dihitung. Maka buaya-buaya itu pun berjajar rapi. Mulailah si kancil melompat ke punggung buaya pertama dan mulai menghitung hingga tiba di punggung buaya terakhir dan kemudian melompat ke seberang sungai itu. Para buaya pun terbengong-bengong melihat ulah si kancil.

Dalam kisah 1001 malam pun dikisahkan bahwa ada seorang yang sangat cerdik, bernama Abunawas. Berulang kali ia nyaris mengalami bencana karena ada orang bahkan raja yang hendak memperdayanya, tetapi karena kecerdikannya ia selalu lolos.

DI tengah-tengah dunia yang penuh dengan tipu muslihat manusia ini, kita harus memiliki kecerdikan dan ketulusan. Jika kita cerdik saja, tanpa ada ketulusan, maka kita mudah mempedaya orang lain. Namun jika tulus saja, tanpa ada kecerdikan, maka kita mudah diperdaya orang lain. Jadi, agar tidak memperdaya dan diperdaya, kita harus tulus dan cerdik.

Cerdik berarti bisa mengetahui maksud-maksud tersembunyi dari apa yang dinampakkan di depan kita, berupa jebakan yang akan digunakan untuk mencelakai kita, kemudian kita mencari jalan keluar agar bisa lolos dari jebakan itu. Kecerdikan bisa diperoleh karena itu memang merupakan anugerah Tuhan bagi kita. Namun demikian kecerdikan juga bisa diperoleh karena kita rajin membaca dan mempelajari kisah orang-orang yang cerdik dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Jika kita cerdik, kita tidak mudah ditipu atau diperdaya orang lain. Kita tahu maksud-maksud jahatnya dan mampu meloloskan diri.

Kecerdikan juga bisa berkaitan dengan waktu. Orang yang cerdik tidak akan sembarangan menyampaikan sesuatu pada pimpinannya di segala waktu. Ia akan memperhitungkan sata yang tepat untuk menyampaikan ide atau gagasannya. Ketika ia melihat pimpinannya sedang uring-uringan, ia akan menunda waktu untuk menyatakan ide kepada boss-nya. Penundaan terkadang bisa menghasilkan sesuatu yang baik. Beberapa hari sesudahnya, ia kembali menjumpai boss-nya dan idenya pun disetujui dengan mulus.

Tulus berarti tidak memiliki maksud-maksud yang tersembunyi. Kita akan mengatakan kebenaran apa adanya. Pepatah katakan tidak ada udang di balik batu. Ketulusan membuat kita tidak memiliki maksud menjebak atau mencelakai orang lain. Ketulusan membuat kita terbuka dengan semua orang. Kita siap dikoreksi jika salah, tetapi juga siap mempertahankan diri jika benar.

Cerdik dan tulus merupakan dua pilar utama dalam hidup ini. Jadi pergunakanlah dengan sebaik-baiknya. Kita akan memperolah banyak pengalaman yang luar biasa dengan kedua pilar kehidupan tersebut.–


60. UPAH

upah   Pelbagai demonstrasi yang dimunculkan oleh para buruh belakangan ini banyak berkaitan dengan upah. Sekelompok buruh berdemonstrasi karena upah yang diterimanya jauh berada di bawah upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. Yang lain berdemonstrasi karena sudah sekian bulan tidak menerima upah, sementara yang lain lagi berdemonstrasi karena sistem pengupahan yang dirasa kurang adil.

Upah diberikan kepada seseorang sesudah ia bekerja keras. Upah merupakan imbalan yang telah disepakati di awal ketika pekerja dan pengusaha sepakat untuk bekerja sama. Si pekerja siap mencurahkan tenaganya, dan sang pengusaha siap memberinya upah. Besarnya upah juga sudah disampaikan di depan dan disetujui oleh si pekerja.

Allah Sang Pencipta pun sedang menyiapkan upah bagi umat manusia. Pertama, upah ketekunan. Jika kita tekun bekerja keras dengan cara-cara Tuhan, maka berkat pun mengalir. Saya melihat banyak orang – apa pun agamanya – ketika ia bekerja keras, ia memperoleh upah atas pekerjaannya itu. Tidak ada sikap gengsi jika kita mau memperoleh penghasilan yang layak. Pekerjaan apapun – asalkan dalam jalur kebenaran dan tidak melanggar hukum yang berlaku – boleh kita lakukan.

Kedua, upah bagi mereka yang mencari Tuhan. Dalam menghadapi pelbagai pergumulan dalam hidup ini, dibutuhkan tidak hanya kemampuan akal budi kita, melainkan juga pertolongan Tuhan. Jika kita mulai setiak hari dengan doa, mencari wajah-Nya dan memohon kepada Tuhan dengan iman, maka Ia akan mengupahi kita dengan kekuatan, sukacita, dan berkat-berkat lainnya. Namun ketika kita merasa tidak membutuhkan Tuhan, dan kemudian berjuang sendiri dalam menghadapi pelbagai kesulitan tersebut, maka kita pun akan terseok-seok.

Ketiga, upah diberikan sebagai konsekwensi hukum tabur-tuai. Ketika kita menabur yang baik, maka kita pun akan menuai yang baik pula. Namun jika kita menabur kejahatan dan kebencian, kita pun akan menuai hal-hal serupa. Mari kiat menabur yang baik-baik saja, sebab baik kita maupun keturunan kita kelak akan menuai yang baik-baik pula.

Keempat, ada upah yang bersifat kekal di samping yang fana. Upah yang fana atau sementara kita terima ketika kita hidup di dunia ini. Tetapi upah yang kekal baru baru akan kita terima sesudah kita meninggalkan dunia ini. Upah itu disebut dengan mahkota kehidupan, yang hanya disediakan bagi mereka yang setia kepada Kebenaran. Mungkin ketika kita hidup benar, banyak orang mengabaikan kita. Namun kita tidak boleh berkecil hati, sebab Tuhan tetap mencatatnya dan telah menyediakan upah itu bagi kita.

Kelima, ada upah relasi. Beberapa orang bisa memiliki begitu banyak teman dan relasi. Mengapa? Karena ia memang mudah bergaul dan mau menghargai keberadaan orang lain yang mungkin berbeda dengannya. Ia tidak hanya tinggal dalam komunitasnya sendiri, melainkan membuka diri terhadap semua orang. Akhirnya ia disukai banyak orang, dan yang menjadi upahnya adalah teman-temannya tersebut. Relasi dibutuhkan agar kita dapat saling tolong-menolong satu dengan yang lain.

Jadi, bersiaplah menerima upah yang telah Tuhan sediakan, jika kita mau bekerja keras, mencari Dia selalau, menabur kebaikan, mementingkan upah yang bersifat kekal, dan memiliki banyak teman.–

Tinggalkan komentar