PRIBADI DAN KARYA ALLAH SEBAGAI BAPA

Pendahuluan            

Hubungan antara Allah dengan umat-Nya digambarkan oleh Alkitab dalam banyak bentuk. Pelbagai bentuk hubungan itu bersifat anthropomorfistik, artinya bersifat seperti yang ada dalam kehidupan umat manusia. Artinya, sebenarnya hubungan Allah dengan umat-Nya begitu dalam, indah, dan agung. Namun agar manusia mampu memahaminya dengan baik, Allah menyatakan hubungan itu dengan menggunakan bahasa kiasan yang mudah dipahami oleh manusia. Sayangnya kemudian manusia terjebak dalam peristilahan itu, sehingga tidak sampai kepada makna dan simbolisasi kiasan tersebut. Contoh sederhana adalah ketika dikatakan “tangan Allah memegang tangan kita,” maka seolah-olah Ia hanya memegang tangan kita. Padahal Ia juga memegang tangan orang-orang lain di seluruh muka bumi ini yang percaya kepada-Nya. Apakah itu berarti penggunaan kiasan itu tidak penting? Justru sangat penting! Hanya saja untuk memahami penggambaran secara kiasan itu kita harus tetap meminta Roh Kudus menyatakan kebenarannya yang seutuhnya, sehingga kita dapat memahaminya dengan sebenar-benarnya. Salah satu bentuk hubungan antara Allah dengan umat-Nya adalah hubungan antara Bapa dengan anak-anak-Nya. Apabila kita memahami hubungan ini dengan sebaik-baiknya, maka berkat yang besar dan luar biasa akan kita alami. Kita akan melihat sejauh mana Alkitab menyatakan hubungan itu kepada kita, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dan apa dampak hubungan itu dalam kehidupan kita.

Allah sebagai Bapa dalam Perjanjian Lama            

Dalam Perjanjian Lama, Allah menyatakan pribadi dan karya-Nya sebagai Bapa dalam banyak kesempatan. Pertama, dalam nyanyian Musa yang dilantunkan di akhir hidupnya, ia menyatakan bahwa Allah adalah Bapa yang menciptakan umat-Nya, yang menjadikan dan menegakkan mereka (Ul. 32:6). Kedua, Allah sendiri yang menyatakan Diri-Nya sebagai Bapa bagi pengganti Daud, yaitu Salomo. Implikasinya, jika Salomo melakukan kesalahan, Ia akan menghukumnya dengan rotan, tetapi kasih setia-Nya tidak akan hilang dari padanya (2 Sam. 7:14; 1 Taw. 17:13; 22:10; 28:6). Ketiga, dalam pelbagai mazmur yang ditulisnya, Daud menyatakan bahwa Allah itu adalah Bapa bagi umat-Nya. Ia adalah Bapa bagi anak yatim (Maz. 68:6), Ia adalah Bapa bagi Daud sendiri sekaligus Allah dan Gunung Batu keselamatannya (Maz. 89:27). Daud juga menggambarkan dengan sangat indah bahwa seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia (Maz. 103:13). Keempat, dalam nubuatan Mesianik yang disampaikan oleh Yesaya, nama “Bapa yang Kekal” adalah salah satu dari nama-nama yang dikenakan kepada Sang Mesias, yaitu Yesus Kristus, di samping Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, dan Raja Damai (Yes. 9:6).[1] Ungkapan Allah sebagai Bapa juga dinaikkan dalam doa-doa permohonan agar Ia membela dan menyelamatkan umat-Nya (Yes. 63:16), serta dalam pengakuan bahwa Ia adalah Bapa yang membentuk umat-Nya seperti seorang penjunan membentuk tanah liat (Yes. 64:8). Kelima, Allah sebagai Bapa, pernah ditolak oleh anak-anak-Nya. Umat Tuhan menyebut-Nya Bapa, tetapi kelakuan mereka menyakiti hati-Nya. Mereka menganggap-Nya sebagai sobat atau kawan sejak kecil, namun kemudian mereka mengecewakan-Nya. Segala perbuatan mereka adalah kejahatan semata-mata (Yer. 3:4). Semula Allah bermaksud memberikan kepada mereka berkat terindah, dan berpikir bahwa mereka akan setia kepada-Nya. Namun kenyataannya tidak demikian. Mereka meninggalkan Tuhan dengan berpaling kepada berhala-berhala (Yer. 3:19). Mereka tidak menaruh hormat kepada-Nya (Mal. 1:6), padahal seharusnya seluruh umat Tuhan sadar bahwa mereka semua berasal dari satu Bapa, satu Allah yang menciptakan mereka (Mal. 2:10).

Allah sebagai Bapa dalam Perjanjian Baru            

Dalam sikap dan pengajaran Tuhan Yesus Kristus, baik kepada murid-murid-Nya, maupun kepada semua orang yang mendengarkan-Nya, Ia selalu menyatakan bahwa Allah adalah Bapa. Misalnya, dalam Doa Bapa Kami. Kalimat pertama doa yang indah itu adalah … Bapa kami yang di sorga … (Mat. 6:9-13). Allah adalah Bapa yang pasti akan memelihara umat-Nya, sebab Ia tahu betul kebutuhan umat-Nya (Mat. 6:32). Ia juga menyatakan bahwa hubungan-Nya dengan Bapa. Bapa menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Anak-Nya yang Dikasihi-Nya (Mat. 3:17). Sekali lagi perlu dipahami bahwa pernyataan ini menyatakan hubungan yang menyatu dalam Allah Tritunggal, Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ini bukan ungkapan biologis sebagaimana anggapan sebagian orang, yaitu bahwa orang Kristen memercayai kalau Allah memperanakkan atau diperanakkan. Yesus Kristus dan Bapa adalah satu (Yoh. 10:30). Ia datang hanya untuk melakukan kehendak Bapa-Nya (Yoh. 12:49). Yesus Kristus jugalah yang menyatakan Bapa itu kepada siapa Ia berkenan menyatakannya (Mat. 11:27; Yoh. 1:18). Dalam surat-suratnya kepada jemaat-jemaat, Rasul Paulus juga menyebut Allah sebagai Bapa. Beberapa di antaranya disebutkan di sini. Kepada jemaat di Korintus ia menyatakan bahwa kita hanya memiliki satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup (1 Kor. 8:6). Dia adalah Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan (2 Kor. 1:3). Kepada jemaat di Efesus ia mengajak supaya mereka memuji Allah, yaitu Bapa, yang dalam Kristus telah mengaruniakan segala berkat rohani di dalam sorga (Efs. 1:3; 5:20). Kepada jemaat di Kolose ia mengajak agar apapun yang mereka lakukan dengan perkataan atau perbuatan, mereka melakukan semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur kepada Allah, Bapa (Kol. 3:17). Penulis surat kiriman lainnya juga berulangkali menyebut Allah itu dengan Bapa. Penulis Surat Ibrani menyatakan agar kita harus lebih taat kepada Bapa segala roh, supaya kita boleh hidup (Ibr. 12:9). Yakobus menyatakan bahwa Ia adalah Bapa segala terang yang menurunkan setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna (Yak. 3:17).

Karya Allah sebagai Bapa bagi kita            

Setelah kita memahami penyataan Allah sebagai Bapa dalam Alkitab, kini kita berfokus pada apa yang Allah, sebagai Bapa, kerjakan dalam kehidupan kita, umat-Nya yang hidup di masa kini. Tentunya tidak cukup tempat dan waktu untuk menuliskan semuanya. Saya hanya menyebut beberapa hal saja. Pertama, mewahyukan perkara ilahi kepada kita. Yesus Kristus menyatakan bahwa kalau Simon Petrus bisa memperoleh pengertian dan memberikan pengakuan (kredo) yang benar tentang siapakah Anak Manusia itu, yaitu Mesias, Anak Allah yang hidup, itu bukan hasil dari penelitian atau dari pemikirannya sendiri, melainkan karena Bapa yang menyatakan atau mewahyukan itu kepadanya. Itulah sebabnya Yesus Kristus berkata bahwa Simon Petrus berbahagia atau terberkati (blessed) (Mat. 16:17). Jika kita memiliki persekutuan yang intim dengan Bapa, maka Ia akan menyatakan rahasia ilahi yang tersembunyi di dalam diri-Nya oleh Roh-Nya yang diam di dalam kita. Kedua, mencipta dan memelihara. Allah adalah sumber segala sesuatu. Dari yang tidak ada bisa dijadikan-Nya ada. Ia pun memelihara alam ciptaan-Nya, terlebih kita orang percaya, yang menjadi biji mata-Nya. Allah memberikan anugerah umum (common grace) kepada semua manusia di muka bumi ini, misalnya hujan, panas mentari, udara, dan sebagainya. Namun Ia memberikan anugerah khusus (specific grace) hanya kepada kita yang percaya di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, yaitu anak-anak-Nya. Anugerah khusus itu berupa kekuatan, pengharapan dan kepastian keselamatan kekal. Dengan mengimani pemeliharaan Bapa atas kita, berarti kita tidak perlu kuatir lagi akan apa yang kita butuhkan (Flp. 4:19). Masa depan kita ada di dalam tangan-Nya yang mahakuat dan kekal. Ketiga, mengampuni dan memulihkan. Dalam perumpamaan tentang anak yang hilang, Tuhan Yesus menyatakan bahwa Bapa terus menunggu kembalinya anak bungsunya yang telah pergi meninggalkannya. Kemudia ketika anak itu kembali, Bapa mengampuni kesalahan anak itu dan memulihkan keberadaannya seutuhnya, sebagai anak kekasih di rumah Bapa (Luk. 15:11-32). Jika ada di antara kita yang kini jauh dari Tuhan. Kembalilah. Tangan-Nya tetap terkedang, terbuka lebar, menyambut anak-anak-Nya yang mau kembali kepada-Nya! Keempat, mendisiplin. Sebagai Bapa yang baik, maka yang menjadi kerinduannya adalah agar anak-anak-Nya memiliki karakter yang serupa dengan Yesus Kristus. Dalam proses menjadi seperti Kristus itulah, kita sebagai manusia sering melakukan kesalahan. Sama seperti seorang bapa yang mendisiplin anak-anaknya, maka Bapa Sorgawi juga akan mendisiplin kita. Pada saat disiplin diberikan, rasanya memang sakit, penuh penderitaan. Namun di ujun dari disiplin itu, kita diselamatkan dari kebinasaan (Ibr. 12:9-11). Karakter kita terbentuk lebih baik dan lebih berkenan kepada-Nya. Oleh sebab itu apabila ada di antara kita yang sedang mengalami disiplin dari Tuhan, terimalah dengan penuh ucapan syukur. Mintalah kekuatan menanggung disiplin itu, dan mintalah pengampunan-Nya. Kasih setia-Nya begitu besar. Setelah masa disiplin itu selesai, pemulihan pun datang. Selamat memiliki hubungan yang intim dengan Bapa kita …  

[1] Dalam terjemahan Bahasa Indonesia hanya disebut 4 (empat) nama: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, dan Raja Damai. Sedangkan dalam King James Version, disebutkan 5 (lima) nama: Wonderful (Ajaib), Counsellor (Penasihat), The mighty God (Allah yang Perkasa), The everlasting Father (Bapa yang Kekal), The Prince of Peace (Raja Damai).

Tinggalkan komentar