REKAT (1001-1100)

PA-1001. “Tetapi orang-orang yang benar saleh akan menghakimi mereka …” (Yehezkiel 23:45). Tindakan menghakimi berarti menyatakan benar salahnya seseorang secara etika moral dengan menggunakan suatu standar yang mutlak. Berarti, tidaklah mudah untuk bisa menghakimi orang lain.

Pertama, ia harus mengenal standar yang mutlak itu. Adakah standar mutlak di dunia ini? Semua standar etika moral yang digunakan oleh manusia bersifat relatif, kecuali kebenaran firman Allah. Orang yang mau menghakini harus benar-benar mengenal dan memahami firman Allah sebagai standar yang mutlak itu.

Kedua, ia sendiri harus hidup benar-benar saleh. Artinya, ia harus telah menaati spenuhnya standar yang mutlak itu. Hal ini menjadi mustahil karena walaupun keinginan hatinya kuat, tetapi tubuhnya lemah, untuk bisa taat secara total. Berarti status benar-benar saleh hany abisa diperoleh sebagai anugerah, yaitu karya pembenaran (justification) dari pengorbanan Yesus Kristus di Golgota.

Ketiga, ia harus memperoleh panggilan dan tugas dari Tuhan untuk menghakimi sesamanya.

Keempat, ia harus tahu dengan benar kapan waktunya menghakimi. Kesimpulannya adalah kita tidak boleh menghakimi siapa pun, karena ketika menghakimi orang lain, kita juga menghakimi diri kita sendiri. Yesus Kristuslah yang ditetapkan Bapa untuk menjadi Hakim atas yang hidup dan yang mati. Dari pada menghakimi orang lain, jauh lebih baik kita melakukan introspeksi atas diri kita sendiri.-

PA-1002. “… Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan ALLAH.” (Yehezkiel 24:14). Dalam banyak kesempatan saat diajukan pertanyaan manakah yang lebih besar yang Allah miliki: keadilan-Nya atau kasih-Nya, sebagian besar menjawab: kasih-Nya. Jawaban yang benar adalah: dua-duanya sama besar. Allah itu kasih tetapi ia juga adalah hakim. Karena terlalu seringnya hanya kasih Allah yang diberitakan, maka banyak orang percaya lupa bahwa Allah itu juga adil. Dalam kemahaadilan-Nya itulah kelak Ia akan menghakimi kita. Penghakiman dari Allah berbeda dengan penghakiman manusia atas sesamanya.

Pertama, penghakiman-Nya berdasarkan kebenaran yang mutlak. Allah tidak bisa disuap dengan apapun, termasuk dengan persembahan atau perbuatan baik kita.

Kedua, penghakiman-Nya sangat obyektif. Semua yang dilakukan oleh umat manusia, pribadi lepas pribadi, dari lahir sampai mati, tercatat atau terekam dengan baik. Tidak ada yang tersembunyi di hadapan-Nya.

Ketiga, penghakiman Allah berdasarkan kepada firman-Nya. Tidak ada hukum atau perjanjian yang dibuat Allah di luar firman-Nya yang telah diberikan kepada kita. Manusia tidak bisa menghindar dari penghakiman Allah ini dengan alasan tidak mengetahuinya, sebab “Ia memberi kekekalan dalam hati mereka” (Pengkhotbah 3:11b).

Keempat, penghakiman Allah hanya dapat luput atas diri seseorang apabila Allah sendiri menyatakan bahwa orang itu benar, not guilty. Hal itu hanya dapat diperoleh ketika manusia bersedia menerima solusi yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita yaitu karya pembenaran oleh Yesus Kristus.-

PA-1003. “… dan mereka akan mengetahui, bahwa Akulah yang membalas, demikianlah firman Tuhan ALLAH.” (Yehezkiel 25:14). Ada 4 suku bangsa yang disebutkan di sini yang memperoleh teguran dan penghukuman dari Tuhan, yaitu: Amon, Moab, Edom, dan Filistin. Salah satu penyebabnya adalah karena ada yang menertawakan saat umat Tuhan mengalami didikan Tuhan demi kebaikan mereka.

Hal ini dapat digambarkan seperti seorang anak yang menertawakan saudaranya yang sedang didisiplin oleh ayahnya. Bukannya ikut prihatin tetapi justru menertawakan mereka. Itulah sebabnya, setelah Tuhan selesai mendisiplin umat-Nya, Ia berurusan dengan mereka. Hal ini bisa saja terjadi pada masa kini.
Ketika ada sesama kita yang sedang menderita, lalu kita menari-nari dan bersukacita. Ada lagu rohani yang mengatakan bahwa ketika dunia mengalami resesi, anak-anak Tuhan mengadakan resepsi. Ini sama sekali merupakan perbuatan yang tidak sesuai firman Tuhan. Tidak ada rasa kemanusiaan, tidak ada keprihatinan.
Yesus Kristus tidak tertawa saat Maria dan Marta menangis karena Lazarus, saudara mereka mati. Yesus Kristus juga menangis saat melihat mereka menangis (Yohanes 11:35). Ia juga menangisi kota Yerusalem, kota yang selalu menolak kehadiran-Nya, kota penuh darah (Lukas 19:41). Firman Tuhan berkata, agar kita bersukacita dengan orang yang bersukacita, tetapi kita juga menangis dengan orang yang menangis (Roma 12:15).
Hal ini disebut dengan “pelayanan yang inkarnasional”, menjadi serupa dengan siapa yang kita layani, sebagaimana Yesus Kristus yang adalah Sang Firman, Allah sendiri, yang rela menjadi sama dengan manusia untuk mengangkat manusia dari lumpur dosa!

PA-1004. “Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH: Pada saat Aku menjadikan engkau kota reruntuhan, seperti kota-kota yang tak berpenduduk lagi, kalau aku menaikkan pasang samudera raya atasmu dan banjir menutupi engkau” (Yehezkiel 26:19).

Ada orang yang suka bertempat tinggal di perbukitan, karena merasa aman di sana. Yang lain lagi lebih suka bertempat tinggal di daerah pesisir. Alasannya jug karena merasa aman di sana. Benarkah demikian? Bukankah yang tinggal di perbukitan sering terkena bencana longsor, dan yang tinggal di daerah pesisir mudah terkena bencana tsunami?

Tirus adalah kota pelabuhan yang besar di daerah Libanon, yang dahulu dihuni bangsa Fenisia. Dalam Perjanjian Baru biasa disebut “Tirus dan Sidon” karena keduanya adalah kota yang berdampingan. Namun karena keangkuhannya, merasa aman dan kaya, Tuhan menghukum Tirus dengan mengirimkan tentara dari Babilonia!

Tidak ada satu tempat pun yang aman, selama seseorang hidup dalam keangkuhan dan tidak mau hidup sesuai dengan firman Tuhan. Tak ada yang bisa dibanggakan dan dijadikan tempat aman, selama hidup kita jauh dari Tuhan. Kekayaan bisa habis, perlindungan diri bisa dijebol, jika Tuhan menghendakinya.

Oleh sebab itu, apa pun kelebihan yang kita miliki, di mana pun kita berada dan kemana pun kita pergi, kita perlu senantiasa hidup dalam kerendahan hati dan meletakkan Tuhan di atas segalanya!

PA-1005. “Ke lautan luas pendayungmu membawa engkau. Tetapi badai timur melandamu di tengah lautan.” (Yehezkiel 27:26). Masih tentang Tirus. Dalam pasal ini disebutkan begitu banyak mitra dagang Tirus. Ia layak disebut Kota Dagang Terbesar di kawasan itu. Kemajuan di bidang bisnis dan perdagangan selalu dimungkinkan terjadi, karena kepada manusia diberikan kemampuan akal budi yang baik. Dengan prinsip “yang kuat yang menang” maka siapa yang menguasai dunia perdagangan akan mampu menguasai dunia.

Sayangnya, dunia bisnis terkadang penuh dengan intrik-intrik yang jahat dan tidak berkenan kepada Tuhan: pemalsuan barang, penghindaran pajak, penindasan terhadap karyawan, pendewaan terhadap uang, keangkuhan, kemaksiatan, dan sebagainya. Itulah sebabnya, ketika Tirus membanggakan dirinya seakan-akan tak terkalahkan, TUHAN turun mengacaukannya … persis seperti ketika Ia mengacaukan pembangunan Menara Babel. Ingatlah akan beberapa bisnis masa lalu yang dilakukan oleh tokoh-tokoh bisnis tertentu? Banyak yang kemudian hancur, bukan?

Andaikan saja semua bentuk kemajuan bisnis yang kita lakukan dipahami sebagai karya dan anugerah Tuhan melalui kita, maka Ia berkenan atas kita dan membuat bisnis kita tetap dapat berjalan dengan baik dan akan terus bekelanjutan. Lakukan bisnis dan perdagangan dengan cara Tuhan! Dunia bisnis tidak boleh dilepaskan dari relasi dengan Tuhan, karena Ia adalah Penguasa Sejati atas segalanya, termasuk dunia bisnis dan perdagangan.-

PA-1006. “Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi Kau kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya.” (Yehezkiel 28:17). Ucapan terhadap Tirus berlanjut dengan menjadikannya sebagai simbol kejatuhan malaikat Lucifer yang dicampakkan oleh Allah dari surga ke bumi.

Nama “Lucifer” disebutkan dalam King James Version, sedangkan dalam terjemahan Bahasa Indonesia disebut “Bintang Timur”. Ia juga disebut “puteraFajar”, penuh cahaya kemuliaan (Yesaya 14:12). Lucifer adalah pemimpin malaikat yang bertugas memimpin pujian kepada Allah di surga. Amat disayangkan jika kemudian dalam kesombongannya ia menempatkan diri sama dengan Allah (Yehezkiel 28:6).

Saat dicampakkan ke bumi, ia yang kemudian disebut Iblis (Setan), mampu menyeret sejumlah malaikat dari surga yang kemudian disebut dengan setan-setan. Ia juga disebut Pencuri yang selalu ingin mencuri, membunuh dan membinasakan. Ia masuk ke dalam dunia, mencobai orang-orang percaya, menimbulkan pemberontakan dan kehancuran. Terlebih di Akhir Zaman ini Iblis (juga disebut si Ular Tua – Wahyu 12:9) bekerja lebih giat dari sebelumnya, karena ia tahu bahwa saatnya hampir tiba dimana ia akan dicampakkan ke dalam lautan api dan belerang dan disiksa siang malam sampai selama-lamanya.

Iblis bukan penguasa neraka, melainkan ia akan disiksa selama-lamanya di neraka beserta orang-orang yang menyembahnya (Wahyu 20:10). Oleh sebab itu mintalah selalu kepada Roh Kudus untuk memberikan kemenangan atas segala pencobaan yang dipakai Iblis untuk menjatuhkan kita, agar kita tetap setia kepada Tuhan Yesus Kristus.-

PA-1007. “Aku akan memberikan kepadanya tanah Mesir sebagai pahala atas pekerjaan yang dilakukannya, sebab mereka bekerja bagi-Ku, demikianlah firman Tuhan ALLAH.” (Yehezkiel 29:20). Negeri Mesir dan Babilonia, kedua-duanya adalah bangsa yang tidak mengenal YHWH, Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Kedua-duanya juga pernah menyakiti umat Tuhan dan menimbulkan penderitaan bagi mereka. Umat Tuhan pernah menjadi budak di Mesir selama 400 tahun lamanya, dan mereka pun berada sebagai bangsa buangan di Babilonia. Namun Tuhan memperlakukan keduanya berbeda. Mesir ditetapkan Allah menjadi taklukan Babilonia? Mengapa?
Menurut pasal ini ada dua sebab: pertama, sebab Mesir membanggakan Sungai Nil, bukan membanggakan Tuhan yang menciptakan Sungai Nil; kedua, sebab Mesir pernah ingkar janji saat dimintai pertolongan oleh umat Tuhan, sehingga umat Tuhan mengalami kekalahan dalam melawan Asyur. Sebaliknya, sekalipun Raja Nebukadnezar juga pernah membanggakan dirinya, tetapi ia segera bertobat. Dan, tanpa disadarinya, ia mau dipakai Tuhan untuk mendisiplin umat-Nya.
Jadi, ada dua kemungkinan ketika kita mendatangkan “penderitaan atas orang lain” yaitu: arogansi kita sehingga kita justru melawan Tuhan yang mengasihi mereka; atau kerendahan hati kita sehingga justru menjadi alat Tuhan dalam mendisiplin mereka.
Ini dapat diaplikasikan oleh orang tua kepada anak-anak: memukul mereka dengan rotan secara membabi buta dan semena-mena atau memukul mereka dengan rotan demi kebaikan mereka (2 Samuel 7:14; Amsal 23:14).-
PA-1008. “Dan Aku akan menjatuhkan hukuman atas Mesir dan mereka akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN.” (Yehezkiel 30:19). Kata “menjatuhkan hukuman” merupakan terjemahan dari kata “execute judgments” (melaksanakan penghakiman). Mungkin mendengar kata “TUHAN menghukum” lebih sulit diterima daripada kata “TUHAN menghakimi”, walaupun keduanya bermakna sama.
Dari ayat tersebut ternyata orang akan “mengetahui bahwa Allah adalah TUHAN” bukan saja dari kasih dan pemeliharaan-Nya, tetapi juga dari keadilan-Nya. Ketika seseorang hanya melihat satu sisi saja yaitu kasih Allah, maka ia bisa memanfaatkan kasih Allah ini untuk beruangkali berbuat dosa dan menyakiti hati Allah. Seharusnya kasih Allah harus dimaknai sebagai anugerah besar dalam hidup ini sehingga kita tidak mau menyakiti hati-Nya. Namun dalam kenyataannya ketika kasih diberikan, ada yang semakin menjadi-jadi kejahatannya.
Sisi lainnya, yaitu keadilan Allah, bisa membuat seseorang terdorong untuk bertobat. Bentuk-bentuk keadilan dan penghakiman oleh Allah dalam Alkitab: menghukum bumi dengan Air Bah pada zaman Nuh, memusnahkan kota Sodom dan Gomora dengan api dan belerang pada zaman Lot, mengirimkan tulah-tulah atas Mesir pada zaman Musa, penghancuran Bait Suci dan pembuangan ke Babilonia pada zaman Daniel, seharusnya membuat manusia berhenti berbuat dosa. Kalaupun masih bisa jatuh ke dalam dosa, namun segera membereskannya dengan Tuhan dan memohon pengampunan-Nya, serta bertobat, tidak melakukannya lagi.
Jadi, jangan alergi terhadap keadilan Allah. Kita harus seimbang mengenal-Nya, yaitu melalui kasih-Nya dan keadilan-Nya.-
PA-1009. “Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Oleh karena ia tumbuh tinggi dan puncaknya menjulang sampai ke langit dan ia menjadi sombong karena ketinggiannya.” (Yehezkiel 31:10). Kehebatan Mesir dengan rajanya Firaun digambarkan dalam pasal ini bagaikan tanaman yang sangat indah. Segala pohon-pohon yang di taman Allah tiada yang dapat disamakan dengan dia mengenai keelokannya.
Di sinilah ujian karakter berlangsung. Saat berada di puncak. Saat mencapai keberhasilan. Saat mampu mengatasi segalanya. Ujian karakter itu berkaitan dengan kerendahan hati. Apa dampak negatif yang bisa terjadi akibat kesombongan?
Pertama, ia tidak memuliakan Allah. Ia merasa bahwa keberhasilannya berasal dari dirinya sendiri, padahal itu adalah anugerah dari Allah. Kedua, pendewaan diri. Dengan kesombongannya itu ia bisa jatuh ke dalam penyembaan berhala, yaitu mendewakan dirinya sendiri sebagai yang paling hebat.
Ketiga, ia tidak akan pernah mengalami kemajuan lagi. Orang yang sombong pada umumnya sudah ada di puncak, sehingga tidak ada puncak gunung yang bisa didaki lagi. Padahal … di atas gunung yang tinggi masih ada gunung yang lebih tinggi. Keempat, ia akan merendahkan orang lain. Itulah yang sering terjadi dimana ia bersikap arogan dan menghina sesamanya.
Akhirnya ia menjadikan dirinya musuh Allah, dan dihancurkan oleh Allah, karena Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihi orang yang rendah hati.-
PA-1010. “Oleh karena ia menimbulkan ketakutan di dunia orang-orang hidup, …” (Yehezkiel 32:32). Ini adalah alasan lain mengapa TUHAN menghukum Mesir dan Firaun, rajanya.
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinannya masing-masing, yang menyangkut cara dan metode memimpin agar orang-orang yang dipimpinnya atau pihak-pihak lain mau tunduk kepadanya. Salah satu cara yang paling banyak digunakan oleh para pemimpin adalah “menimbulkan ketakutan” atau terror. Ketika seseorang takut maka ia akan melakukan apa yang diinginkan oleh si pemimpin itu. Rasa takut di sini memiliki konotasi negatif, karena adanya ancaman. Pemimpin itu juga bisa memiliki rasa takut apabila ada pemimpin lain di atasnya yang jauh lebih kuat daripadanya.
Ini sangat berbeda dengan versi King James, “For I have caused my terror in the land of the living; …” (“Sebab Aku telah menimbulkan ketakutan di negeri orang-orang hidup: …”). TUHAN menimbulkan ketakutan dari sisi positif, yaitu rasa hormat, kewibawaan, bukan ancaman. Itu pun demi kebaikan kita, umat-Nya. Ketika kita takut akan TUHAN, maka kita akan menaati perintah-Nya, dan itu merupakan awal dari segala hikmat dan pengetahuan (Amsal 1:7). Takut akan TUHAN berarti mengasihi-Nya, karena Ia telah terlebih dahulu mengasihi kita.
Oleh sebab itu, jangan menebarkan terror, melainkan menebarkan kedamaian dengan mengajak semua orang untuk takut hanya kepada TUHAN, Sang Pemilik Kehidupan.-
PA-1011. “Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu supaya ia bertobat dari hidupnya, tetapi ia tidak mau bertobat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.” (Yehezkiel 33:9).
Yehezkiel mendapat tugas untuk menjadi penjaga bagi bangsanya. Jika ada yang berdosa, maka ia harus memperingatkan mereka. Peringatan atau teguran itu bisa membuat si pendosa bertobat tetapi bisa juga tidak karena yang bersangkutan memang tidak mau bertobat. Namun jika Yehezkiel berdiam diri saat ada orang yang berbuat dosa, berarti Yehezkiel melalaikan tugasnya sebagai penjaga. Kalau orang itu ternyata kemudian terkena hukuman Tuhan atas dosanya, maka Ia akan menuntut pertanggungan jawab dari Yehezkiel sebagai penjaga itu.
Tugas sebagai penjaga ini dipercayakan Tuhan kepada kita: orang tua atas anak-anak dan sebaliknya, isteri terhadap suami dan sebaliknya, hamba Tuhan atas jemaat dan sebaliknya, pemimpin bangsa atas rakyat dan sebaliknya, bahkan kita adalah penjaga bagi sesama kita. Kita tidak boleh tidak peduli dengan berbagai kesalahan dan dosa yang terjadi di sekitar kita dan berkata, “Yang penting saya sendiri tidak berdosa atau melakukan kesalahan tersebut.”
Ketidakpedulian itu sendiri merupakan kekeliruan di hadapan Tuhan.
Yang harus kita lakukan adalah: meminta Roh Kudus senantiasa memimpin kehidupan kita agar kita tidak berdosa kepada Tuhan; kemudian, oleh pertolongan Roh Kudus itu pula kita berikan teguran atas dasar kasih kepada siapa saja yang kita tahu melanggar firman Tuhan. Apabila yang kita tegur ternyata kemudian bertobat, maka malaikat di sorga bersorak. Namun jika mereka tetap tidak mau bertobat, itu adalah urusan mereka dengan Tuhan. Kita sudah lepas dari tanggung jawab atas nyawanya, karena kita sudah menegur dan memperingatkannya.-
PA-1012. “Aku sendiri akan menggembalakan domba-domba-Ku dan Aku akan membiarkan mereka berbaring, demikianlah firman Tuhan ALLAH. Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.” (Yehezkiel 34:15-16).
Ada kesejajaran antara pernyataan Tuhan di atas dengan pengakuan Daud bahwa TUHAN adalah Gembalanya (Mazmur 23) serta pernyataan Yesus Kristus sendiri sebagai Gembala Yang Baik (Yohanes 15). Ini adalah metafora atau kiasan yang sangat indah. Sebagai domba kita sama sekali tidak akan pernah tahu jalan pulang, mudah tersesat, rentan dan mudah terluka, serta mudah menjadi mangsa binatang buas. Hanya dekat dengan gembala sajalah domba-domba itu akan terawatt dan terlindungi dengan baik.
Di sisi lain, pernyataan Tuhan kepada Yehezkiel itu merupakan hal yang sangat berbeda dengan keberadaan para pemimpin umat Tuhan yang digambarkan sebagai gembala yang menikmati susu domba, pakaian dari kulit domba, makan daging domba, tetapi domba-domba itu sendiri tidak mereka gembalakan (Yehezkiel 34:3). Apabila kepada kita dipercayakan sejumlah domba – berapapun banyaknya – mari kita menggembalakannya dengan penuh tanggung jawab, sebagaimana Tuhan sendiri telah memberi contoh penggembalaan kepada kita. Ia bahkan rela menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba itu.
Sudahkah kita rela berkorban bagi domba-domba yang dipercayakan kepada kita? Atau sebaliknya, kita justru memperkaya diri dengan memanfaatkan domba-domba itu?

PA-1013. “Oleh karena dalam hatimu terpendam rasa permusuhan yang turun-temurun … waktu saatnya tiba untuk penghakiman terakhir.” (Yehezkiel 35:6). Salah satu sebab TUHAN murka kepada bangsa Edom (keturunan Esau) adalah karena mereka menyimpan dendam turun temurun, alias tidak mau mengampuni orang yang bersalah kepada mereka.

Dengan menyimpan dendam: (1) kita menyimpan sesuatu yang bisa merusak kesehatan tubuh kita karena dendam akibat kebencian atau kepahitan akan menjadi lahan subur bangkitnya sel-sel penyakit yang mematikan dalam tubuh kita; sebaliknya, hati yang mengampuni akan mematikan sel-sel penyakit tersebut. (2) kita menyangkal keberadaan kita sebagai anak-anak Allah yang seharusnya mau mengampuni sebagaimana Allah Bapa kita telah, sedang, dan akan mengampuni dosa-dosa kita. (3) kita bisa menjadi alat penyebar kebencian sebab pada umumnya orang yang suka mendendam akan menyebarkannya kepada orang lain;

(4) dengan menjadi pendendam berarti kita hanya fokus kepada kesalahan orang lain, padahal diri kita sendiri pun tidak luput dari dosa dan kesalahan; (5) dengan menjadi pendendam kita tidak menaati firman Tuhan yang berkata supaya kemarahan kita hanya sampai matahari terbenam (Efesus 4:26)

Singkat kata, tidak ada manfaatnya sama sekali menjadi seorang pendendam. Sebaliknya, pendendam akan menerima murka Tuhan. Oleh sebab itu mari kita tinggalkan sifat pendendam, dan diganti dengan sifat mudah memaafkan dan mengampuni sama seperti Bapa yang mengampuni segala kesalahan kita.-

PA-1015. Yehezkiel 37:34 – “Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali dan Aku akan membiarkan kamu tinggal di tanahmu. …”
TUHAN melihat bahwa pengharapan umat-Nya telah pudar. Mereka sama sekali tidak mampu melihat akan adanya hal-hal yang baik di masa depan. Mereka pesimis. Mereka digambarkan seperti tulang-tulang yang amat kering, berserakan di sebuah lembah. Hal seperti ini tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Itulah sebabnya TUHAN memberikan kehidupan melalui Roh-Nya kepada mereka. Segera saja terjadi perubahan yang sangat dramatis. Tulang-tulang itu kemudian bergerak, diberi urat, daging, dan kulit. Cukupkah itu? Tidak! Kehidupan sejati tidak hanya terdiri dari kumpulan benda-benda mati seperti tulang, urat, daging dan kulit. TUHAN memberikan nafas hidup dan kemudian mereka menjadi sekumpulan tentara yang sangat besar. Dari tulang kering menjadi pasukan pemenang! Itu hanya terjadi apabila Roh Allah tinggal di dalam kita.
Jangan terus berputus asa dalam hidup ini. Jangan pesimis memandang masa depan. Di dalam Tuhan selalu ada pengharapan. Di dalam Tuhan selalu ada masa depan. Sikap pesimis tidak akan mendatangkan faedah sedikit pun. Sikap pesimis tidak mendatangkan perubahan yang positif. Sebaliknya justru akan menghancurkan diri sendiri dan orang lain.
Miliki sikap optimis, sebab di dalam Tuhan selalu akan ada jalan keluar. Orang yang optimis tidak akan pernah berhenti berharap, karena ia tahu bahwa Tuhan sudah menyediakan sesuatu yang lebih baik baginya. Izinkan Roh Tuhan mengubah hidup yang kering dan tidak berguna menjadi hidup yang segar dan bermanfaat bagi banyak orang.-

PA-1016. Yehezkiel 38:23 – “Aku akan menunjukkan kebesaran-Ku dan kekudusan-Ku dan menyatakan diri-Ku di hadapan bangsa-bangsa yang banyak, dan mereka akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN.” Ada seorang pemimpin bernama Gog yang berkuasa di tanah Magog. Ia adalah raja agung negeri Mesekh dan Tubal. Nama Gog disebutkan kembali dalam Wahyu 20:8 sebagai simbol kekuatan Iblis yang berperang melawan umat Tuhan, namun kemudian hangus oleh api yang turun dari langit.

 

Artinya, selalu ada kekuatan yang ingin menghancurkan umat Tuhan. Mereka tidak suka dengan keadaan damai sejahtera yang dimiliki umat Tuhan, sehingga kemudian menimbulkan kekacauan. Namun TUHAN adalah pembela umat-Nya. Ia tidak akan tinggal diam ketika umat-Nya, yaitu kita, biji mata-Nya, diusik. Itulah sebabnya Tuhan kemudian menyatakan kebesaran, kekudusan, dan keagungan-Nya.

 

Dari pengertian ini maka ada dua kemungkinan umat Tuhan hidup menderita. Pertama, karena umat Tuhan meninggalkan Tuhan. Mereka merasa lebih nyaman beribadah kepada ilah lain. Dalam keadaan seperti ini, seringkali Tuhan menegur umat-Nya dengan mengizinkan datangnya penderitaan, seperti yang kita pelajari dalam Kitab Hakim-hakim. Kedua, karena ada pihak yang memang tidak menyukai keberadaan umat Tuhan. Jadi sekalipun umat Tuhan hidup menaati perintah Tuhan, bisa saja mengalami penderitaan seperti yang dialami oleh Gereja Mula-mula di Kisah Para Rasul. Jika kita berada dalam situasi yang pertama, bertobatlah, maka pengampunan dan pemulihan dari Tuhan akan datang atas kita. Jika kita berada dalam situasi yang kedua, tetaplah berpegang kepada iman di dalam Tuhan Yesus Kristus, karena akan tiba saatnya Tuhan membela kita, umat yang dikasihi-Nya.-

 

PA-1017. Yehezkiel 39:29 – “Aku tidak lagi menyembunyikan wajah-Ku terhadap mereka, kalua Aku mencurahkan Roh-Ku ke atas kaum Israel, demikianlah firman Tuhan ALLAH.” Yang menyebabkan Tuhan menyembunyikan wajah-Nya terhadap umat-Nya adalah kejahatan yang mereka lakukan termasuk ketika mereka beraling dari Tuhan dan menyembah ilah-ilah lain (bdk. Ulangan 31:18 – “Tetapi Aku akan menyembunyikan wajah-Ku sama sekali pada waktu itu, karena segala kejahatan yang telah dilakukan mereka: yakni mereka telah berpaling keada allah lain.”). Ketika Ia menyembunyikan wajah-Nya, maka doa umat-Nya tidak akan dijawab-Nya. Mereka menjadi musuh-Nya.

Namun sebaliknya, ketika Tuhan kembali mengasihi umat-Nya, maka Ia mencurahkan Roh-Nya ke atas mereka. Pencurahan Roh Kudus bisa berarti 4 (empat) hal: (1) terjadinya pemulihan hubungan antara Tuhan dengan umat-Nya, dari musuh Allah menjadi Sahabat bahkan anak-anak Allah; (2) perubahan karakter dan moral dari orang yang berbuat kejahatan dan memberontak kepada Allah menjadi orang yang melakukan kebaikan dan menaati firman-Nya; (3) pemberian kuasa Allah yang tak terbatas atas umat-Nya sehingga mereka dapat menyelesaikan banyak masalah kehidupan baik dalam kehidupan mereka maupun orang lain yang mereka layani; dan (4) bangkitnya kerinduan dalam memberikan kesaksian tentang kebaikan Tuhan yang telah mereka alami.

 

PA-1018. Yehezkiel 43:4-5 – “Sedang kemuliaan TUHAN masuk di dalam Bait Suci melalui pintu gerbang  yang menghadap ke sebelah timur, Roh itu mengangkat aku dan membawa aku ke pelataran dalam, sungguh, Bait Suci itu penuh kemuliaan TUHAN.” Sebelumnya, penglihatan Yehezkiel dalam pasal 40-42 adalah adanya pengukuran terhadap Bait Suci. Setelah pengukuran dilakukan barulah kemuliaan TUHAN turun ke atas Bait Suci itu. Bagi orang Israel, Bait Suci di Yerusalem merupakan tempat ibadah yang dinyatakan sendiri oleh Tuhan bahwa Ia akan ada di sana. Namun akibat dosa-dosa mereka, Bait Suci dirusak oleh tentara musuh, bahkan mereka dibawa ke negeri pembuangan di Babel. Yehezkiel sedang berbicara tentang akan adanya pemulihan pendirian kembali Bait Suci itu. Kapan hal itu digenapi?

Pembangunan kembali Bait Suci dilakukan oleh Zerubabel. Kemudian kembali dirusak oleh tentara Yunani di bawah pimpinan Antiochus IV Epiphanes dan berabad-abad kemudian direnovasi oleh Herodes. Lalu pada tahun 70 M dihancurkan oleh tentara Romawi di bawah Jendral Titus Flavius. Kini umat Israel tidak lagi memiliki Bait Suci.  Mereka terus berdoa di Tempok Ratapan dan berharap kelak Bait Suci akan kembali dibangun.

Apa relevansinya dengan kita sebagai orang Kristen? Rasul Paulus mengatakan bahwa Bait Suci itu adalah hidup kita sendiri (1 Korintus 3:16-17 – “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.” Oleh sebab itu biarlah Roh Allah tinggal di dalam hidup kita dan memimpin kita dari kemuliaan kepada kemuliaan.-

 

PA-1019. Yehezkiel 47:9 – “sehingga kemana saja sungai itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan di sana akan hidup …  semuanya di sana hidup.” Setelah Yehezkiel memperoleh penjelasan mengenai pelbagai peribadahan di Bait Suci (pasal 42-26), kini ia dibawa ke pintu Bait Suci. Yehezkiel disuruh masuk ke dalam sungai setiap kali ada pengukuran  sepanjang sungai yang keluar dari Bait Suci. Seribu hasta pertama, dalamnya sampai ke mata kaki; seribu hasta kedua sudah sampai di lutut; seribu hasta ketiga sudah sampai di pinggang; seribu hasta keempat  sudah menjadi sungai yang tidak dapat diseberangi lagi.

Penglihatan Yehezkiel ini menggambarkan beberapa hal. Pertama, ucapan Tuhan Yesus Kristus yang mengatakan agar siapa yang haus datang kepada-Nya dan minum. Braangsiapa percaya kepada-Nya, dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup (Yohanes 7:37-39). Ini adalah kehidupan yang disegarkan dan menyegarkan oleh karena karya Roh Kudus.

Kedua, kehidupan yang dipimpin oleh Roh Kudus secara bertahap, yaitu: kesetiaan pergi beribadah (“mata kaki”); kesetiaan dalam doa (“lutut”); kesetiaan dalam membaca dna merenungkan firman Tuhan (“pinggang”); dan kehidupan yang mengalir sesuai kehendak Allah (“sungai”).

Ketiga, penglihatan ini juga bisa berarti mengenai keempat karya Roh Kudus dalam kehidupan umat Tuhan, yaitu: (a) karya evangelistis saat Roh Kudus menginsyafkan kehidupan seseorang sehingga mau bertobat; (b) karya paedagogis saat Roh Kudus mengajar dan membimbing seseorang ke dalam kebenaran firman Tuhan; (c) karya organis saat Roh Kudus menghasilkan buah Roh dalam kehidupan seseorang; dan (d) karya kharismatis saat Roh Kudus memberikan karunia Roh agar seseorang bisa melayani Tuhan dan sesame secara efektif.

Keempat, penglihatan ini juga menunjuk kepada Yerusalem Baru seperti yang digambarkan dalam Kitab Wahyu. Di sana Allah sendiri, Tuhan Yang Mahakuasa, adalah Bait Sucinya, demikian juga Anak Domba itu (Wahyu 21:22). Di sana terdapat sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal yang mengair keluar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba (Wahyu 22:1-2).-

 

PA-1020. Yehezkiel 48:35 – “Jadi keliling kota itu adalah delapan belas ribu hasta. Sejak hari itu nama kota itu ialah: TUHAN HADIR DI SITU.” Terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia (1974) ini tepat dengan menuliskan empat kata terakhir dari bagian akhir Kitab Yehezkiel ini dengan huruf-huruf besar (capital letters). Mengapa? Karena di ayat itu YHWH, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, menyatakan diri-Nya dalam satu nama “YHWH Samma”.

Ketika Yehezkiel mengungkapkan penglihatannya tentang “Bait Suci” dan kota “Yerusalem” dengan nama-nama pintu menggunakan nama anak-anak laki-laki Yakub, ia memperoleh penyataan dari TUHAN bahwa Ia hadir di situ. Apalah gunanya apabila kita memiliki tempat ibadah yang mewah atau tempat tinggal yang bagus jika TUHAN ternyata tidak hadir di sana? Adalah lebih baik jika semuanya nampak sederhana, tetapi kehadiran-Nya begitu nyata. Kehadiran TUHAN mendatangkan sukacita dan ketenangan.

Memang salah satu sifat TUHAN, Allah kita adalah Mahahadir (omnipresent). Namun tidak semua orang dapat mengalami dan merasakan kehadiran-Nya. Tidak sedikit orang yang bahkan mengabaikan kehadiran-Nya. TUHAN bisa hadir dalam segala situasi dan kondisi apapun: saat kita bersukacita atau saat kita mengalami duka, saat kelimpahan maupun kekurangan, saat sehat maupun sakit. Orang yang mengalami dan merasakan kehadiran TUHAN akan selalu bersyukur untuk kemurahan-Nya, berjuang dalam kuat kuasa-Nya, dan berserah kepada kehendak dan rencana-Nya.-

 

PA-1021. Kini kita tiba di Kitab DANIEL. Daniel 1:20 – “Dalam tiap-tiap hal yang memerlukan kebijaksanaan dan pengertian, yang ditanyakan raja kepada mereka, didapatinya bahwa mereka sepuluh kali lebih cerdas dari pada semua orang berilmu dan semua ahi jampi di seluruh kerajannya.” Dari ayat ini kita belajar tentang beberapa hal penting. Pertama, nama “baru” yang diberikan kepada mereka oleh pemerintah Kerajaan Babel tidak mengubah karakter mereka. Daniel (“Allah adalah hakimku”) diberi nama Beltzasar (“Kiranya Ibu – istri dewa Bel – melindungi raja”); Hananya (“TUHAN telah begitu ramah”) diberi nama Sadrakh (“Perintah dari aku, dewa Bulan”), Misael (“Siapakah yang seperti Allah?”) diberi nama Mesakh (“Aku telah menjadi lemah”); dan Azarya {“TUHAN telah menolong”) diberi nama Abednego (“Hamba atau penyembah Nebo”).  Namun ternyata mereka tetap setia kepada TUHAN, Allah mereka dengan tidak menikmati makanan yang bisa menajiskan diri mereka. Apapun nama yang diberikan orang kepada kita tidak akan mengubah karakter kita sebagai anak-anak Allah yang hidup.

Kedua, mereka memiliki keberanian untuk menolak, dan TUHAN pun membela mereka yang berani berada di pihak-Nya. Kita pun harus memiliki keberanian untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan iman kita. Selalu aka nada pencobaan untuk membuat kita berpaling dari iman kita. Jika kita punya keberanian menolaknya, lama-lama mereka akan mengakui dan menghargai identitas kita. Jangan menjadi serupa dengan dunia ini (Roma 12:2).

Ketiga, hikmat mereka berasal dari TUHAN yang bersifat supranatural. Kenyataannya, sekalipun mereka hanya makan sayur dan minum air saja, mereka kedapatan sepuluh kali lebih cerdas! Rahasinya adalah bahwa Allah yang memberikan pengetahuan dan kepandaian tentang berbagai-bagai tulisan dan hikmat, dan Daniel diberi pengertian tentang berbagai-bagai penglihatan dan mimpi. Jika secara alami makanan akan memengaruhi tingkat kecerdasan seseorang; namun secara mukjizat ternyata tidak demikian. Dua-duanya dibutuhkan: makanan jasmani yang menyehatkan dan hikmat dari firman Tuhan.-

 

PA-1022. Daniel 2:22 – “Dialah yang menyingkapkan hal-hal yang tidak terduga dan yang tersembunyi, Dia tahu apa yang ada di dalam gelap, dan terang ada pada-Nya.” Saat Raja Nebukadnezar mencari orang yang dapat memberitahukan mimpi dan maknanya, tak ada seorang pun ahli nujum di Babilonia yang mampu. Daniel dan teman-temannya berdoa meminta kepada TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, untuk memperoleh hikmat dan pengetahuan akan segala rahasia, termasuk mengetahui dan mengartikan mimpi. Dan TUHAN pun mengabulkan permintaannya. Dari pasal ini kita belajar beberapa hal.

Pertama, mimpi seseorang bisa hanya merupakan bunga tidur atau memiliki makna sendiri. Harus dibedakan cara Tuhan menyatakan kehendak-Nya melalui mimpi dalam Alkitab yang selalu punya makna (bdk. mimpi Yusuf, anak Yakub), karena pada masa itu belum ada Kitab Suci. Sedangkan pada masa kini, Allah menyatakan kehendak-Nya melalui pribadi dan karya Yesus Kristus, dan melalui Alkitab. Hanya sesekali Tuhan bisa memakai mimpi, jika Ia menghendakinya.

Kedua, tidak semua orang bisa mengartikan mimpi yang berasal dari Tuhan. Pada umumnya, “para ahli mimpi” sudah memiliki buku pedoman mengartikan mimpi. Ada budaya yang menyatakan bahwa makna mimpi selalu terbalik dari apa yang dimimpikan; ada pula yang mengatakan bahwa apabila bermimpi gigi tanggal, akan ada anggota keluarga yang akan meninggal, dan sebagainya. Namun mimpii yang berasal dari Tuhan tidak akan pernah bisa diartikan dengan menggunakan pedoman itu. Terbukti mimpi Raja Nebukadnesar tidak bisa diartikan oleh mereka. Seperti ada kabut penghalang.

Ketiga, TUHAN bisa berbicara kepada orang-orang yang tidak mengenal-Nya. Pada saat itu Raja Nebukadnezar adalah penyembah berhala. Ia belum mengenal TUHAN yang benar. Namun TUHAN berkenan menyatakan kehendak-Nya melalui mimpi. Ini merupakan anugerah umum sama seperti Tuhan bisa memberkati orang yang tidak seiman dengan kita, atau bahkan serang atheis pun melalui anugerah umum-Nya. Namun bagi kita, Allah juga memberikan anugerah khusus, sehingga kita bisa percaya kepada Yesus Kristus dan menerima tuntunan firman-Nya dalam hidup ini oleh pertolongan Roh Kudus.-

 

PA-1024. Ketika Sadrakh, Mesakh, dan Abednego diperhadapkan kepada tantangan akan dimasukkan ke dalam perapian yang menyala-nyala apabila tidak bersedia memuma dewa Babel dan menyembah patung emas yang didirikan oleh Nebukadnezar, mereka menjawab dengan tegas: “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.” (Daniel 3:17-18). Di akhir pasal ini, ternyata Tuhan melindungi mereka sehingga tidak mati di dalam perapian itu.

 

Dalam jawaban tersebut nampak kemantapan dan konsistensi iman mereka. Dua hal penting yang mereka ungkapkan, yaitu: kesanggupan Allah untuk melepaskan mereka, dan kedaulatan-Nya dalam bertindak. Ini adalah iman yang sehat dan sempurna, yaitu percaya bahwa Allah sanggup dan percaya bahwa kehendak-Nyalah yang terbaik. Apapun yang Allah lakukan, apakah melepaskan mereka atau tidak, mereka tetap akan setia kepada-Nya.

 

Dalam menghadapi pergumulan hidup, seringkali kita hanya memiliki salah satu dari dua aspek iman di atas. Ada yang beriman bahwa Allah sanggup melepaskan, namun kemudian imannya goncang ketika apa yang dikehendakinya dan dimohonkan dalam doa tidak terjadi. Yang lain lagi berserah kepada kehendak Allah tetapi terjebak dalam fatalism takdir, sehingga sama sekali tidak mau berjuang untuk meminta Allah melepaskannya dari pergumulan kehidupan. Jangan hanya memiliki salah satu aspek, melainkan kedua-duanya: Allah sanggup menyembuhkan, namun jika tidak sembuh … ? Allah sanggup memberkati, namun jika berkat belum juga datang … ? Allah sanggup memberi kemenangan dan keberhasilan, namun jika kembali mengalami kegagalan … ? Miliki iman yang mantap, yang tetap kokoh, baik ketika Tuhan menjawab doa kita sesuai keinginan kita atau tidak. Pada akhirnya, Tuhan tetap akan menyatakan kuasa-Nya sesuai dengan waktu dan kehendak-Nya.-

 

PA-1025. Dalam salah satu pengalaman hidupnya, Raja Nebukadnezar berkata “Betapa besarnya tanda-tanda-Nya dan betapa hebatnya mujizat-mujizat-Nya! Kerajaan-Nya adalah kerajaan yang kekal dan pemerintahan-Nya turun-temurun!” (Daniel 4:3). Bagaimana mungkin seorang raja diraja bisa mengungkapkan pengagungan kepada Tuhan semacam itu? Sebagai seorang raja dari sebuah kerajaan yang besar, Nebukadnesar amat bangga dan menjadi sombong. Ia amat meninggikan dirinya sendiri sehingga akhirnya Tuhan mencampakkannya. Ia menjadi seperti orang yang kehilangan ingatan dan berperilaku seperti hewan: ia makan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah oleh embun dari langit, sampai rambutnya menjadi Panjang seperti bulu burung rajawali dan kukunya seperti kuku burung. Akhirnya sesudah ia sadar kembali, ia memberikan pengakuan kepada Tuhan seperti di atas.

 

Pengalaman seperti itu sering terjadi dalam kehidupan orang-orang yang mencapai suatu keberhasilan. Mereka merasa bahwa semua pencapaian itu karena kemampuan yang dimilikinya. Padahal semua yang ada padanya, termasuk kemampuan mencapi prestasi itu adalah anugerah Allah yang telah menciptakannya. Ketidaksadaran akan anugerah Allah itulah yang mudah membuat seseorang menjadi sombong dan angkuh. Jika sudah demikian, maka Allah akan menjadi lawannya. Sebaliknya, jika kita selalu sadar bahwa apa yang ada pada kita semuanya adalah anugerah Tuhan, maka kita akan memiliki sikap rendah hati, senantiasa bersyukur kepada Tuhan dan mengembalikan semua pujian kepada-Nya. Orang yang rendah hati akan dikasihi oleh Tuhan, karena sesuai dengan hati-Nya. Belajarlah selalu dari Yesus Kristus Tuhan kita yang lemah lembut dan rendah hati!

PA-1026. “Dan inilah makna perkataan itu: Mené: masa pemerintahan tuanku dihitung oleh Allah dan telah diakhiri; Tekél: tuanku ditimbang dengan neraca dan didapati terlalu ringan; Perea: kerajaan tuanku dipecah dan diberikan kepada orang Media dan Persia” (Daniel 5:26-28). Itu adalah tiga kata yang tertulis di dinding istana raja Belsyazar oleh Allah sendiri untuk memberikan teguran dan hukuman kepadanya. Mengapa? Ia melecehkan perkara-perkara rohani dengan menggunakan peralatan Bait Suci untuk berpesta pora dalam dosa. Peralatan Bait Suci adalah benda-benda yang saat itu dikuduskan. Penyalahgunaan peralatan itu berarti menghina dan merendahkan TUHAN, Allah yang disembah di Bait Suci.

 

Belsyazar telah bersikap sombong di hadapan Allah dan manusia. Seharusnya ia ingat akan apa yang dialami oleh Nebukadnezar, raja sebelumnya, yang pernah dicampakkan Tuhan sedemikian rupa. Namun ternyata – sebagaimana manusia pada umumnya – tidak pernah mau belajar dari sejarah. Kesalahan yang sama terus diulang dan diulang.

 

Sebagai orang percaya kita harus menaruh perhatian penuh dan mengutamakan hal-hal rohani. Istilah “mengutamakan” bukan berarti kemudian mengabaikan yang jasmani, melainkan memprioritaskan, menghargai dan menghormati perkara-perkara rohani yang bernilai kekal. Seringkali manusia melakukan hal sebaliknya: mengutamakan hal jasmani dan mengabaikan hal rohani. Seharusnya kita berkata “Bagian yang paling hina dalam hidupku adalah harta bendaku!” Mengapa? Karena apabila kekayaan yang ada pada kita dibandingkan dengan kemuliaan Tuhan, tidak ada artinya sama sekali. Lebih baik lagi jika kalimat itu dilanjutkan dengan “Bagian yang tak ternilai dalam hidupku adalah Kristus yang telah berkorban bagiku!” Bagi setiap orang percaya, dunia akan tampak suram oleh sinar kemuliaan-Nya!

 

PA-1027. Dalam Daniel pasal 6 kita melihat adanya dua sifat Daniel yang juga harus kita miliki. Pertama, integritas. “…, sebab ia setia dan tidak ada didapati sesuatu kelalaian atau sesuatu kesalahan padanya.” (Daniel 6:5) Daniel menunjukkan integritasnya sebagai umat Allah ketika ia ditempatkan pada posisi terhormat di pemerintahan Darius, Raja Persia. Kata integritas bermakna dapat dipercaya, bertanggung-jawab dan loyal. Keberadaannya di negeri pembuangan, tidak menyurutkan tekadnya untuk selalu memberikan yang terbaik … seperti untuk Tuhan, bukan untuk manusia.

Kedua, konsistensi dalam berdoa. Daniel memiliki kebiasaan yang sangat baik, yaitu tiga kali sehari berdoa – “… tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” (Daniel 6:11). Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pejabat eselon satu, Daniel tetap dapat menyisihkan waktu untuk berdoa, meminta hikmat Allah agar ia mampu menjalankan integritasnya dengan baik.

Integritas dan konsistensi atau keajegan berdoa ini terus dipertahankannya sekalipun ada ancaman akan dimasukkan ke gua singa. Ada orang yang memiliki integritas dan konsistensi hanya ketika semuanya berjalan dengan lancer tanpa ancaman. Namun ketika ia mulai dijauhi rekan-rekan di kampus atau di tempat kerja dan masyarakat karena integritas dan konsistensi rohaninya, ia mulai kendor. Ia mulai membuang integritasnya dan kemudian melebur dalam dosa yang dilakukan lingkungannya.

Saat Daniel harus menjalani hukuman akibat integritas dan konsistensi berdoanya di gua singa, TUHAN membelanya. TUHAN menutup mulut singa-singa itu. Bagaimana bisa? Hanya oleh kuasa pembeaan TUHAN atas hamba-Nya yang melekat pada-Nya. Hal ini menjadi kesaksian bagi Raja Darius dan seluruh rakyat Babilonia, bahwa ketika seseorang berintegritas dan konsisten dalam kehidupan doanya, TUHAN tidak meninggalkannya.-

 

PA-1028. Dalam Daniel 7 Daniel memperoleh mimpi dan penglihatan mengenai kerajaan-kerajaan dunia yang dahsyat yang disimbolken dengan binatang-binatang: singa dengan sayap burung rajawali, beruang dengan tiga tulang rusuk di giginya. Macan tutul dengan empat sayap burung di punggungnya, dan binatang bertandung sepuluh dengan suatu tanduk lain yang kecil. Namun Daniel juga melihat “Yang Lanjut Usianya” yaitu Allah yang kekal yang memberikan kepada “Anak Manusia” “… kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa, dan Bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” (Daniel 7:14).

Mimpi dan penglihatan itu merupakan nubuatan yang telah digenapi: Raja Nebukadnezar dengan Kerajaan Babilonianya, Raja Darius dengan Kerajaan Media Persianya, Iskandar Agung dengan Kerajaan Yunaninya, dan Kekaisaran Romawi, munculnya Antikris, dan Kerajaan Allah yang didirikan oleh Yesus Kristus.

Dari kisah di atas kita belajar tentang kesetiaan dan konsistensi Allah dalam menggenapi janji-janji-Nya: baik janji penyertaan atas umat-Nya, kekuasaan dan kedaulatan-Nya atas bangsa-bangsa dan kerajaan-kerajaan serta atas sejarah, juga tentang hukuman yang akan dijatuhkan-Nya atas orang fasik yang meninggikan dirinya. Oleh sebab itu percayalah bahwa janji Tuhan itu “ya” dan “amin”, yang – lambat atau cepat – pasti digenapi, termasuk janji kedatangan Kristus yang keduakalinya.-

 

PA-1029. Dalam Daniel 8 kembali Daniel memperoleh penglihatan tentang apa yang akan terjadi di kemudian hari. Ia melihat “domba jantan dengan dua buah tanduk” (yaitu raja-raja orang Media dan Persia); “kambing jantan yang berbulu kesat” (yaitu raja negeri Yunani). Malaikat Gabriel yang diutus Tuhan mengatakan kepadanya “ … Tetapi engkau, sembunyikanlah penglihatan itu, sebab hal itu mengenai masa depan yang masih jauh.” (Daniel 8:26).

Bahkan, lebih detail lagi setelah raja negeri Yunani, yaitu Iskandar Agung wafat pada tahun 323 dalam usia 32 tahun, kerajaannya pecah menjadi empat:Kasander (mendapat Makedonia dan Yunani), Lysimakhus (mendapat Trase dan Asia Kecil), Seleukus (mendapat Aram dan daerah lain di sebelah Timur), dan Ptolomeus (mendapat Mesir). Hal ini perlu kita ketahui bahwa ketika Allah berfirman, semuanya digenapi … sampai kepada hal-hal yang amat kecil.

Dari sini kita memperoleh pemahaman bahwa baik alam besar (makrokosmos) maupun alam kecil (mikrokosmos) ada dalam control Allah Sang Pencipta. Ia tidak hanya menciptakan bintang-binta berukuran amat besar, namun juga organisme satu sel saja seperti amoeba yang tak nampak kasat mata. Ia jugalah yang telah menciptakan kita, manusia, menurut citra-Nya. Itu berarti hal-hal besar dan kecil dalam hidup kita diperhatikan-Nya. Terbukti dengan pernyataan Yesus Kristus sendiri bahwa rambut kepala kita pun terhitung semuanya. “ … Karena itu jangan  takut, karena kita lebih berharaga dari pada banyak burung pipit” (Lukas 12:7).-

 

PA-1030. Dalam Daniel 9:1-19 terdapat doa Daniel yang sangat komprehensif, sebuah doa yang diperkenan Tuhan. Salah satu bagian dalam doanya adalah “…, sebab kami menyampaikan doa permohonan kami ke hadapan-Mu bukan berdasarkan jasa-jasa kami, tetapi berdasarkan kasih sayang-Mu yang berlimpah-limpah.” (Daniel 9:18)

Masih ada orang Kristen yang belum bisa membedakan antara upah dan anugerah. Upah diberikan kepada seseorang atas posisi dalam karier dan prestasi kerjanya, sedangkan anugerah diberikan kepada seseorang bukan berdasarkan jasa atau prestasi kerjanya melainkan berdasarkan hak dan kewenangan penuh si pemberi anugerah bahkan walaupun si penerima tidak layak menerimanya. Itulah sebabnya dalam memohonkan doa agar Tuhan menggenapi janji-Nya untuk mengembalikan umat-Nya dari negeri pembuangan, ia menyatakan bahwa itu bukan berdasarkan jasa-jasa bangsa Israel, melainkan kasiah sayang Tuhan yang berlimpah-limpah.

Sebenarnya dari diri kita sebagai manusia, tidak ada sedikit pun yang dapat kita banggakan yang layak di hadapan Tuhan. Mengapa? Sebab semua prestasi terbaik kita raih dengan menggunakan semua yang Tuhan berikan kepada kita: uang/harta, kemampuan berpikir, waktu, kekuatan fisik/tubuh, dan sebagainya. Jadi jangan pernah sekali pun membanggakan jasa-jasa kita, termasuk dalam pelayanan. Jika bukan karena Tuhan yang telah menciptakan, menebus, membentuk dan memberi kita kepercayaan untuk menjadi kawan sekerja-Nya, kita bukanlah apa-apa dan bukan siapa-siapa. Kita debu belaka. Oleh sebab itu ketika kita berdoa, fokuskan bukan kepada jasa kita, melainkan pada kasih dan kemurahan-Nya saja.-

PA-1031. Daniel 9:20-27 diberitahukan kepada Daniel oleh malaikat Gabriel tentang apa yang akan terjadi di masa depan yang dikenal dengan “Nubuatan 70 Minggu”. Alasan mengapa Daniel yang memperoleh rahasia Akhir Zaman itu adalah “… sebab engkau sangat dikasihi. …” (Daniel 20:23). Hal ini sama dengan apa yang dialami oleh Rasul Yohanes di Pulau Patmos, sebab ia menyebut dirinya sebagai “murid yang dikasihi Yesus” (Yohanes 21:20). Dari dua tokoh inilah maka Kitab Daniel dan Kitab Wahyu menjadi dua Kitab Nubuat tentang Akhir Zaman, disamping Surat Tesalonika.

Di dalam diri kita harus ada kerinduan untuk menjadi orang yang dikasihi Tuhan, yaitu menerima anugerah keselamatan dari Allah di dalam Yesus Kristus dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Memegang perintah-Nya dan melakukannya merupakan wujud mengasihi Tuhan, yang selanjutnya akan dikasihi oleh-Nya (Yohanes 14:21).

Selanjutnya, nubuatan tersebut mengarah kepada Yesus Kristus, Sang Mesias, “seorang yang diurapi, seorang raja” (Daniel 9:25), yang akan “disingkirkan …  padahal tidak ada salahnya apa-apa” (Daniel 9:26). Kemudian datang seseorang yang “memusnahkan kota dan tempat kudus”, yaitu Jendral Titus dari Roma yang dalam sejarah tercatat menghancurkan kota Yerusalem pada tahun 70 M. Dari sini kita melihat bahwa Yesus Kristus dan Kota Yerusalem menjadi indikasi penggenapan nubuatan tentang Akhir Zaman. Apa yang terjadi dengan Kota Yerusalem menjadi salah satu tanda menjelang kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua kali dalam kemuliaan-Nya.-

PA-1032. Dalam penglihatan Daniel di tepi sungai Tigris, Ia diberitahu oleh malaikat Tuhan bahwa selama 21 hari (tepat 3 minggu selama Daniel berpuasa), ada pertempuran antara malaikat Tuhan (termasuk malaikat Mikhael) dengan “pemimpin kerajaan orang Persia” yaitu utusan Iblis (Daniel 10:13). Dari ayat ini jelas bahwa doa ada suatu pertempuran rohani, bukan sekedar sarana memohon kepada Tuhan.

Sebagai seorang pendoa, Daniel diberitahu adanya “peperangan” dalam dunia roh. Gambaran doa sebagai peperangan rohani adalah sebagai berikut: Alkitab menyatakan bahwa doa orang benar yang dengan yakin didoakan besar kuasanya (Yakobus 5:16). Ketika seseorang berdoa dengan sungguh-sungguh, doanya kepada Allah akan dihadang oleh utusan Iblis. Jika ia terus berdoa dan berdoa di dalam Roh (Efesus 6:18), maka doa itu sampai kepada Allah dan Ia akan mengutus malaikat-Nya untuk menyampaikan jawaban doa kita. Namun “di tengah perjalanan” ia juga dihadang oleh utusan Iblis agar jawaban doa tidak sampai kepada kita. Oleh sebab itu kita harus bertekun dalam doa, tidak asal-asalan berdoa.

Rasul Paulus mengingatkan kita agar dalam segala doa dan permohonan, kita selalu mengenakan selengkap senjata Allah, yaitu: ikat pinggang kebenaran, baju zirah keadilan, kasut kerelaan memberitakan Injil damai sejahtera, perisai iman, ketopong keselamatan, dan pedang Roh yaitu firman Allah. Kemenangan dalam doa tidak akan pernah kita raih jika kita hanya mengandalkan kemampuan diri kita. Kemenangan dalam doa hanya dapat kita raih jika kita mengandalkan kekuatan dari Allah.-

PA-1033. Dalam Daniel 11 dinubuatkan tentang akan adanya kerajaan Utara dan Kerajaan Selatan secara rinci. Dari Kerajaan Utara muncul pemimpin yang semula orang biasa tetapi kemudian ia mampu merebut keuddukan raja dengan perbuatan-perbuatan licin. Ia bahkan mampu membujuk orang-orang yang berlaku fasik agar murtad terhadap Perjanjian. “…; tetapi umat yang mengenal Allahnya akan tetap kuat dan akan bertindak.” (Daniel 11:32b).

Tentu tidak akan cukup waktu dan tempat membahas nubuatan Daniel tersebut, namun satu hal yang penting: goncangan apapun yang terjadi dengan dunia, umat yang mengenal Allah dengan benar akan tetap kuat dan akan bertindak. Dari kalimat singkat ini kita dapati tiga hal yang perlu dilakukan.

Pertama, mengenal Allah. Manusia punya sifat selalu ingin tahu tentang segala sesuatu. Kemudian ia melakukan penelitian dan penggalian sehingga ditemukanlah ilmu pengetahuan. Dari sana diaplikasikan berupa teknologi yang mempermudah dan mempercepat pekerjaan yang dilakukan. Sayangnya, manusia enggan untuk terus belajar mengenal siapa Allah yang disembahnya selama ini. Bagi orang Kristen, kita mengenal Allah kita dan memanggilnya Bapa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Kita akan terus bertumbuh untuk mengenal Dia lebih dalam melalui Kitab Suci dan pengalaman hidup kita sehari-hari.

                   Kedua, tetap kuat. Hanya orang yang mengenal Allah dengan benar yang akan kuat dalam menghadapi segala tantangan dan pergumulan hidup. Mengapa? Karena ia tahu kepada siapa ia percaya dan bersandar: Allah yang setia, Allah yang mahakuasa, Allah yang mengasihi dan memiliki rencana mulia dalam kehidupan umat-Nya.

                   Ketiga, akan bertindak. Orang yang mengenal Allah tidak akan pernah berdiam diri. Ia akan melakukan sesuatu yang dipimpin oleh Roh Allah, untuk menjadi berkat bagi banyak orang. Ia kuat dan mampu menguatkan orang lain; ia cukup dan mampu menolong orang lain; ia tegar dan mampu menghibur orang lain.

 

PA-1034. Daniel 12:3 mengatakan, Dan orang-orang bijaksana, akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya.” Hanya ada dua jenis manusia di muka bumi ini, yaitu orang yang bebal (tidak bijaksana) dan orang yang bijaksana. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat besar, bahkan bertolak belakang. Jika kita mengaku bahwa kita adalah orang-orang yang bijaksana, maka ada dua hal yang melekat pada diri kita.

Pertama, kita akan bercahaya seperti cahaya cakrawala. Cakrawala adalah bentangan langit, yang jika jernih, akan nampak sangat cerah. Saat melihat langit cerah, biasanya kita menjadi lebih bersemangat. Cahaya cakrawala memberikan kehidupan dan semangat berpengharapan. Cahaya cakrawala yang jernih juga menunjukkan kondisi yang baik dan menyehatkan. Itulah ciri orang bijaksana. Ia hanya akan menyebarkan semangat, positivime, optimisme, dan bersih dari segala motivasi yang tidka benar.

                   Kedua, kita akan menuntun banyak orang kepada kebenaran. Digambarkan seperti bintang, yang nampak indah, gemerlapan, saat langit itu gelap. Dalam keadaan dunia yang gelap, di situlah kita memancarkan cahaya kehidupan yang mampu mengarahkan orang lain kepada kebenaran, bukan kesesatan. Hanya orang yang mengenal Kebenaran dan hidup dalam kebenaran-Nya itulah yang akan mampu melakukan tugas tuntunan itu; bukan orang yang merasa dirinya benar, atau yang selalu membenarkan pendapatnya sendiri!

PA-1035. Sebagai seorang nabi TUHAN, Hosea menaati perintah TUHAN sepenuhnya, termasuk mengawini seorang perempuan sundal bernama Gomer. Apa yang dilakukan Nabi Hosea termasuk prophetic action yang sangat unik dan spesifik ini tidak boleh kita ikuti. Mengapa? Karena di dalamnya ada pesan TUHAN untuk menjadikan prophetic action itu sebagai gambaran umat TUHAN yang tidak setia kepada-Nya.

Dari perkawinan itu dihasilkan tiga orang anak – Yizreel, Lo-Ruhama, dan Lo-Ami, yang berarti “Allah menceraiberaikan”, “tidak dikasihi”, dan “bukan umat-Ku”. Ketiga arti nama itu menunjukkan sikap TUHAN terhadap umat-Nya yang tidak setia. Namun apakah status umat TUHAN akan terus tetap seperti itu? TUHAN selanjutnya berkata, “katakanlah kepada saudara-saudaramu laki-laki: “Ami” dan kepada saudara-saudaramu perempuan: “Ruhama”” (Hosea 1:12). Artinya, TUHAN berjanji bahwa mereka Kembali akan menjadi umat-Nya dan Kembali dikasihi. Kapan? Apabila mereka mau bertobat dan kembali kepada-Nya.

Pesan TUHAN ini menunjukkan kerinduan TUHAN agar kita tetap setia kepada-Nya, dan tidak meninggalkan-Nya, atau menggantikan-Nya dengan yang lain. Terlalu banyak orang – karena satu atau lain hal – meninggalkan TUHAN, seakan-akan mereka tidak membutuhkan-Nya. Yang benar adalah bahwa kita sangat membutuhkan TUHAN, sumber segala-galanya bagi kita. Kesetiaan kepada-Nya akan mendatangkan perkenanan TUHAN. Kita akan disebut umat-Nya dan dikasihi-Nya. Bagi yang telah meninggalkan TUHAN, kembalilah. Di luar TUHAN, Anda tidak akan mampu berbuat apa-apa. Tangan-Nya tetap terkedang menunggu untuk menyambut Anda. –

 

PA-1036. Sejauh mana relasi antara TUHAN dengan umat-Nya digambarkan oleh TUHAN sendiri demikian: “Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang.” (Hosea 2:18). Ini adalah suatu relasi yang terindah, teragung, dan terbaik. Prinsip dari relasi ini telah ditetapkan oleh Allah sendiri sejak dalam kekekalan, disampaikan berulangkali kepad aumat-Nya, bahkan sampai di Kitab Wahyu: Yesus Kristus sebagai Mempelai Laki-laki dan Gereja – yaitu persekutuan orang-orang percaya sebagai Mempelai Perempuan-Nya.

Pola relasi ini harus menjadi pola relasi dalam setiap keluarga Kristen, sebagaimana dijelaskan oleh Rasul Paulus dalam Efesus 5:22-33. Perhatikan beberapa ciri yang seharusnya ada, melekat erat dalam setiap keluarga: keadilan (righteousness), kebenaran (judgment), kasih setia (lovingkindness), dan kasih sayang (mercies). Keberadaan keempat pilar itu tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh kekuatan dan kemampuan suami atau isteri, melainkan hanya mampu dilaksanakan dalam relasi keduanya dengan Allah sebagai Pemrakarsa Pernikahan itu sendiri.

Itulah sebabnya digambarkan hubungan antara Allah, suami dan isteri seperti titik-titik sudut sebuah segitiga, dimana Allah di titik teratas, suami dan isteri di dua titik lainnya di bawah. Ketika baik suami maupun isteri mendekat kepada Allah, maka relasi di antara mereka berdua otomatis juga akan semakin dekat. Sebaliknya, Ketika salah satu atau dua-duanya menjauh dari Allah, maka relasi di antara mereka berdua juga akan semakin renggang.-

 

PA-1037. Gomer, isteri Hosea, ternyata tidak setia kepada suaminya. Ia kembali lagi kepada hidup lama yang hina dan penuh dengen kemaksiatan. Padahal ia telah diangkat dan dimuliakan. TUHAN berkata kepada hamba-Nya, Hosea, untuk menerimanya kembali namun dianggap sepi. Namun demikian kondisi “dibiarkan” ini bersifat sementara, karena “… Mereka akan datang dengan gementar kepada TUHAN dan kepada kebaikan-Nya pada hari-hari yang terakhir.” (Hosea 3:5b). Sungguh bukan sesuatu yang menyenangkan apabila komunikasi terputus. Posisi dekat tetapi hati jauh.

Ketika sesuatu hilang dari hidup seseorang, termasuk komunikasi dengan orang yang mengasihi kita, ia merasa menyesal. Pada saat itulah ia akan mengingat betapa berharganya benda, suasana, atau seseorang itu. Seorang suami, misalnya, biasanya baru menyadari betapa berharganya seorang isteri, bukan pada saat isterinya berada di sampingnya, melainkan justru ketika ia sedang tidak ada di sampingnya selama beberapa waktu: mungkin sedang mengikuti acara ibu-ibu di luar kota, dan sebagainya. Seorang anak menangis di pusara ibunya dan menyesal ia tidak menjaga dan memelihara ibunya dengan baik. Barulah setelah ibunya berpulang ia menyadari betapa ibunya begitu mengasihi dia. Penyesalan semacam itu sering terjadi, dan tidak ada gunanya lagi.

Demikian pula halnya dengan kehidupan kerohanian kita. Jemaat juga sering merasa betapa berharganya jam-jam ibadah kepada Tuhan – walaupun hanya 90 menit – bersekutu dengan saudara seiman lainnya – justru ketika karena situasi dan kondisi, jemaat harus mengikuti ibadah di rumah masing-masing. Hal itu akan dibiarkan Tuhan terus berlangsung sampai kita benar-benar sadar betapa berharganya hal itu. Mari kita dating kepada TUHAN dan kebaikan-Nya … jangan menunggu di lain waktu. Sekaranglah waktunya mencari TUHAN!

 

PA-1038. TUHAN menegur keras umat-Nya dengan berkata, “Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu.” (Hosea 4:6). Ada tiga kata kerja penting dalam ayat ini yang perlu kita pahami: mengenal, menolak, melupakan.

Mengenal. Ungkapan “Tak kenal maka tak sayang” sangatlah tepat. Bagaimana kita bisa memiliki sikap yang benar terhadap Allah, apalagi mengasihi-Nya, jika kita tidak mengenal-Nya? Kaum agnostik mengatakan bahwa tidak mungkin manusia yang terbatas mengenal Allah yang tidak terbatas. Namun pendapat itu salah. Manusia tetap dapat mengenal Allah sejauh Allah menyatakan (mewahyukan) diri-Nya kepada kita. Dalam iman Kristen, Allah mewahyukan diri-Nya secara umum (melalui alam semesta, sejarah, dan hati Nurani manusia), dan secara khusus (melalui firman Allah dan Yesus Kristus).

Menolak.  Maukah Allah dikenal? Ya, Ia sangat ingin dikenal. Terbukti di sini bahwa sebenarnya Allah menyediakan diri untuk dikenal oleh umat-Nya, namun umat-Nya yang menolak pengenalan itu. Manusia tidak mau tahu tentang Allah, dan tidak mau mengenal-Nya. Sebagai penggantinya manusia menciptakan ilah lain bagi diri mereka sendiri, dan akhirnya mereka tersesat. Jangan menolak pengenalan akan Allah, agar Ia juga tidak menolak kita.

Melupakan. Ketika umat Tuhan mulai bersedia mengenal Allah, dan kemudian dapat mengenal-Nya dengan baik. Mereka memperoleh pengajaran-Nya yang sangat bermanfaat bagi hidup ini. Namun, ternyata itu tidak bertahan lama. Dengan segera mereka melupakan pengajaran Allah yang sempurna dan kekal, dan beralih kepada pengajaran manusia yang tidak sempurna dan bersifat sementara. Jangan sekali-kali melupakan pengajaran Tuhan. Justru kian lama harus kian memahami dan kian berpegang kepada pengajaran itu.-

PA-1039. TUHAN berkata kepada umat-Nya, “Aku akan pergi pulang ke tempat-Ku, sampai mereka mengaku bersalah dan mencari wajah-Ku. Dalam kesesakannya mereka akan merindukan Aku.” (Hosea 5:15). TUHAN itu Mahahadir, sehingga – kata sebagian orang – tidak perlu dicari-cari. Perkataan ini benar, tetapi ayat ini juga benar. Sekalipun Ia Mahahadir tetapi dengan menggunakan ungkapan anthropologis (keserupaan dengan manusia), maka TUHAN belum tentu berkenan ditemui. Apalagi ada ayat lain mengatakan, “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” (Yes. 55:6).

Untuk kembali dapat menjumpai TUHAN dan diperkenan oleh-Nya, umat TUHAN harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan-Nya, yaitu: mengaku bersalah, mencari wajah-Nya. Rupanya mengaku bersalah tidaklah mudah dilakukan. Manusia lebih mudah mencari kesalahan orang lain dan bersembunyi saat ia melakukan dosa dan kesalahan. Hanya orang yang besar hati – seperti Daud – yang ketika ditegur oleh TUHAN – menyadari dosanya, mengakuinya. Akibatnya? Ia memperoleh pengampunan dari TUHAN dan menjadi umat kesayayangan-Nya.

Demikian juga dengan mencari wajah TUHAN. Banyak orang ketika dalam kesesakan mengandalkan diri-Nya sendiri atau orang lain yang dianggap mampu menolongnya. Itulah sebabnya, terkadang TUHAN izinkan kesesakan melanda umat-Nya sedemikian rupa, sehingga mereka tidak mampu memperoleh jawaban atau solusi dari siapa pun juga. Pada akhirnya – jika mereka sadar – mereka akan merindukan TUHAN dan berseru kepada-Nya. Namun pada umumnya, Langkah ini diambil di bagian akhir, ketika semua sudah menjadi runyam dan nyaris hancur lebur.

Jangan menunggu! Segeralah datang kepada TUHAN, akui segala kesalahan, dan cari wajah-Nya. Maka Ia pun akan segera mengulurkan tangan-Nya menolong dan melepaskan kita dari kesesakan yang menghimpit kita.-

 

PA-1040. TUHAN berkata, “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” (Hosea 6:6). Ada pepatah yang mengatakan bahwa seseorang bisa berkorban tanpa mengasihi, tetapi ia tidak bisa mengasihi tanpa berkorban. Lalu jika pengorbanan itu tidak didasari oleh kasih, oleh apa?

Banyak motivasi yang salah ketika seseorang berkorban: (1) sekedar kewajiban tanpa penghayatan; (2) sebagai pancingan agar memperoleh berkat lebih banyak lagi; (3) agar dilihat oleh orang lain betapa dia begitu murah hati; (4) agar memperoleh perhatian lebih dari pemimpin lembaga dimana ia memberi, bahkan bisa mendapatkan posisi di lembaga tersebut; (5) guna memenuhi persyaratan guna memperoleh perlindungan dan keselamatan.

Bagi TUHAN, sia-sialah korban sembelihan dan korban-korban bakaran, yang sekalipun dilakukan tetapi tidak didasarkan pada kasih. Bahkan TUHAN membenci praktik pemberian korban yang demikian. Ia lebih menyukai kasih setia lebih dari itu semua. Ketika seseorang mengasihi TUHAN, secara otomatis ia akan memberikan yang terbaik kepada TUHAN. Ia juga akan bermurah hati menolong sesamanya yang membutuhkan. Miliki kasih kepada TUHAN lebih dulu dan semakin mengasihi-Nya, barulah kemudian kasih itu diwujudkan dengan pemberian korban syukur kepada-Nya.-

 

PA-1041. TUHAN berkata bahwa “Efraim telah menjadi merpati tolol, tidak berakal, dengan memanggil kepada Mesir dan pergi kepada Asyur.” (Hosea 7:11). Mesir dan Asyur pada masa itu merupakan kerajaan yang amat kuat, baik militer maupun ekonominya. Sebagian besar bangsa-bangsa takluk kepada mereka. Jika mereka diancam oleh bangsa lain, biasanya meminta salah satu dari Kerajaan Besar itu untuk melindunginya. Tentu saja dengan imbalan memberikan upeti kepada rajanya.

Ketika seseorang sedang menghadapi masalah, apakah itu terkait dengan ekonomi, kesehatan, atau yang lainnya, mudah tergoda untuk meminta pertolongan dan berharap kepada pihak lain yang dianggap lebih kuat. Kalau sudah demikian, biasanya tidak lagi berdoa kepada TUHAN yang tak nampak dan dirasa lambat. Banyak yang menganggap lebih mudah mencari pertolongan dari manusia (yang Nampak) dari pada berdoa dan menanti pertolongan TUHAN yangtak nampak.

Kita yang sudah mengenal TUHAN dan kemahakuasaan-Nya harus terlebih dahulu berdoa dan berseru kepada TUHAN. Kalau kemudian dari tuntunan firman TUHAN yang kita baca serta dorongan Roh Kudus membawa kita untuk datang kepada orang lain supaya menolong kita, itu bisa dibenarkan. Kita memang diminta TUHAN untuk cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati (Matius 10:16), tetapi jangan menjadi merpati tolol!

 

PA-1042. TUHAN berkata, “Mereka telah mengangkat raja, tetapi tanpa persetujuan-Ku; mereka mengangkat pemuka, tetapi dengan tidak setahu-Ku.” (Hosea 8:4). Dalam dunia kepemimpinan dikenal beberapa model dasar yaitu: otoriter, demokratis (atau partisipatif), dan laissez faire. Dalam pemerintahan juga ada bentuk-bentuk:  monarkhi (satu pemerintah) atau republik (presidensial atau parlementer).

Dalam Perjanjian Lama, yaitu pada zaman raja-raja Yehuda dan Israel, sekalipun sistem monarkhi, tetapi diawali dengan teokrasi. Dalam sistem ini, boleh saja rakyat mengangkat raja dari silsilah kerajaan atau dinasti (Kerajaan Yehuda), atau dari kalangan rakyat (Kerajaan Israel), tetapi seharusnya diawali dengan meminta petunjuk atau persetujuan TUHAN. Mengapa? Sebab kedua kerajaan itu adalah satu bangsa adanya, bangsa Israel, umat pilihan TUHAN. Namun kenyataannya, mereka memilih semau mereka sendiri, menurut selera mereka sendiri, sama sekali tidak melibatkan TUHAN di dalamnya.

Bagaimana Anda mengambil keputusan mengangkat pemimpin atau menerima karyawan? Apakah sekedar mendengar visi misi yang disampaikannya? Janji-janji muluk yang diucapkan-Nya? Penampilan hebat yang ditunjukkannya? Curriculum vitae yang diserahkannya? Ataukah, setelah mengetahui semuanya itu, kemudian datang kepada TUHAN, dan meminta petunjuk-Nya? Ketika TUHAN diminta keputusan-Nya, maka Ia akan memberitahukan kepada kita siapa yang harus kita pilih sebagai pemimpin atau pegawai. Biasakan selalu melibatkan TUHAN dalam seluruh aspek kehidupan Anda.-

 

PA-1043. Hosea berkata, “Allahku akan membuang mereka, sebab mereka tidak mendengarkan Dia, maka mereka akan mengembara di antara bangsa-bangsa.” (Hosea 9:17). Setelah sekian banyak peringatan yang disampaikan TUHAN kepada umat-Nya melalui para nabi, dan ternyata mereka tetap tidak mendengarkan-Nya dan tidak mau bertobat, maka TUHAN memunculkan efek jera, dengan ‘membuang’ mereka. Tragis, bukan?

Banyak orang berpandangan bahwa TUHAN itu penuh kasih, dan Ia tidak akan pernah tega membuat umat-Nya menderita. Mereka lupa bahwa TUHAN yang Mahakudus tidak dapat berdiam diri melihat umat-Nya hidup dalam kenajisan. Bandingkan dengan diri kita sendiri saja. Apa yang akan Anda lakukan saat anak-anak Anda berbuat salah? Tentu Anda akan menegur dan mengingatkan mereka untuk berhenti melakukan kesalahan itu, dan beralih melakukan hal yang baik dan benar.

Namun, jika kemudian – sekalipun telah berulang kali diperingatkan – mereka membandel, dan sama sekali tidak mau mendengarkan dan menaati perintah Anda, apa tindakan Anda. Sebagai orang tua yang baik, tentunya Anda akan emmberikan disiplin, efek jera, dan untuk sementara waktu “membiarkan” mereka. Diharapkan dengan pembiaran itu, mereka jera, dating kepada kita meminta maaf dan memperbaiki kelakuannya. Anda pun pasti akan menerima mereka Kembali, bukan? Itulah yang sebenarnya TUHAN lakukan atas umat-Nya.

Oleh sebab itu jangan menjadi anak TUHAN yang keras kepala dan membandel. Begitu ada kekeliruan, segera datang meminta ampun kepada TUHAN, bertobat dengan tidak lagi mengulangi dosa atau kesalahan itu. Minta Roh Kudus memampukan Anda untuk bisa berkemenangan atas kuasa dosa!

 

PA-1044. TUHAN berkata, “Menaburlah bagimu sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia! Bukalah bagimu tanah baru, sebab sudah waktunya untu mencari TUHAN, sampai Ia datang dan menghujani kamu dengan keadilan.” (Hosea 10:12). Selalu ada keterkaitan antara perbuatan-perbuatan baik dan benar secara universal dengan mencari TUHAN. Adalah suatu hal yang mustahil bagi orang-orang yang menyangkal adanya TUHAN untuk bisa berbuat baik dan benar sesuai standar TUHAN sendiri.

Orang yang menabur keadilan akan menuai kasih setia. Mengapa? Orang yang berlaku adil akan dikasihi TUHAN dan manusia, karena TUHAN itu sendiri Mahaadil dan manusia yang memperoleh keadilan akan berterimakasih kepada orang lain yang mengusahakannya. Bersikap adil berarti menyeimbangkan antara hak dan kewajiban, serta memberikan upah atau hukuman secara obyektif. Ketidakadilan bisa terjadi karena sikap-sikap subyektif, seperti: suap, rasial, intoleran, arogansi, dan sebagainya.

Akibat orang yang mencari TUHAN adalah memperoleh keadilan. Mengapa? Sebab orang yang mencari TUHAN mencari Dia yang Mahaadil. Orang seperti ini tidak akan melakukan pembelaan diri ketika dia dihujat, sebab ia tahu bahwa pembelaan dan pembalasan itu adalah hak TUHAN (Ibrani 10:30). Ia juga tidak akan menghakimi orang lain hanya karena pandangan sepintas saja (Matius 7:1).-

 

PA-1045. TUHAN menyatakan kepada umat-Nya, “… Hati-Ku berbalik dalam diri-Ku, belas kasihan-Ku bangkit serentak.” (Hosea 11:8b). Itulah TUHAN kita: TUHAN yang Mahakudus dan Mahaadil, sekaligus Mahakasih, bahkan Ia adalah kasih itu sendiri (1 Yoh. 4:8). Jika demikian, makanakah yang lebih besar: kedilan-Nya atau kasih-Nya. Jawabnya adalah: sama! Namun karena yang sering kita dengar adalah tentang kasih-Nya, maka kita sering kurang memahami keadilan-Nya.

Memahami dan mengalami kasih TUHAN bisa mendatangkan dua kemungkinan: tidak menghargai kasih-Nya sehingga cenderung untuk tetap hidup semau gue; atau, sangat menghargai kasih-Nya, sehingga selalu hidup dalam bersyukur dan menata hidup sedemikian rupa agar lebih menyenangkan hati-Nya. Seharusnya semua orang percaya memiliki sikap yang kedua ini: semakin mengenal kasih TUHAN semakin mengasihi Dia.

Apa wujud mengasihi TUHAN? Wujudnya adalah menaati firman-Nya, tentu dengan pertolongan Roh Kudus. Wujud yang lebih kongkrit adalah menyatakan kasih TUHAN kepada sesama. Bagaimana kita berkata bahwa kita mengasihi TUHAN yang tak Nampak jika kita tidak mengasihi sesama kita yang tampak? Kasihi sesame tanpa melihat perbedaan etnis, status sosial, agama, golongan, dan sebagainya. Lihat, hargai, dan berbagi kasih dengan mereka, yang diciptakan oleh TUHAN sesuai dengan citra-Nya sendiri.-

 

PA-1046. TUHAN berkata kepada umat-Nya, “Engkau ini harus berbalik kepada Allahmu, peliharalah kasih setia dan hukum, dan nantikanlah Allahmu senantiasa.” (Hosea 12:7). Banyak orang mengalami kesulitan saat harus mewujudkan sesuatu yang bersifat abstrak. Ungkapan ‘berbalik kepada Allah’ atau dengan kata lain ‘bertobat’ adalah sesuatu yang abstrak. Apa wujudnya? Dengan jelas TUHAN berkata bahwa wujudnya adalah ‘memelihara kasih setia (mercy) dan hukum (judgment)’ serta ‘menantikan TUHAN senantiasa (wait on God continually)’.

Kasih setia merupakan belas kasihan yang dinyatakan kepada sesama manusia yang membutuhkan. Contoh jelas pertobatan jenis ini adalah apa yang dilakukan oleh Zakheus. Ketika Yesus datang ke rumahnya, mau menerimanya sebagai sahabat, padahal ia adalah seorang pemungut cukai yang penuh dosa. Zakheus langsung berkata, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” (Lukas 19:8). Pertobatan berkaitan pemulihan hubungan antara kita dengan TUHAN dan sesama.

Hukum merupakan perilaku keadilan yang juga harus terwujud dalam kehidupan setiap orang percaya, yaitu: (a) memberikan kepada orang lain apa yang menjadi hak mereka, dan (b) menyatakan apa yang benar atau salah secara obyektif.

Menantikan TUHAN bisa dilakukan dengan teratur setiap hari, karena Dia dalah sumber segala-galanya. Jangan sampai terjadi TUHAN yang menantikan kita. Sesungguhnya, kitalah yang sangat membutuhkan-Nya … lebih dari nafas kita.-

 

PA-1047. TUHAN berkata, “… di manakah penyakit samparmu, hai maut, di manakah tenaga pembinasamu, hai dunia orang mati? …” (Hosea 13:14b). Dalam perkataan TUHAN ini ada dua makna besar.

Yang pertama adalah pernyataan murka TUHAN sebagaimana dinyatakan kepada umat-Nya melalui Nabi Hosea. Maksudnya adalah bahwa TUHAN akan mengirimkan penyakit sampar secara endemic sehingga banyak umat TUHAN yang menjadi korban. Mengapa? Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa penyebabnya adalah ketidaksetiaan umat TUHAN kepada-Nya. Dalam kasih-Nya TUHAN mendisiplin mereka agar muncul efek jera.

Yang kedua adalah pernyataan kemenangan atas penyakit sampar dan dunia orang mati. Hal ini disampaikan oleh Rasul Paulus dalam inspirasi atau pengilhaman Roh Kudus untuk menyatakan kuasa kebangkitan Kristus yang membungkan kuasa dosa dan maut (1 Kor. 15:55). Ini adalah sorak kemenangan terbesar manusia. Mengapa? Karena kuasa dosa dan maut adalah hal yang paling ditakuti oleh umat manusia. Namun oleh kuasa kebangkitan Yesus Kristus telah mematahkan sengatnya.

Kedua hal itu harus ada dalam kehidupan kita secara seimbang: hidup menyenangkan hati Tuhan dan setia kepada-Nya agar tidak menerima murka-Nya, dan mengalami kuasa kemenangan kebangkitan Kristus sehingga tidak takut lagi bahkan terhadap maut sekalipun, karena sengatnya telah dipatahkan-Nya.-

 

PA-1048. Kalimat pertobatan yang dimaksud oleh TUHAN adalah, “… Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami. Asyur tidak dapat menyelamatkan kami, kami tidak mau mengendarai kuda, dan kami tidak akan berkata lagi: Ya, Allah kami! Kepada buatan tangan kami. Karena Engkau menyayangi anak yatim”. (Hosea 14:3). Beberapa poin penting dalam kalimat pertobatan di atas adalah sebagai berikut.

Pertama, menyatakan sebuah pengakuan dosa. Tidak ada dosa yang tidak diampuni asalkan diakui oleh yang bersangkutan. Orang yang mau mengaku dosa adalah seorang yang gentleman, yang tidak melemparkan kesalahan kepada orang lain.

                   Kedua, meminta pengampunan TUHAN. Pengampunan TUHAN selalu diberikan, karena tidak ada dosa yang terlalu besar yang tidak bisa diampuni, kecuali dosa menghujat Roh Kudus (Markus 3:29).

                   Ketiga, berjanji untuk tidak berbuat dosa lagi. Adalah percuma mengaku dosa dan menerima pengampunan TUHAN jika hati tidak mau move on dari niat dan tindakan keberdosaan itu. Pengampunan Tuhan Yesus kepada perempuan yang kedapatan berbuat zinah disertai dengan perintah “… dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang” (Yohanes 8:11).

                   Keempat, melakukan apa yang TUHAN suka. Orang yang bertobat berhenti melakukan apa yang TUHAN tidak suka, namun tidak lalu berdiam diri. Ia kemudian belajar mengenal apa yang TUHAN suka, lalu ia melakukannya. Salah satunya adalah menolong orang yang membutuhkan, seperti anak yatim, dan sebagainya.-

 

PA-1049. Hari ini kita mulai belajar dari Kitab Yoel. Nama “Yoel” berarti “TUHAN adalah Allah”. Ia menyampaikan firman TUHAN yang berkata, “Pohon anggur sudah kering dan pohon ara sudah merana, pohon delima, juga pohon korma dan pohon apel, segala pohon di padang sudang mongering. Sungguh, kegirangan melayu dari antara anak-anak manusia.” (Yoel 1:12).

Pada zaman Yoel, murka TUHAN dinyatakan kepada umat-Nya dengan adanya bencana dari alam, yaitu serbuan wabah belalang. Tidang tanggung-tanggung, ada empat jenis belalang yang merusak ladang mereka: belalang pengerip, pindahan, pelompat, dan pelahap. Serbuan itu bertahap, dari kecil ke besar.

Banyak hal yang bisa lenyap dari kehidupan setiap orang ketika TUHAN mendisiplinnya, yang disimbolkan dalam ayat di atas dengan berbagai jenis tanaman: anggur (sukacita), ara (kebenaran), delima (kesatuan), korma (kesehatan), apel (kasih), dan segala pohon di padang (aspek kehidupan lainnya).

Ketika semuanya terjadi, manusia tidak akan mampu memulihkan keadaan seperti itu dengan kekuatannya sendiri atau kekuatan sesama manusia lainnya. Yang dibutuhkan adalah introspeksi diri, menyesal, dan bertobat. Tidak ada cara lain!

 

PA-1050. Pertobatan mendatangkan pemulihan. Itu yang TUHAN katakan kepada umat-Nya, “Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang … Maka kamu akan makan banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan amu akan memuji-muji nama TUHAN, Allahmu, yang telah memperlakukan kamu dengan ajaib; …” (Yoel 2:25-26). Mari kita lihat beberapa bentuk pemulihan.

Pertama, pengembalian. Tidaklah sulit bagi TUHAN untuk mengembalikan kepada kita apa yang telah dipercayakan-nya sebelumnya: keuangan, Kesehatan, pelayanan, dan sebagainya, asalkan pertobatan yang dilakukan jelas.

                   Kedua, kepuasan. Ini berbicara baik tentang kepuasan jasmani dalam hal makanan, dan kepuasan rohani dalam hal menikmati firman Tuhan. Dengan makan banyak-banyak maka mereka yang tadinya lemah atau loyo karena kekurangan makanan atau gizi, kini dapat memperoleh kekuatan dan kesehatan.

                   Ketiga, pujian. Pertobatan membawa seseorang untuk memahami pribadi dan karya TUHAN lebih baik dari sebelumnya. Kalau tadinya ia berpikir TUHAN itu tidak ada, kalaupun ada tapi berbuat jahat, mengecewakan, dan sebagainya; kini tahu dan percaya bahwa TUHAN itu ada, Mahabaik, dan tidak pernah mengecewakan siapapun. Ia kemudian akan memuji TUHAN dan memberitahukan kepada orang lain tentang TUHAN dan kebaikan-Nya.

                   Keempat, keajaiban. TUHAN yang dipuji adalah TUHAN yang telah melakukan pelbagai keajaiban, termasuk memulihkan umat-Nya. Keajaiban lebih diarahkan kepada perbaikan tingkah laku dan karakter seseorang sehingga serupa dengan Kristus ketimbang mukjizat lainnya. Perubahan hidup: dari lama menjadi baru, dari tidak berarti menjadi berarti, dari gelap kepada terang, … itulah keajaiban sejati!

 

PA-1051. Pemulihan tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga secara rohani. TUHAN berkata, “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu.” (Yoel 2:28-29).

Rasul Petrus menyatakan bahwa nubuatan Yoel tersebut telah digenapi pada Hari Raya Pentakosta dan akan terus berlanjut, ketika Roh Kudus dicurahkan dalam kehidupan orang percaya. Apa maknanya?

Pertama, semua orang percaya memperoleh mimpi dan penglihatan, yaitu penyataan TUHAN secara supranatural, yang sesuai dengan firman-Nya. Yang perlu diwaspadai di sini adalah adanya orang-orang yang mengklaim memperoleh pesan TUHAN tetapi ternyata itu sebuah kepalsuan.

Kedua, semua orang percaya memperoleh semua orang percaya memperoleh Penolong (parakletos – yang selalu berada di sisi), untuk membawa kita kepada seluruh kebenaran. Roh Kudus adalah Penghibur yang menguatkan hati setiap orang percaya untuk tetap bertahan dalam iman di tengah badai kehidupan hingga kedatangan Yesus Kristus kedua kalinya.

Ketiga, semua orang percaya memperoleh kuasa untuk menjadi saksi-Nya, yaitu memberitakan kasih Allah di dalam Yesus Kristus kepada semua orang dengan perkataan, kehadiran, dan perbuatan.-

 

PA–1052. Nabi Yoel berkata, “TUHAN mengaum dari Sion, dari Yerusalem Ia memperdengarkan suara-Nya, dan langit dan bumi bergoncang. Tetapi TUHAN adalah tempat perlindungan bagi umat-Nya, dan benteng bagi orang Israel.” (Yoel 3:16). Ada perbedaan yang sangat besar antara perlakuan TUHAN terhadap orang fasik dengan orang benar, yaitu umat-Nya.

Terhadap orang fasik yang selalu tidak suka akan kebenaran, kebaikan, kekudusan, dan kasih, TUHAN mengaum bagaikan singa yang siap menerkam mereka. Suara-Nya membuat langit dan bumi dimana mereka berpijak bergoncang. Dengan kata lain ada kesulitan besar yang dihadapi oleh orang-orang yang mengabaikan TUHAN dan tidak hidup sebagai umat-Nya, melainkan sebagai musuh-Nya.

Ketika di tengah-tengah komunitas itu ada orang benar, umat TUHAN yang mengasihi TUHAN dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya, bisa saja melihat adanya kesulitan itu, namun TUHAN berjanji akan menjadi tempat perlindungan dan benteng bagi mereka.

Di sinilah letak keadilan TUHAN. Bagi yang memusuhi-Nya dengan tetap hidup dalam dosa, akan mengalami penghukuman; sedangkan bagi yang mengasihi-Nya dengan tetap hidup membenci dosa, akan mengalami perlindungan yang kokoh dan perkenanan-Nya.- Di pihak manakah Anda berada?

 

PA-1053. Hari ini kita belajar Kitab Amos. Amos pasal 1 menyatakan penghukuman TUHAN atas bangsa-bangsa, yaitu: Suriah (“Damsyik”), Filistin (“Gaza”), Tirus, Edom, dan Amon. Mereka adalah bangsa-bangsa yang tinggal di seputar umat TUHAN, yang berulangkali mendatangkan bencana atas umat TUHAN. Ungkapan yang berulangkali digunakan adalah “Karena tiga perbuatan jahat …, bahkan empat, …” (Amos 1:3, 6, 9. 11, 13).

Hal ini menunjukkan bahwa apabila kita seseorang melakukan perbuatan jahat terhadap orang benar, TUHAN ‘membiarkan’ perbuatan jahat itu hingga tiga kali. ‘Pembiaran’ itu biasanya berbentuk teguran-teguran. Namun apabila tidak juga berubah, bahkan melakukan perbuatan jahat hingga yang keempat kalinya, maka bukan lagi teguran yang TUHAN berikan, melainkan penghukuman.

‘Kesempatan’ untuk berubah selalu TUHAN berikan. Sayangnya banyak yang mengabaikan kesempatan itu, bahkan menganggap sepi kesabaran TUHAN, sehingga berpikir bahwa nampaknya apa yang diperbuat benar adanya. Aborsi, ketidaksetiaan (perselingkuhan), homoseksualitas, perjudian, penjualan barang illegal, kekerasan, dan perbuatan jahat lainnya terbukti masih terus berjalan, bahkan cenderung meningkat. Tugas umat TUHAN adalah mendoakan dan menyampaikan kebenaran firman TUHAN kepada mereka dengan menunjukkan perilaku yang bisa menjadi teladan agar mereka bertobat. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan kita, siapa lagi?

 

PA-1054. Ternyata teguran TUHAN masih berlanjut, yaitu kepada Moab, bahkan juga kepada Yehuda dan Israel, umat TUHAN sendiri. Apa yang terjadi jika, “Orang cepat tidak mungkin lagi melarikan diri, orang kuat tidak dapat menggunakan kekuatannya, dan pahlawan tidak dapat melarikan diri”? (Amos 2:14). Ini berbicara tentang salah satu bentuk hukuman TUHAN, yaitu orang tidak dapat menggunakan apa yang dimilikinya.

Hal semacam ini eprnah terjadi dalam kehidupan ketujuh murid Yesus saat mereka Kembali ke Galilea untuk menangkap ikan. Kurun waktu 3,5 tahun mengikut Yesus tentu tidak serta merta membuat mereka lupa bagaimana cara menjala ikan, sebab itu adalah keahlian mereka sebelum menjadi murid-murid-Nya. Namun apa yang terjadi? Nihil! Jika TUHAN menutup pintu tidak ada seorang pun yang dapat membukanya, seahli apapun.

Menyadari hal itu, mari kita berhenti mengandalkan kemampuan diri kita. Terus belajar, terus bekerja, terus mengasah kemampuan kita, harus dilakukan. Tetapi tidak dapat diandalkan, karena satu kali bisa saja tidak dapat digunakan dalam menyelesaikan maslaah hidup ini. Oleh sebab itu, dengan menyadari keterbatasan kita, maka kita hanya bisa mengandalkan Tuhan. Jika Ia telah membuka, maka taka da seorang pun yang dapat menutupnya!

 

PA-1055  Kalimat oratoris disampaikan oleh TUHAN kepada umat-Nya melalui Nabi Amos: “Berjalankah dua orang bersama-sama, jika mereka belum berjanji?” (Amos 3:3). Tentu jawabannya adalah: “Tidak!” Dari kalimat yang singkat ini banyak pelakaran bisa kita petik.

Pertama, sesuai konteks ayat ini, TUHAN menyatakan bahwa sebelum disiplin dikenakan kepada umat-Nya, TUHAN sudah memberikan perjanjian dan peringatan-Nya. Perjanjian itu berbunyi bahwa jika mereka setia kepada TUHAN, mereka akan menjadi umat yang terberkati; namun jika mereka tidak setia kepada-Nya, kutuklah yang akan menimpa mereka. TUHAN tidak pernah secara tiba-tiba mendisiplin umat-Nya, melainkan telah memberi peringatan terlebih dahulu.

Kedua, kalimat ini sesuai dengan sepasang sejoli yang sedang memadu kasih, yang berencana untuk menikah atau membangun keluarga. Di depan Tuhan mereka berjanji untuk saling setia satu sama lain, saling mengasihi dan melayani: dalam suka maupun duka, dalam kelimpahan maupun kekurangan, dalam kondisi sehat maupun sakit, hingga kematian memisahkan mereka. Masihkah Anda berkomitmen terhadap ikrar yang sakral itu?

Ketiga, kalimat itu menunjukkan bahwa semuanya diawali dengan komitmen. Apabila seseorang hendak melakukan sesuatu bersama orang lain, tentu diawali dengan suatu perjanjian, dan komitmen yang mengikat mereka berdua terhadap perjanjian itu: kapan, kemana, berapa lama, mengerjakan apa, dan sebagainya. Ketika tidak ada kesepahaman, maka tidak mungkin keduanya melakukan hal yang sama bersama-sama.

 

PA-1056  Keras kepala. Itulah kata yang paling tepat yang patut dikenakan kepada umat Isarel, pada zaman Amos. TUHAN telah memberikan kepada mereka bentuk-bentuk disiplin secara bertahap, “… memberi gigi yang tidak disentuh makanan dan kekurangan roti … menahan hujan … memukul dengan hama dan penyakit gandum …melepas penyakit sampar … menjungkirbalikkan kota-kota … namun kamu tidak berbalik kepada-Ku.” (Amos 4:6-12).

Dalam kehidupan umat TUHAN, bentuk-bentuk disiplin itu selalu berkaitan dengan alam dan kehidupan sehari-hari. Dibutuhkan adanya kepekaan untuk melakukan introspeksi diri ketika ada ‘ketidakwajaran’ yang terjadi. Kalau introspeksi sudah dilakukan dan ternyata relasi dengan TUHAN beres, maka itu berarti bahwa ‘ketidakwajaran’ merupakan ujian bagi iman kita sebagaimana yang pernah dialami oleh seorang bernama Ayub.

Namun jika ternyata didapati ada yang tidak beres dalam kehidupan kita, jangan menunggu hingga disiplin TUHAN berada di level tertinggi. Ketika di level 1 sebaiknya kita segera bertobat dan berhenti berbuat dosa, kemudian berbalik kepada Allah. Ia senang saat kita sadar dan berbalik kepada-Nya, lalu Ia akan memulihkan keadaan kita dengan segera.-

 

PA-1057. Inilah kerinduan TUHAN yang dinyatakan-Nya kepada umat-Nya melalui nabi Amos, “Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.” (Amos 5:24). Dalam Kekristenan dikenal adanya Injil Sosial (Social Gospel) yang muncul pada pertengahan abad ke-18 di Amerika Serikat. Gerakan Injil Sosial mendapatkan dasar-dasar pemikiran teologis melalui beberapa tulisan Walter Rauschenbusch yang terkenal seperti Christianity and The Social CrisisA Theology for the Social Gospel dan The Social Principles of Jesus.

Sejatinya, iman Kristen selalu memiliki dua aspek penting, yaitu aspek vertical (relasi dan kasih kita kepada TUHAN yang tak nampak mata), dan aspek horizontal (relasi dan kasih kita kepada sesama yang nampak mata). Keduanya merupakan kristalisasi dari Sepuluh Perintah Allah yaitu Hukum I-IV dan V-X. Apa gunanya setia beribadah kepada TUHAN tetapi tidak pernah bertindak adil dan benar? Sebaliknya, apa gunanya selalu membela orang yang tertindas, tetapi tidak mengakui adanya TUHAN?

Semuanya tidak serba otomatis, melainkan dipelihara dan ditingkatkan, baik dalam beribadah kepada TUHAN maupun kasih kepada sesama dengan melakukan keadilan dan kebenaran. Orang yang setia beribadah tidak otomatis menjadi orang yang mempedulikan sesama. Terbukti masih adanya diskriminasi, ketidakpedulian, kesenjangan ekonomi, dan sebagainya. Sebaliknya, orang yang selalu melakukan amal kebaikan tidak otomatis bisa dianggap sebagai orang yang beribadah kepada TUHAN. Oleh sebab itu, seimbangkan kedua hal itu, agar kita berkenan kepada-Nya.

 

PA-1058. Inilah pernyataan TUHAN tentang umat-Nya, “… Sungguh, kamu telah mengubah keadilan menjadi racun dan hasil kebenaran menjadi ipuh.” (Amos 6:12). Terdapat banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau non-government organization (NGO) yang didirikan sebenarnya untuk menjadi mitra pemerintah di negara-negara di dunia ini, untuk mengingatkan pemerintah agar bertindak adil dan benar. Bahkan tidak jarang, kritikan mereka begitu pedas karena ada pemerintah yang mengabaikan hal itu. Banyak aktivis yang dipenjarakan bahkan dihabisi nyawanya. Namun di sisi lain ada pula LSM yang membusukkan nama negaranya sendiri demi mendapatkan dana besar dari luar negeri.

Mengapa banyak orang sulit melakukan keadilan? Karena pada dasarnya manusia lebih mengasihi dirinya sendiri. SIkap egois ada di mana-mana. Asal menguntungkan diri sendiri apapun dilakukan, sekalipun mengambil apa yang bukan menjadi haknya. Ada sembako yang seharusnya untuk orang yang tidak mampu, tetap diterima oleh mereka yang sebenarnya mampu. Itu namanya melanggar keadilan. Hanya orang yang takut akan TUHAN yang menoaknya, atau tetap menerimanya dan kemudian menyalurkannya kepada oranglain yang lebih membutuhkan.

Mengapa banyak orang sulit melakukan kebenaran? Karena manusia dilahirkan dalam keadaan berdosa, yang pada hakikatnya adalah ketidakbenaran. Manusia harus terus belajar mengenal, mengasihi, mengamalkan, dan mengajarkan kebenaran. Kebenaran yang mana? Bukan kebenaran orang per orang atau kelompok tertentu, melainkan kebenaran Tuhan yang bersifat universal, termasuk: berkata benar bukan hoax, jujur dalam berbisnis, mengakui kesalahan, mengasihi suami/isteri, dsb.-

 

PA-1059. Keberanian Amos menegur umat Tuhan dari raja sampai rakyat menghasilkan pengusiran oleh raja. Dan Amos menjawab, “Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan. Tetapi TUHAN mengambil aku dari pekerjaan menggiring kambing domba, dan TUHAN berfirman kepadaku: Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku Israel.” (Amos 7:14-15).

TUHAN bisa memakai siapapun untuk menjadi alat-Nya guna memberikan teguran kepada mereka yang menyimpang dari jalan TUHAN. SUami boleh menegur isteri dan sebaliknya, isteri pun bolhe menegur suami. Orang tua bisa menegur anak, dan sebaliknya, anak pun boleh mengoreksi orang tua jika mereka salah. Pimpinan harus menegur bawahan, dan bawahan pun boleh memberikan koreksi jika pemimpin salah. Mengapa? Karena tidak ada yang sempurna.

                   Ada konsekwensi yang harus ditangguh ketika kebenaran disampaikan. Alasan satu-satunya yang bisa disampaikan untuk bisa tetap bertahan memberitakan kebenaran TUHAN adalah karena yakin bahwa “TUHAN mengambil aku …” Itu berarti teguran disampaikan bukan karena tidak sesuai dengan selera atau keinginan kita, melainkan karena tidak sesuai dengan kehendak TUHAN yang menyuruh kita. Tetaplah lakukan dengan setia tugas yang Anda terima dari TUHAN untuk kita bersama-sama berjalan dalam kebenaran-Nya.-

 

PA-1060. TUHAN berkata, “Mereka akan mengembara dari laut ke laut dan menjelajah dari utara ke timur, untuk mencari firman TUHAN, tetapi tidak mendapatnya.” (Amos 8:13). Bagi setiap orang, ketika ia sulit memperoleh makanan untuk bisa menyambung hidupnya, pasti akan mengalami kepanikan. Kesulitan itu bisa terjadi karena kelangkaan bahan makanan. Kalaupun ada uang, kalua tidak ada yang bisa dibeli, tetap akan terjadi kepanikan. Namun kesulitan semacam itu masih belum separah ketika orang tidak bisa memperoleh firman TUHAN. Apa wujud kelangkaan firman TUHAN itu?

Pertama, firman TUHAN disampaikan oleh hamba TUHAN tetapi menurut penafsirannya sendiri, bukan karena tuntunan Roh Kudus. Akibatnya, para pendengarnya tidak benar-benar mengetahui kehendak Allah dalam hidupnya.

                   Kedua, firman TUHAN disampaikan secara tidak utuh, hanya per bagian, sesuai selera orang-orang tertentu. Ketika kebenaran tidak disampaikan secara utuh, sama saja dengan tidak menyampaikan kebenaran.

                   Ketiga, firman TUHAN disampaikan tidak dalam pengurapan TUHAN melainkan hanya berdasarkan kemampuan intelektualitas manusia. Penyampaian semacam ini tidak akan mampu mendatangkan perubahan ajaib dalam kehidupan kita.

                   Ketika firman TUHAN itu langka atau bahkan kebenaran tidak ada lagi, maka sama artinya umat TUHAN: berjalan dalam kegelapan tanpa pelita, berlayar di tengah lautan tanpa kompas, berjalan di padang gurun tanpa arah. Bersyukurlah jika sampai kini, kita masih bisa mendapatkan firman TUHAN dengan limpahnya.-

 

PA-1061. TUHAN berkata, “Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; …” (Amos 9:11-12). Ucapan ini dikutip oleh Yakobus dalam Sidang di Yerusalem ketika mulai banyak bangsa-bangsa menerima Kabar Baik tentang kasih Allah di dalam Yesus Kristus (Kisah Para Rasul 15:16-18). Apa arti ayat ini?

Pertama, “pondok Daud” berbicara tentang otoritas ilahi, dimana Allah sendiri yang menetapkan Daud sebagai raja atas umat-Nya. Itu berarti setiap orang percaya harus mengakui kedaulatan Allah dalam menetapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan kitam dan menjadikan-Nya sebagai yang paling berhak atas hidup kita.

                   Kedua, “pondok Daud” berbicara tentang pemulihan kehidupan dalam doa, pujian dan penyembahan kepada TUHAN. Sejak masa mudanya, Daud dikenal sebagai seorang pemuji. Bahkan dengan kecapinya, dalam kuasa TUHAN, ia mampu mengusir roh jahat yang merasuki Saul. Ada kuasa dalam pujian yang dinaikkan dengan segenap hati: tembok Yerikho runtuh, Raja Yosafat dan rakyatnya mengalami kemenangan, Rasul Paulus dan Silas terlepas dari penjara.

                   Ketiga, ”pondok Daud” juga secara fisik bisa berarti tanda Akhir Zaman, dimana orang-orang Yahudi akan berusaha Kembali membangun Bait Allah di Yerusalem. Urutannya, mereka akan memiliki negara, setelah itu ibukota, dan kemudian Bait Suci. Setuju atau tidak, disadari atau tidak, ini merupakan salah satu tanda, yaitu “pohon ara telah bertunas dan musim panas sudah dekat” (Matius 24:32). Persiapkan diri Anda untuk menantikan seluruh penggenapan janji Allah, termasuk kedatangan Yesus Kristus yang keduakalinya. Waktunya sudah semakin dekat …

 

PA-1062. Kita tiba di Kitab Obaja. Walaupun hanya 1 pasal, tetapi kitab ini memberikan pesan yang amat jelas tentang murka TUHAN atas Edom, bangsa keturunan Esau yang begitu angkuh dan menertawakan umat TUHAN saat Ia mendisiplin umat-Nya. Melalui Nabi Obaja, TUHAN berkata, “Tetapi di Sion akan ada orang-orang yang terluput, dan gunung itu akan menjadi tempat kudus; dan kaum keturunan Yakub akan memiliki pula tanah miliknya.” (Obaja 1:17). Kata Sion menunjuk kepada tempat perlindungan TUHAN. Tiga kata penting dalam ayat ini adalah: terluput, tempat kudus, dan pemilikan.

Sebagai orang percaya kita harus tetap percaya bahwa TUHAN akan meluputkan kita dari hukuman atas dunia ini. Bahkan keberadaan kita sebagai orang percaya dapat menjadi pendoa syafaat bagi dunia ini, agar pengampunan TUHAN turun atas mereka. Namun apabila doa syafaat kita tidak dapat mencegah datangnya penghakiman dari TUHAN, maka kita pasti akan diluputkan.

Dalam perlindungan TUHAN itulah kita harus benar-benar menjaga kekudusan hidup kita. Iblis selalu akan mencoba menyemprotkan noda dan noktah kenajisan, baik dalam pikiran, perasaan, maupun perbuatan kita. Namun jika kita tetap dalam pimpinan Roh-Nya, kita tetap menjadi bangsa yang kudus.

Sejak Allah menciptakan manusia, Ia telah memberikan mandat budaya dan mandat natural untuk menggali atau mengeksplorasi potensi alam ini. Umat TUHAN harus benar-benar bersyukur atas kekayaan alam yang ada di sekitarnya, dan benar-benar memanfaatkannya, bukan menelantarkannya, guna meningkatkan kesejahteraan sesama. Sudahkah kita melakukannya?

 

PA-1063. Kita akan belajar dari Kitab Yunus. TUHAN menyuruh Yunus untuk memberitakan kasih-Nya di Ninewe, ibukota Kerajaan Asyur. Namun Yunus menolaknya. Alkitab berkata, “Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan TUHAN, …” (Yunus 1:3). Sebagai seorang hamba Tuhan, yaitu seorang nabi, Yunus tetap adalah manusia biasa, ada kelebihan dan kekurangannya. Ia belum benar-benar memahami hati TUHAN yang memanggil dan mengutusnya, yaitu hati yang mengasihi manusia terhilang.

Di sini Yunus melihat orang-orang Niniwe yang jahat itu sebagai “pelaku” kejahatan yang layak memperoleh kebinasaan. Tetapi TUHAN melihat dengan perspektif yang berbeda. Orang-orang Niniwe yang ahat itu bukan “pelaku” melainkan justru adalah “korban” dari tipu muslihat Iblis yang membutakan mata mereka. Tugas Yunus adalah mencelikkan kembali mata yang but aitu agar mampu melihat kebenaran, kemudian berbalik dari dosa kepada kebenaran itu.

Kita pun harus mengubah cara pandang kita terhadap orang-orang yang ada di sekitar kita. Para pelaku kejahatan dan dosa bukan semata-mata pelaku melainkan korban. Bila kita melihat mereka sebagai pelaku makau kita cenderung marah, benci, dan menghendaki kebinasaan mereka. Tetapi jika kita melihatnya dengan perspektif atau cara pandang Allah, yaitu melihat mereka sebagai korban, maka kita akan merasa iba, berbelas kasihan, dan merindukan kelepasan serta keselamatan mereka. Ubah cara pandang Saudara … sekarang juga!

 

PA-1064. Ketidaktaatan Yunus terhadap TUHAN membuatnya memperoleh disiplin dari TUHAN. TUHAN mengirimkan badai dan baru tenang setelah ketidaktaatan dibereskan: Yunus dilemparkan ke laut dan ditelan oleh ikan besar. Yang menarik adalah, orang-orang di kapal itu berkata, “… sebab Engkau, TUHAN, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.” (Yunus 1:14). Keberadaan orang benar, oleh karena kemurahan TUHAN, masih bisa mendatangkan pengaruh positif, sekalipun ia sendiri penuh kelemahan.

Banyak hal bisa mempengaruhi seseorang untuk melakukan hal positif. Pertama, tentunya dengan memberikan teladan yang positif. Orang tua memberi contoh bagi putra-putrinya tentang sopan santun atau tata krama yang baik. Guru memberi contoh yang baik kepada murid-muridnya, pejabat memberi contoh yang baik kepada rakyatnya, pemimpin memberi contoh yang baik kepada bawahannya, dan hamba Tuhan memberi contoh yang baik terhadap jemaatnya.

Terkadang, dalam keberadaan sebagai manusia, keteladanan seorang anak Tuhan itu tidak muncul. Namun, oleh kemurahan Tuhan, orang-orang di sekitarnya bisa mengenal Tuhan dengan benar. Mengapa? Karena anak Tuhan itu berintegritas! Yunus memberitahukan ketidaktaatannya itu kepada penumpang kapal! (Yunus 1:10). Miliki hati besar untuk mempersilakan orang lain melihat dan menyadari kelemahan kita. Pengakuan yang jujur merupakan integritas yang sangat berharga di mata TUHAN dan manusia! Dari pengakuan itulah muncul pengampunan Tuhan!

 

PA-1065. Di dalam perut ikan, Yunus berdoa, “Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepada-Mu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari TUHAN!” (Yunus 2:9). Ada tiga hal penting yang dinyatakan di sini.

                   Pertama, ucapan syukur karena TUHAN masih berkenan hanya menegur keras dan mendisiplin, tidak menghancurkan. TUHAN masih mau memberi kesempatan untuk hidup dalam ketaatan. Kita patut bersyukur apabila masih ada berita firman yang keras, yang menegur kita agar kita hanya hidup untuk melakukan kehendak-Nya. Sebab jika tidak, ketidaktaatan kita akan semakin menjadi-jadi.

                   Kedua, berjanji untuk membayar nazar atau memenuhi janji kepada TUHAN. Manusia sering lupa atau pura-pura lupa akan apa yang pernah dijanjikannya kepada Tuhan: janji mau berdoa teratur setiap hari, janji mau melayani, janji mau berorban, janji mau bersaksi, janji mau lebih taat kepada Tuhan, dsb. Kadang-kadang Tuhan izinkan seuatu terjadi atas hidup kita untuk mengingatkan kita kepada janji-janji kita terhadap Tuhan.

                   Ketiga, menyadari bahwa Yunus sendiri merindukan keselamatan yang dari TUHAN. Selama ini ia justru menahan keselamatan yang TUHAN sediakan bagi orang lain, yaitu bagi penduduk Niniwe. Jika kita sendiri butuh berkat TUHAN, sadarilah bahwa orang lain pun butuh berkat seperti yang Anda rindukan. Jika Anda membutuhkan mukjizat dari Tuhan, orang lain pun membutuhkannya; jika kita membutuhkan pengampunan dan keselamatan dari Tuhan, maka orang di sekitar Anda pun membutuhkannya. Jangan menahan untuk memberikan kepada orang lain apa yang kita sendiri butuhkan dari Tuhan.-

 

PA-1066. Firman TUHAN untuk penduduk kota Niniwe yang disampaikan oleh Yunus sangat singkat, bunyinya, “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.” (Yunus 3:4). Namun berita yang sangat singkat itu mampu mendatangkan pertobatan massal seluruh penduduk kota Niniwe: mulai dari rajanya hingga ternaknya. “… Siapa tahu, Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa.” (Yunus 3:9). Pertobatan itu benar-benar menghasilkan keselamatan, terluput dari murka Allah.

Firman TUHAN yang berdampak, yang mendatangkan perubahan atau transformasi dalam kehidupan manusia bukan terletak kepada struktur khotbah, kefasihan berbicara, penjangnya penyampaian, kerasnya suara, indahnya intonasi, melainkan pada urapan TUHAN atas hamba-Nya yang hidup dalam ketaatan. Semua aspek khotbah yang disebutkan di atas memang penting, dan harus dipelajari dengan baik oleh semua orang percaya yang rindu menyampaikan Kabar Baik, namun efektifitasnya terletak kepada Roh Allah yang mengurapinya.

Jemaat pun harus belajar menerima firman Tuhan yang kekal, yang disampaikan oleh para hamba Tuhan. Selama yang disampaikan itu benar, sesuai dengan firman Tuhan dengan penafsiran yang baik dan benar, harus diterima dengan penuh sukacita sehingga benih firman Tuhan itu dapat bertumbuh dan berbuah dalam hidupnya. Ap gunanya mengagumi hamba Tuhan yang “hebat”, khotbah yang “memikat” jika dari diri sendiri tidak ada kerinduan mengalami perubahan hidup oleh firman tersebut.-

 

PA-1067. Pertobatan orang Niniwe tentu membuat para malaikat di sorga bersorak, karena dengan pertobatan itu mereka tidak mengalami murka Allah melainkan memperoleh pengampunan dan keselamatan. Tetapi tidak demikian dengan Yunus. Ia kesal dan marah. Aneh, bukan? TUHAN berkata kepadanya, “Bagaimana tidak Aku akan saying kepada Niniwe, kota yang besar itu, yang berpenduduk lebih dari serratus dua puluh ribu orangm yang semuanya takt ahu membedakan tangan anan dari tangan kiri, dengan ternaknya yang banyak?” (Yunus 4:11). SIkap Yunus ini ternyata juga dimiliki sejumlah orang pada masa kini.

Ketika ada seseorang yang memberikan kesaksian tentang pertolongan  dalam kehidupannya, ada yang berkomentar, “Begitu saja kok disaksikan!” atau “Kesaksiannya kok tentang materi melulu!” atau “Ah, itu kebetulan saja!” Mari kita ikut bersukacita dan bersyukur dengan orang yang mengalami sukacita dari Tuhan. Bukankah kalua pemulihan terjadi atas kehidupan kita, kita akan melakukan hal yang sama?

Ada juga orang yang tidak suka apabila ada rekannya yang beragama lain lebih diberkati dari dirinya, komentarnya selalu negatif. Bukankah merupakan kedaulatan Tuhan untuk melimpahkan berkat-Nya atas siapa yang dikehendaki-Nya? Jadilah orang yang berbesar hati, dan justru mau mempelajari rahasia hidup yang dipulihkan oleh Tuhan, bukan mencurigainya.

Kitab Yunus berakhir dengan pernyataan TUHAN di atas. Bagaimana dengan sikap Yunus berikutnya? Kita tidak tahu. Namun satu hal yang kita ingat: Tuhan selalu merindukan pertobatan umat manusia agar terhindar dari murka-Nya.-