HIDUP SEORANG PENYEMBAH

  1. Pendahuluan

Di Warta Jemaat tanggal 6 Desember 2009 yang lalu kita telah belajar tentang ciri penyembahan Orang Majus, di mana mereka rela berkorban, suka menggali kebenaran, hidup dalam ketaatan, dan mempersembahkan pemberian yang menyukakan hati Tuhan.

Rick Warren dalam bukunya yang terkenal The Purpose Driven Life menyatakan bahwa ada 5 (lima) tujuan yang telah Allah tetapkan dalam kehidupan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Tujuan yang pertama adalah agar manusia menyenangkan hati-Nya dengan hidup sebagai penyembah. Sedangkan keempat tujuan lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah: untuk menjadi keluarga Allah, untuk menjadi serupa dengan Kristus, untuk melayani Allah, dan untuk menjalankan misi Allah. Penyembahan merupakan prioritas utama dalam kehidupan setiap orang percaya. Penyembahan harus menjadi gaya hidup orang percaya, dan bukan sekedar aktivitas pelayanan gerejawi belaka. Bagaimana seharusnya kehidupan seorang penyembah telah dipaparkan oleh Alkitab yang intinya terletak pada kata disiplin. Seorang penyembah yang benar harus seorang yang memiliki disiplin. Dalam hal apa saja ia harus disiplin akan bersama-sama kita renungkan melalui artikel ini. Baca lebih lanjut

Iklan

MELAYANI DALAM PANDANGAN ALLAH

b1b1_serve_like_jesus_without_verse1-11.Pendahuluan

Kita dipanggil untuk melayani! Pernyataan ini sama sekali tidak bisa ditawar. Pelayanan merupakan suatu keharusan sekaligus gaya hidup. Namun dewasa ini makna pelayanan telah keluar dari apa yang Allah sendiri maksudkan. Hal ini terbukti dengan timbulnya banyak masalah internal dalam pelayanan yang menjurus kepada pertikaian bahkan perpecahan. Banyak hal yang menjadi penyebabnya yang pada intinya adalah tidak dimilikinya pandangan yang benar tentang pelayanan.

Dalam renungan kali ini kita akan mengembalikan konsep pelayanan ke dalam pandangan Allah sendiri.

Baca lebih lanjut

HIDUP DALAM KEBENARAN

1. Pendahuluan

Menjelang akhir tahun lalu masyarakat Indonesia banyak memperbincangkan masalah kebenaran dan keadilan dalam kasus 2 pimpinan KPK: Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah. Dan tahun 2010 ini gereja kita menggumuli tema besar “Angkatan Orang Benar”. Mungkinkah itu? Bisakah kita hidup dalam kebenaran? Bukankah hampir setiap saat pikiran, perkataan, dan perbuatan kita tidak benar?

Lalu jika kita berkata bahwa kita telah hidup benar, benar itu menurut siapa? Kebenaran bersifat mutlak atau relative? Dalam Teropong Firman kali ini kita akan belajar tentang arti kebenaran dan aspek-aspek kehidupan dalam kebenaran. Baca lebih lanjut

DOA

1. Pendahuluan

Banyak ungkapan tentang doa yang menggugah kita untuk hidup dalam doa. Ungkapan-ungkapan itu antara lain:

• Let us pray, not for lighter buderns, but for stronger backs (Berdoalah bukan agar beban menjadi lebih ringan, melainkan agar punggung menjadi lebih kuat).
• A Christian must get on his kness before he can get on his feet (Seorang Kristen harus berdoa dulu sebelum melangkah).
• P-U-S-H (Pray Until Something Happen) (Berdoalah terus sampai sesuatu terjadi).
• Life is fragile – handle it with prayer (Hidup ini rentan, jalani dengan doa).

Salah satu ungkapan lain tentang doa yang sangat baik adalah bahwa “doa adalah nafas orang percaya”. Itu berarti doa bukan sekedar kegiatan agamawi tetapi merupakan gaya hidup (life style) setiap orang percaya. Kali ini kita akan melihat kembali apa yang Alkitab katakan tentang hakekat doa, agar tidak terbiasa oleh banyak definisi lain yang dibuat manusia bagi kepentingannya sendiri. Baca lebih lanjut

LEBIH DARI PEMENANG

maxresdefault

1. Pendahuluan

 

Ketika kita menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita secara pribadi, maka mau tidak mau kita berada dalam sebuah arena peperangan rohani. Secara bertahap, sadar atau tidak, kita dihentar Tuhan dari satu babak kehidupan kepada babak kehidupan yang lebih tinggi.

Pertama, kita ‘dihindarkan’ dari peperangan rohani karena saat pertama kali mengenal Tuhan kita belum siap untuk berperang. Memang style atau gayanya seperti seorang prajurit, tetapi peperangan rohani yang sesungguhnya belum pernah dilakukan (Kel. 13:17-18)

Kedua, kita diijinkan TUHAN ‘melihat’ peperangan. TUHAN-lah yang berperang bagi kita dan kita berdiam diri saja. Kita senang menyaksikan bagaimana TUHAN menyatakan kuasa dan mukjizat-Nya dalam menghadapi musuh umat-Nya (Kel. 14:14).

Ketiga, kita diharuskan ‘turut’ berperang. Kita tidak bisa menolak hal ini. Negeri Perjanjian yang dijanjikan kepada umat Tuhan hanya bisa dinikmati jika mereka bersedia menghadapi pelbagai jenis musuh yang menghadang di tengah-tengah perjalanan mereka (Kel. 17:5-7)

Jadi hidup dalam ‘peperangan rohani’ merupakan ciri khas para pengikut Kristus. Tetapi mengapa ada orang Kristen yang ‘menang’ dan ada pula yang kalah’? Apakah memang orang Kristen ‘ditakdirkan’ untuk menang? Lalu apa rahasia memiliki hidup yang berkemenangan? Baca lebih lanjut

IMAN DAN KEPINTARAN

1. Relasi Iman dan Kepintaran

Bagaimanakah relasi yang benar antara iman dan kepintaran (kepandaian)? Untuk bisa menjawab pertanyaan ini, beberapa prinsip di bawah ini perlu dipahami dengan baik:

(1) Beriman kepada Allah, berarti beriman pula kepada Alkitab, yaitu firman-Nya yang merupakan wahyu khusus Allah kepada kita tentang Diri-Nya.

(2) Alkitab menyatakan bahwa kepada manusia Allah memberikan “mandat budaya” untuk memenuhi bumi ciptaan-Nya dan menaklukkan segenap alam semesta (kej. 1:28).

(3) Dalam rangka melaksanakan tugas itu Allah memberikan kemampuan kepada manusia berupa akal budi, sehingga manusia dapat menghasilkan
berbagai penemuan yang menakjubkan, misalnya:

Kej. 2:20 – taxonomi Adam dalam ilmu zoologi

Kej. 4:20-22 – Yabal menjadi pelopor real estate dan peternakan; Yubal menjadi pelopor dalam musik dan industri hiburan; Tubal-Kain menjadi pelopor dalam teknik industri.

(4) Namun, karena manusia jatuh ke dalam dosa, maka terjadilah kerusakan total dalam akal budi manusia, dimana mereka mencapai prestasi bukan untuk memuliakan Tuhan, melainkan memuliakan dirinya sendiri
(peristiwa Menara Babel dalam Kej. 11:1-9).

(5) Dengan demikian diperlukan adanya pemulihan dan pembaharuan terhadap motivasi kepandaian manusia melalui karya penebusan Yesus
Kristus (Efs. 4:23).

Dengan demikian, relasi antara iman dan kepandaian adalah relasi yang saling melengkapi, yang menyeimbangkan kehidupan kita. Sekalipun demikian, Alkitab berkata bahwa bukan kepandaian yang mengalahkan dunia, melainkan iman kita (1 Yoh. 5:4). Itu berarti bahwa bagaimanapun juga iman memiliki nilai lebih di hadapan Allah dibandingkan kepandaian manusia (bdk. Daniel).

2. Ciri-ciri Kepintaran yang Alkitabiah

Sebagai mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi di mana Tuhan telah menempatkan kita, maka kita dituntut untuk memberdayakan akal budi dan potensi yang telah dikaruniakan Tuhan kepada kita
seoptimal mungkin. Untuk itu perlu diperhatikan ciri-ciri kepandaian yang
berkenan di hati Allah sebagaimana berikut ini:

(1) Permulaan dari kepandaian kita adalah takut akan TUHAN (Amsal
1:7)
.

(2) Penggunaan kepandaian itu harus sesuai dengan kehendak-Nya, yaitu dalam kebenaran dan kekudusan (Kol. 3:17).

(3) Tujuan penggunaan kepandaian itu adalah untuk kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan umat manusia (Kej. 12:3).

(4) Argumentasi dengan kebenaran Allah harus berakhir dengan penundukan akan budi kepada ketaatan total kepada kehendak-Nya (2 Kor. 10:5).

(5) Prestasi yang berhasil dicapai oleh kepandaian kita adalah semata-mata karena anugerah Tuhan, sehingga kita memiliki kerendahan hati dengan tetap mengakui kedahsayatan Tuhan (2 Kor. 3:5b; Roma 11:33-36).

—– 00000 —–

pdt. drs. petrus f. setiadarma, mdiv.

I WANNA BE LIKE HIM

I WANNA BE LIKE HIM

Mazmur 15:1-5

(1) Untuk bisa menjadi seperti Yesus Kristus, pertama-tama kita harus mengalami kelahiran kembali, yaitu kehidupan yang baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus dalam kehidupan setiap orang yang mau menerima-Nya (Yoh. 3:3; 1 Kor. 5:17).

(2) Dalam kehidupan yang baru itu, kita bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus -Nya dengan benar melalui roh hikmat dan wahyu (Efs. 1:17). Kita harus menjadikan pengenalan ini sebagai prioritas utama dalam hidup ini (Flp. 3:10).

(3) Pengenalan yang benar menghasilkan sikap yang benar, yaitu keinginan sekaligus ketaatan akan perintah-Nya agar kita meneladani-Nya (Yoh. 13:15).

(4) Inilah hal-hal yang harus kita teladani dari kehidupan-Nya (Maz. 15:1-5) –

  1. Berlaku tidak bercela (Lukas 2:52)
  2. Melakukan apa yang adil dan yang mengatakan kebenaran
    dengan segenap hatinya
  3. Tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya, tidak berbuat
    jahat terhadap temannya, dan tidak menimpakan cela kepada tetangganya;
  4. Tidak memandang hina orang yang tersingkir, tetapi
    memuliakan orang yang takut akan TUHAN (Yes. 42:3).

(5) Berpegang pada sumpah (berkomitmen), walaupun rugi

(6) Tidak membebani, tetapi justru memberkati (Yoh. 6:11).

(5)Akhirnya, oleh pertolongan Roh Kudus, kita dapat menjadi teladan bagi orang lain: dalam perkataan, perbuatan, kasih, kesetiaan, kesucian (1 Kor. 1:11; 1 Tim. 4:12).

—– 00000 —–

pdt. petrus f. setiadarma, mdiv.

SUKACITA SEJATI

1. Pendahuluan

Sukacita (Ing.: joy; Yun. cara = chara) merupakan salah satu sifat buah Roh (Galatia 5:22-23). Itu berarti sukacita merupakan ciri khas (trademark) orang Kristen. Orang Kristen yang kehilangan sukacita kehilangan sesuatu yang sangat berarti, yaitu hakekat kekristenan itu sendiri. Dalam tulisan ini kita akan merenungkan bersama beberapa bentuk sukacita yang seharusnya kita miliki di dalam mengiring Tuhan kita Yesus Kristus. Baca lebih lanjut

KUASA DALAM PELAYANAN

1. Pendahuluan

    Ketika Roh Kudus memenuhi ke-120 orang murid di Loteng Yerusalem dalam Kisah Para Rasul pasal 2, kita melihat perubahan besar terjadi dalam kehidupan dan pelayanan para murid Yesus Kristus. Simon Petrus yang dulunya menyangkal Yesus kini tampil mewakili murid-murid yang lain, menyampaikan firman Tuhan sehingga ribuan orang bertobat. Ia yang dulunya dipandang sebagai “orang biasa yang tidak terpelajar” (Kisah 4:13), ternyata mampu menguraikan kebenaran firman Tuhan dengan sistematis dan memiliki kuasa mengubah dan memperbaharui (transformatif). Dalam Teropong Firman kali ini kita akan merenungkan hal ini dari Lukas 9:1-2 dan ayat 6, yaitu kuasa dalam pelayanan kita

    2. Pentingnya Kuasa dalam Pelayanan

      Lukas 9:1,2 dan ayat 6 mengatakan sebagai berikut, Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit. Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang, Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat.

      Tuhan Yesus memberikan tenaga (Ing. power; Yun. dunamis) dan kuasa (Ing. authority; Yun. exousia) ketika Ia mengutus murid-murid-Nya, dan mereka pun pergi dengan kuasa dari Tuhan itu. Tugas yang mereka akan lakukan adalah tugas yang berhadapan langsung dengan alam roh, alam supranatural. Ini merupakan mission impossible, tugas yang amat berat, yang tidak akan pernah bisa mereka lakukan dengan kemampuan mereka sendiri. Mereka adalah manusia-manusia yang terbatas dan banyak kekurangan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memberikan kuasa itu kepada mereka. Kuasa yang sama Tuhan juga berikan kepada kita yang hidup dan melayani di zaman ini. Untuk apakah kuasa itu diberikan oleh Tuhan kepada kita? Setidaknya ada empat hal yang bisa kita lakukan dengan kuasa Roh Kudus yang dikaruniakan-Nya kepada kita.

      3. Kuasa untuk Berkreasi dalam Pelayanan

        Yang memberikan kuasa itu adalah Tuhan sendiri, yaitu Sang Pencipta, The Creator. Itu berarti bahwa kuasa yang diberikan-Nya memampukan kita untuk bisa berkreasi dalam pelayanan. Kreativitas dalam pelayanan tidak akan membuat pelayanan itu menjemukan, bahkan menjadi lebih efektif. Yesus Kristus sendiri begitu kreatif saat Ia menyampaikan pengajaran-Nya yaitu Khotbah di Bukit (Matius 5-7). Ketika Ia berbicara tentang kekuatiran, Ia menggunakan alam sebagai alat peraganya untuk membuat kebenaran yang disampaikan-Nya lebih mudah diterima pendengar-Nya. Ia menunjuk kepada burung di udara dan bunga-bunga di padang yang dipelihara dan dihiasi oleh Allah Bapa, sehingga anak-anak-Nya tidak perlu kuatir tentang apa yang akan dimakan, diminum, atau dipakai.

        Beberapa bentuk kreativitas dalam pelayanan bisa kita lakukan misalnya: menggunakan alat peraga saat mengajar anak-anak, memanfaatkan sarana presentasi saat mengajar orang dewasa, melibatkan jemaat untuk bersaksi ketika kita menyampaikan firman Tuhan tentang mukjizat dan kesembuhan ilahi, pementasan fragmen di kalangan anak-anak remaja, dan sebagainya.

        Orang yang kreatif tidak akan pernah menemui jalan buntu. Hikmat Allah yang ada pada-Nya akan memampukannya melihat apa yang orang lain tidak mampu melihatnya. Ia akan selalu menemukan jalan keluar. Ide yang dilontarkannya segar dan menimbulkan inspirasi serta banyak orang merasa sangat diberkati oleh pelayanannya.

        4. Kuasa untuk Mengubah Dan Memperbaharui

          Kuasa yang Tuhan Yesus berikan kepada kita adalah kuasa untuk mengubah dan memperbaharui kehidupan orang-orang yang kita layani. Yesus mengubah kehidupan seorang perempuan Samaria dalam Yohanes 4. Ia mengubah kehidupan Zakheus dalam Lukas 19. Ia juga mengubah Simon Petrus dari seorang penyangkal menjadi seorang yang dipakai Tuhan, bahkan Tuhan mengubah Saulus, seorang penganiaya, menjadi Paulus, seorang pemberita Injil yang luar biasa.

          Orang yang melayani dengan kuasa Allah mampu melihat kemampuan orang-orang yang dilayaninya. Ia seperti seorang tukang pahat yang melihat ada ‘karya yang indah’ dalam sebuah batu. Jika kepada orang lain diberikan sebuah batu, itu akan tetap sebuah batu. Tetapi jika kepada seorang ahli pahat diberikan sebuah batu besar, ia bersukacita karena dengan keahliannya ia bisa mengubah batu itu menjadi patung yang indah.

          Seorang ayah yang melayani keluarganya dengan kuasa Allah mampu melihat potensi positif yang dimiliki istri dan anak-anaknya. Ia akan menghargai potensi mereka dan memberdayakan mereka. Ia bahkan mendukung ide-ide positif yang dimiliki anggota keluarganya yang mengarah kepada perubahan dan pembaharuan. Demikian pula mereka yang bekerja dan melayani di sebuah perusahaan, akan mampu mendatangkan perubahan ke arah yang lebih baik. Yang melayani di tengah-tengah jemaat pun mendatangkan perubahan bagi jemaat yang dilayaninya.

          5. Kuasa untuk Mengadakan Mukjizat

            Berikutnya, kuasa yang Tuhan berikan adalah kemampuan untuk menghadapi kuasa kegelapan. Roh Kudus yang di dalam kita jauh lebih besar dari roh-roh yang di dalam dunia ini (1 Yoh. 4:4). Itu berarti bahwa kemenangan melawan kuasa kegelapan telah menjadi jaminan bagi kita. Kuasa dosa, Iblis, dan maut telah dipatahkan oleh kuasa kebangkitan Yesus Kristus. Kuasa ini pula yang mampu membebaskan orang dari belenggu kuasa kegelapan. Pelayanan Yesus disertai dengan mukjizat dan tanda-tanda ajaib (signs and wornders), sehingga banyak orang mengalami pembebasan (deliverance). Iblis akan terus berusaha untuk mencuri, membunuh, dan membinasakan, tetapi Tuhan Yesus adalah Gembala Yang Baik yang memberikan kehidupan yang berkelimpahan (Yoh. 10:10).

            Orang-orang yang melayani dalam kuasa Allah menjadi berkat bagi banyak orang. Mereka dimampukan Tuhan untuk membebaskan banyak orang yang terikat oleh kebiasaan dan dosa tertentu, yang terikat oleh kutuk masa lalu, yang dirasuk oleh setan-setan. Mukjizat dan tanda-tanda memang bukan tujuan pelayanan itu sendiri. Tetapi melalui mukjizat dan tanda-tanda, banyak orang lebih terbuka untuk menerima Injil Yesus Kristus, terlebih karena hal-hal itu merupakan janji Tuhan dalam Markus 16:17-18, Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.”

            Di samping itu, hidup di dalam kuasa Tuhan adalah hidup yang terus bekemenangan, sehingga kita mampu menang atas setiap pencobaan atau godaan yang dilancarkan oleh Iblis. Ada godaan dalam hal harta, tahta, dan moral yang dikatakan oleh Alkitab sebagai “keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup” (1 Yoh. 2:16). Dengan bersandar kepada Tuhan, kita diberi-Nya kuasa untuk menaklukkan semuanya itu dan menjadi lebih dari pemenang.

            6. Kuasa untuk Bertahan

              Dalam pelayanan selalu ada tantangan yang disebabkan oleh orang-orang yang tidak sependapat dengan kita. Akan ada teguran dan pimpinan jika kita tidak melayani dengan baik dan benar, akan ada sindiran dari teman sepelayanan yang belum dewasa rohani, dan sebagainya. Jika kita tidak melayani dalam kuasa Tuhan, kita mudah marah, kecewa, dan kemudian undur dari pelayanan.

              Nabi Yeremia pernah berniat untuk undur dari pelayanan karena beratnya tekanan dari sekitarnya, bahkan dari imam-imam yang memusuhinya. Tetapi ketika ia berniat untuk undur, Roh Tuhan – yang digambarkan sebagai api yang berkobar-kobaqr – menguatkan Yeremia, sehingga ia pun tidak jadi undur dari pelayanan, melainkan tetap setia sampai pada akhirnya (Yer. 20:9). Tetaplah bertahan dalam pelayanan, karena mahkota kehidupan telah disediakan bagi kita yang setia (Why. 2:10).–

              pdt. petrus f. setiadarma

              SUKACITA SEJATI

              1. Pendahuluan

              Sukacita (Ing.: joy; Yun. chara) merupakan salah satu sifat buah Roh (Galatia 5:22-23). Itu berarti sukacita merupakan ciri khas (trademark) orang Kristen. Orang Kristen yang kehilangan sukacita kehilangan sesuatu yang sangat berarti, yaitu hakekat kekristenan itu sendiri. Dalam tulisan ini kita akan merenungkan bersama beberapa bentuk sukacita yang seharusnya kita miliki di dalam mengiring Tuhan kita Yesus Kristus.

              2. Sukacita Berkat Tuhan

              Ini adalah jenis sukacita yang pertama, yaitu ketika Tuhan memberkati kita dengan limpahnya. Ini sukacita yang paling mudah dan paling sering dialami oleh setiap anak Tuhan. Ada berkat-berkat jasmani yang boleh dinikmati dengan penuh sukacita. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

              • Kita dapat bersukacita bersama dengan alam ciptaan yang dijadikan dan diciptakan Tuhan dengan begitu indahnya (Mazmur 96:7-13).
              • Kita dapat bersukacita karena Tuhan telah memberikan pasangan hidup yang sepadan dengan kita (Amsal 5:18).
              • Kita dapat bersukacita karena Tuhan mengaruniakan anak-anak kepada kita. Mereka bukan beban, melainkan berkat yang Tuhan percayakan kepada kita (Amsal 23:24-25).
              • Kita dapat bersukacita karena kesembuhan dan pemulihan yang dikerjakan-Nya dalam hidup kita sehingga kita memiliki kesehatan yang baik, atau karena penghiburan yang diberikan-Nya ketika kita berkain kabung atau berdukacita (Mazmur 30:12).
              • Kita juga dapat bersukacita karena Tuhan memberikan kemampuan dan bakat-bakar tertentu kepada kita sehingga kita dapat bekerja keras dan memperoleh berkat-berkat-Nya (Pengkhotbah 5:18)

              Biasanya jenis sukacita yang pertama ini dialami bersama dengan keluarga dan orang lain. Kita dapat mengundang orang-orang lain untuk bersukacita bersama kita, sama seperti saudara Lazarus yang mengadakan perjamuan ucapan syukur dan bersukacita atas kebangkitan Lazarus. Dalam perjamuan semacam itu yang penting bukan meriahnya acara atau mewahnya peralatan atau banyaknya dan lezatnya makanan serta minuman, melainkan kehadiran Yesus di dalamnya (Yohanes 12:1-2).

              3. Sukacita Proses Pembentukan

              Jenis sukacita yang kedua adalah ketika kita menerima proses pembentukan dari Tuhan. Ini merupakan sesuatu yang sangat sulit dialami, tetapi pasti akan terjadi dalam kehidupan kita. Kadang-kadang ketika kita berjalan di luar jalur yang telah ditetapkan Tuhan, Ia menghajar kita dengan kasih-Nya dan membentuk kita agar lebih taat kepada-Nya. Memang pada saat disiplin ini diberikan mendatangkan dukacita namun di ujung sana akan berakhir dengan sukacita. Adalah lebih baik berdukacita karena hajaran Tuhan tetapi kemudian bersukacita karena Ia membuat kita lolos dari masalah dan bencana yang  lebih mengerikan (Ibrani 12:7-11).

              Nabi Habakuk misalnya, tetap bersukacita walaupun ia belum dapat memahami mengapa  Tuhan mengijinkan orang Kasdim (Babilonia) menyerbu bangsanya (Yehuda) dan memorak-porandakan segalanya. Demikian pula ketika segala hasil ladang mengecewakan dan ternak-ternak pun terhalau dari kurungan. Mengapa? Karena Habakuk menjadikan Tuhan sendiri sebagai sumber sukacitanya (the true source of joy).

              Habakuk tidak menjadikan semua materi dan harta benda yang sementara itu sebagai sukacitanya. Inilah yang Tuhan kehendaki, sehingga sekalipun segalanya Tuhan ijinkan tidak lagi menjadi milik kita, kita bisa tetap bersukacita dan mengucap syukur (Habakuk 3:17-19).

              4. Sukacita Pertobatan

              Jenis sukacita berikutnya adalah sukacita yang dimiliki oleh malaekat di sorga, yaitu sukacita karena ada orang yang bertobat. Ada jiwa yang terhilang dan ditemukan kembali. Yesus menggunakan perumpamaan tentang domba yang hilang, uang dirham yang hilang dan anak yang hilang (Lukas 15), dari 1% menjadi 10% dan menjadi 50%. Yesus menyatakan adanya sukacita yang tak terkatakan ketika seorang kembali ke jalan yang benar.

              Mencari jiwa terhilang harus menjadi komitmen kita dalam menaati Amanat Agung Tuhan kita (Matius 28:19-20). Kita tidak boleh menjadi orang yang egois dengan hanya menikmati keselamatan di dalam Yesus Kristus, sementara yang lain masih tinggal dalam kegelapan. Save the lost at any cost, selamatkan jiwa berapa pun harganya.

              Untuk itulah Yesus Kristus datang ke dalam dunia ini. Meninggalkan sorga yang mulia dan masuk ke dalam duni ayang fana … untuk mencari dan menyelamatkan yang sesat. Zacheus, seorang pemungut cukai, sekalipun kaya raya dengan kelimpahan harta, tetaoi jiwanya terhilang. Yesus datang ke Yerikho untuk Zakheus (Lukas 19:1-10). Zakheusu memberikan respons yang positif terhadap kerinduan Tuhan Yesus untuk menumpang di rumahnya. Ia begitu bersukacita, terlebih malaikat di sorga. Pertobatan Zakheus begitu nyata. Ia mengalami perubahan yang sangat radikal dari seorang yang begitu egois menjadi seorang yang altruis, yang peduli terhadap orang lain. Ia membagikan hartanya kepada orang miskin, dan mengembalikan empat kali lipat harta orang yang pernah dirugikannya.

              Hati Allah adalah hati misi, hati yang merindukan agar semua manusia diselamatkan(1 Timotius 2:3-4). Oleh sebab itu miliki hati Allah agar malaikat di sorga terus bersukacita.

              5. Sukacita Penuaian

              Pertobatan orang dari kegelapan kepada terang merupakan sebuah tuaian. Pertobatan itu tidak datang begitu saja. Pada umumnya pertobatan seseorang merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang. Sebelum seseorang memberikan respons yang positif terhadap Injil, sebelumnya tentu telah ada orang yang mau menabur benih Injil, melalui doa-doa yang dinaikkan bagi orang itu, traktat yang dibagikan, teman-teman yang bersaksi tentang kasih Allah, dan seterusnya. Mereka semua penabur-penabur yang bekerja keras dalam menabrkan firman Allah, bahkan tidak jarang dengan airmata yang berlinang-linang. Tetapi pada saatnya, sesuai dengan waktu Allah sendiri, Roh Kudus menginsyafkan dia akan dosa-dosanya dan membawanya kepada pertobatan. Inilah sukacita tuaian (Mazmur 126:5-6).

              Siapa yang berhak mendapatkan upah: penabur, penyiram, atau penuai? Semuanya akan mendapatkan upahnya sesuai dengan kesetiaan seseorang akan tugas yang Tuhan percayakan kepadanya, sentah sebaga penabur, penyiram atau penuai. Rasul Paulus menyatakan bahwa tuaian itu merupakan hasil kerja sejumlah orang yang perannya sama pentingnya. Oleh sebab itu jika kita memberitakan Injil kepada seseorang dan orang itu belum memberikan respons yang positif bahkan menentang, jangan kecewa dan putus asa. Nantinya akan ada orang lain yang akan melanjutkan apa yang telah dilakukan sehingga tidak akan pernah menjadi sia-sia (1 Korintus 15:58).

              6. Sukacita Kekekalan

              Jenis sukacita yang terakhir adalah sukacita yang Tuhan Yesus janjikan kepada murid-murid-Nya dalam kekekalan. Ketika ketujuh puluh orang murid-Nya memberikan laporan pelayanan mereka kepada Tuhan, mereka bersukacita sebab ketika mereka mendoakan orang yang sakit, orang itu sembuh. Ketika mereka mengusir setan, setan-setan lari tunggang-langgang (Lukas 10:17-20).

              Yesus tentu ikut bersukacita ketika mendengar bahwa pelayanan murid-murid-Nya berhasil. Tetapi Ia memberitahu kepada mereka tentang sukacita yang lebih besar yang disediakan Bapa bagi mereka yang melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Sukacita itu berkaitan dengan terdaftarnya nama mereka di sorga.

              Keberhasilan dalam pelayanan tidak memberikan jaminan nama terdaftar di sorga, karena ada orang yang memiliki motivasi dan dasar yang keliru dalam menjalankan pelayanan tersebut (Matius 7:21-23). Yang lebih utama adalah melakukan kehendak Bapa di sorga, maka pelayanan itu akan berkenan di hadapan-Nya. Ketaatanlah yang membuat nama mereka terdaftar di sorga, bukan sekedar aktivitas luar belaka.

              Oleh sebab itu jika sekarang kita sedang melayani, kita meminta agar Roh Kudus menolong kita agar kita memiliki hati yang tulus dan murni di hadapan Tuhan. Tidak melayani dengan motivasi yang keliru, seperti motivasi uang, pujian, popularitas, dan sebagainya. Mungkin saja pelayanan kita tersembunyi dari banyak orang. Namun Bapa yang di sorga melihat dan mencacat nama kita. Sukacita dalam kekkekalan ini lebih indah dari pada sukacita sementara karena keberhasilan pelayanan kita. Karisma dalam pelayanan harus dibarengi dengan karakter seperti Yesus Kristus sendiri.

              7. Penutup

              Miliki sukacita sejati yang telah Allah sediakan bagi Anda, baik sukacita dalam menikmati segala berkat Tuhan yang telah dilimpahkannya dalam kehidupan kita, sukacita dalam proses pembentukan Tuhan atas hidup kita, sukacita atas pertobatan seseorang, juga sukacita dalam kekekalan. Ketika orang lain melihat kita selalu bersukacita, maka mereka akan melihat adanya perbedaan yang nyata hidup sebagai anak-anak Tuhan. Selamat bersukacita di dalam dan oleh Roh Kudus-Nya …

              —– 00000 —–

              pdt. petrus f. setiadarma