1. Pendahuluan
Menjelang akhir tahun lalu masyarakat Indonesia banyak memperbincangkan masalah kebenaran dan keadilan dalam kasus 2 pimpinan KPK: Bibit S. Rianto dan Chandra M. Hamzah. Dan tahun 2010 ini gereja kita menggumuli tema besar “Angkatan Orang Benar”. Mungkinkah itu? Bisakah kita hidup dalam kebenaran? Bukankah hampir setiap saat pikiran, perkataan, dan perbuatan kita tidak benar?
Lalu jika kita berkata bahwa kita telah hidup benar, benar itu menurut siapa? Kebenaran bersifat mutlak atau relative? Dalam Teropong Firman kali ini kita akan belajar tentang arti kebenaran dan aspek-aspek kehidupan dalam kebenaran.
2. Arti Kebenaran
Apakah “kebenaran” itu? Ini adalah pertanyaan terbesar umat manusia. Untuk dapat memahaminya, kita akan melihat akar kata dari dua bahasa penting dalam Alkitab, yaitu bahasa Ibrani dan Yunani. Untuk kata “kebenaran” (Ing. truth) dalam bahasa Ibrani digunakan kata “emet“ (אמת). Yang menarik adalah bahwa kata ini berasal dari kata kerja Ibrani “aman” yang secara harafiah berarti “mendukung atau memantapkan” dan digambarkan sebagai lengan seorang ayah yang kuat yang sedang menggendong bayinya. Jadi kebenaran tidak akan bisa muncul dari diri kita dengan sendirinya, melainkan kemampuan melakukan kebenaran itu berasal dari Bapa Sorgawi yang menolong dan mendukung kita/
Dalam pikiran orang Yahudi, kebenaran lebih difokuskan pada dinamika, perubahan, dan gagasan bahwa kebenaran memuat juga pembentukan karakter orang – dan pemulihan atas dunia. Jadi – khususnya dalam relasi dengan Allah – hakekat kebenaran menjadi berakar pada saat-saat keputusan diambil dalam kehidupan seseorang. Sebuah kata hikmat Ibrani berkata “Meterai Allah adalah Kebenaran” sebab אמת diambil dari huruf akhir tiga kata dalam Kejadian 2:2, “… pekerjaan penciptaan yang dibuat-Nya itu” ( Ibr. bara’ elohim la`asot ).
Dengan kata lain, Allah menciptakan realitas “melakukan” (la’asot), yang harus diartikan bahwa adalah tanggung jawab kita, sebagai ciptaan Allah, untuk menggenapi “karya” ciptaan-Nya. Kebenaran berbicara tentang melakukan sesuatu secar aktif, bukan sekedar keberadaan.
Dalam bahasa Yunani digunakan kata “aletheia” (άληδεία) yang berarti “suatu kondisi batiniah yang terbuka, bebas dari keterlibatan perasaan, kepura-puraan, kekeliruan, dan dusta.”
Dalam dongeng binatang Yunani Kuno dikisahkan tentang seorang laki-laki yang sedang berjalan di padang belantara dan menemukan Dewi Veritas (Aletheia) sedang berdiri sendirian di sana. Ia pun bertanya kepadanya, “Dewi, mengapa engkau tinggal di padang belantara ini dan meninggalkan keramaian kota?” Ia pun menjawab, “Dulu, di antara orang-orang tua, dusta hanya dilakukan segelintir orang, tetapi kini dusta )ketidakbenaran) telah menyebar ke dalam seluruh kehidupan umat manusia”. Berarti “kebenaran” sejak dulu merupakan suau hal yang langka.
Dari dua pengertian di atas, maka “kebenaran” sebenarnya menyangkut dua hal penting. Pertama, adalah suatu keberadaan “dibenarkan” (justified) oleh karya Allah di dalam pengorbanan Tuhan Yesus Kristus (Roma 3:23-24). Kedua, bahwa kita harus menaati pimpinan Roh Kudus yang menuntun kita kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13).
3. Aspek-aspek Kehidupan Dalam Kebenaran
Jika kita telah memahami arti kebenaran seperti uraian di atas, maka selanjutnya kita perlu memahami beberapa aspek penting kehidupan dalam kebenaran.
a. Mencari Kebenaran
Ini merupakan kerinduan terdalam yang Allah letakkan dalam hati manusia. Sebelum kebenaran sejati itu ditemukan, manusia akan terus berusaha mencari dan mencari. Pencarian kebenaran banyak dilakukan para ahli filsafat, sehingga ditemukanlah definisi-definisi tentang “kebenaran”. Alkitab menyatakan bahwa mereka yang lapar dan haus akan kebenaran disebut berbahagia atau diberkati, sebab mereka akan dipuaskan (Mat. 5:6).
Alkitab juga menyatakan adanya pernyataan yang identik tentang “kebenaran”, yaitu “Firman-Mu adalah kebenaran” (Yoh. 17:17) dan “Akulah Jalan, Kebenaran, dan Hidup, …” (Yoh. 14:6). Itu berarti bahwa pencarian akan kebenaran baru akan berakhir jika kita mengenal Allah yang telah memberikan penyataan atau pewahyuan tentang Diri-Nya di dalam Alkitab, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Kebenaran ini bersifat mutlak atau absolute, tidak relatif. Kita harus waspada dengan pemikiran yang menyatakan bahwa kebenaran bisa ditemukan di mana saja, tergantung orang, tempat, atau waktunya. Alkitab justru mengatakan bahwa kebenaran Allah itu mutlak di man asaja, kapan saja, terhadap siapa saja.
b. Hidup dalam Kebenaran
Setelah kita mengenal kebenaran yang mutlak itu yaitu Alkitab dan pribadi Yesus Kristus, maka kini kita harus hidup dalam kebenaran. Status kita adalah “orang benar” oleh kary apenebusan Yesus Kristus, tetapi proses menjalani hidup dalam kebenaran tetap harus kita lakukan sebagai bentuk ketaatan. Perhatikan perintah Tuhan dalam ayat-ayat berikut ini:
- Berpikir benar – “… semua yang benar … pikirkanlah semuanya itu” (Flp. 4:8).
- Berkata benar – “… berkatalah benar seorang kepada yang lain …” (Efs. 4:25).
- Bertindak benar – “… dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir” (Amos 5:24).
c. Memberitakan Kebenaran
Sesudah kita mencari dan mengenal kebenaran, hidup di dalamnya, kita juga harus memberitakannya. Kita harus memiliki keberanian dari Tuhan untuk menyatakan kebenaran di mana pun juga, dengan segala resiko. Stefanus memberitakan kebenaran dan ia dirajam batu. Abraham Lincoln memberitakan kebenaran tentang perlu dihapuskannya system perbudakan. Ia ditembak mati, tetapi di kemudian hari perbudakan benar-benar dihapuskan. Martin Luther King Jr. menyuarakan kebenaran tentang kesetaraan ras dan ia pun dibunuh. Namun kini Obama yang berkulit hitam bisa menjadi presiden Amerika Serikat. Di Tanah Air, Munir yang menyuarakan kebenaran juga terbunuh, tetapi Negara kita menjadi semakin demokratis.
Kita harus menegur rekan kita jika hidup dalam dosa. Kita harus terus menyuarakannya. Selalu akan ada upaya dari pelbagai pihak untuk membungkam kebenaran, tetapi jika kita kemudian diam seribu bahasa, maka banyak orang tidak akan tiba pada kebenaran itu.
4. Penutup
Mari kita terus hidup sebagai angkatan orang benar. Kebenaran telah menjadi barang langka. Tetapi jika kita ma uterus hidup di dalamnya dan memberitakannya, maka Roh Kudus akan memberikan keberanian dan kekuatan sampai kita tiba di rumah Bapa …
—– 00000 —–
petrus f. setiadarma
Kebenaran itu identik dengan harga diri sehingga ketika manusia belajar untuk menciptakan kebenaran di tengah-tengah situasi yang demokratis harus lah dihargai, sebagai bagian dari imannya kepada Sang pemberi kebenaran itu.. Namun terkadang kebenaran harus dikorbankan hanya untuk menjaga eksistensi kerja dan golongan.Mestinya Kita ingat bahwa kebenaran tidak bisa dihalangi oleh siapapun dan kapan pun, sebab kebenaran tetaplah kebenaran.. Saya berpendapat bahwa Kebenaran tanpa Roh Kudus maka sia-sialah manusia..Kebenaran Membawa kita kepada suatu jalan yang terbuka yakni kebebasan dalam sedala aspek kehidupan……
kebenaran merupakan suatu ketetapan yang tidak bisa diganggu gugat oleh zaman atau generasi ke generasi kapanpun itu….marilah kita membela kebenaran dengan cara yang benar tanpa kompromi dengan situasi yang sedang terjadi…..
Kebenaran jarang sekali di temui apalagi di jaman sekarang ini walaupun demikian kita tetap saling mengingat kan satu sama lain.karena tanpa komunikasih yg baik suatu kebenaran itu tidak akan terjadi.dan ada pepatah kuno yg berbunyi begini,kebenaran itu berjalan pelan seperti semut tetapi pasti tujuan nya,jadi Inti dari hidup ini Mari kita membenahi diri kita sudah benar baru kita melangkah untuk menjangkau Hati daripada Mereka yg belum Benar,kita mesti nya Ingat misi dari pada Yesus datang ke dunia untuk menyatakan kebenaran Firman ALLAH.