Pendahuluan
Ketegangan antara iman dan ilmu pengetahuan sudah terjadi cukup lama, apalagi sejak munculnya filsafat rasionalisme yang dicetuskan oleh René Descartes (1596-1650). Segala sesuatu diukur dan dihakimi dengan rasio (akal budi), termasuk Kitab Suci. Hal-hal yang dipandang masuk akal diterima, sedangkan yang dianggap tidak masuk akal ditolak dan dibuang.
Memang harus kita akui bersama bahwa Gereja pernah melakukan kesalahan besar ketika – dengan otoritas rohani yang disalahgunakan, yaitu menghakimi ilmu pengetahuan tanpa mau mengadakan penyelidikan yang mendalam. Pada awalnya Gereja meyakini prinsip Geocentris, yaitu bahwa Bumi merupakan pusat peredaran sistem tata surya kita. Dengan keyakinan tersebut pemimpin Gereja pada zaman itu menghukum Galileo Galilei (1564-1642), pendukung Teori Copernicus, yang menyatakan bahwa yang benar adalah Prinsip Heliocentris, di mana Mataharilah yang menjadi pusat peredaran planet-planet dalam sistem tata surya. Galileo Galieli dianggap merusak iman dan dihukum dengan pengucilan (tahanan rumah) sampai dengan matinya. Nyatanya teori Galileo Galileilah yang benar. Itulah sebabnya pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II menyatakan secara resmi bahwa keputusan penghukuman itu adalah salah, dan dalam pidato 21 Desember 2008 Paus Benediktus XVI menyatakan bahwa Gereja Katolik Roma merehabilitasi namanya sebagai ilmuwan. Karena pengalaman traumatis semacam itu kini Gereja mengambil posisi ‘aman’ dengan tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Sikap ini pun tidak dapat dibenarkan.
Sebenarnya sepanjang ilmu pengetahuan itu bersifat sejati (true science), ia tidak akan bertentangan dengan Alkitab. Namun terhadap ilmu pengetahuan semu (pseudo science), yang seringkali segala penemuannya diyakini begitu saja tanpa dukungan data empiris, jadi semacam doktrin agama, maka Gereja tidak boleh ragu dalam bersikap. Kali ini kita akan melihat manakah yang benar mengenai alam semesta ini: penciptaan atau evolusi. Topik ini menarik mengingat para remaja kita yang duduk di bangku SMA dan Perguruan Tinggi diperhadapkan pada pilihan yang tidak mudah: manakah yang dapat dipoercaya: Penciptaan atau Evolusi. Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu relasi iman dengan ilmu pengetahuan, agar pembahasan berikutnya memiliki pijakan yang kuat.
- Relasi Iman dan Ilmu Pengetahuan
Apakah iman? Apakah ilmu pengetahuan? Dapatkah keduanya beriringan? Ataukah harus selalu bertikai? Iman adalah “Dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1). Dengan iman kita tahu dan percaya bahwa Allah ada, bahwa Ia adalah Pencipta langit dan bumi, bahwa Ia benar dan kekal. Iman yang muncul karena mendengar firman Kristus ini adalah ”pengetahuan’ yang melampaui segala akal (Roma 10:17).
Ilmu pengetahuan adalah “seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya (C.A. van Peursen dalam Sidharta, 2008: 7-11). Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.
Itu berarti bahwa iman lebih berdasar pada pewahyuan atau penyataan Allah tentang diri dan karya-Nya, dengan ruang lingkup sampai pada kekekalan, sedangkan ilmu pengetahuan (sejati) berdasarkan kesepakatan para ilmuwan yang telah diuji. Namun ilmu pengetahuan lebih bersifat terbatas dan sementara. Iman dan ilmu pengetahuan yang sejati tidak saling bertentangan, namun keduanya harus dipahami dengan menggunakan metodologinya masing-masing. Keduanya dapat hidup saling berdampingan. Namun, keduanya bisa saling bertentangan apabila ilmu pengetahuan itu bersifat semu belaka dan penuh rekayasa manusia untuk menentang Pencipta-Nya.
- Penciptaan vs Evolusi
Sekarang, mengenai terjadinya alam semesta ini: apakah merupakan hasil penciptaan yang dikerjakan oleh Allah, ataukah hasil evolusi? Sejenak kita mengenal apakah Teori Evolusi itu?
Kata “evolusi” berarti “suatu perubahan yang terjadi terus menerus secara lambat”. Teori Evolusi dicetuskan oleh Charles Darwin (1809-1882), seorang ilmuwan asal negara Inggris yang menemukan hasil penelitian di Pulau Galapagos. Charles Darwin disebut sebagai Bapak Evolusi karena memiliki data yang lebih lengkap untuk menguatkan Teori Evolusi.
Charles Darwin mengeluarkan banyak buku, dua buah buku di antaranya yang memberikan andil yang cukup penting bagi perkembangan Teori Evolusi, adalah: On the Origin of Species by Means of Natural Selections (1859) dan The Descent of Man (1871). Ada 2 (dua) inti pokok dari Teori Evolusi Darwin: (1) Spesies yang hidup di masa sekarang berasal dari makhluk hidup yang berasal dari masa lampau, dan (2) Evolusi terjadi karena adanya proses seleksi alam (natural selections).
2.1.Perkembangan Spesies
Menurut pernyataan teori evolusi, kehidupan dimulai dengan sel yang pertama. Sel pertama ini muncul karena faktor kebetulan, atau karena faktor “pembentukan mandiri”, yang secara hipotetis disebut-sebut sebagai suatu hukum alam. Berdasarkan faktor kebetulan dan hukum alam ini pula, sel hidup ini lalu berkembang dan berevolusi, dan dengan mengambil bentuk-bentuk yang berbeda, menghasilkan berjuta-juta spesies makhluk hidup di Bumi (Harun Yahya 2003:12).
Hal ini bertentangan dengan pernyataan Alkitab. Firman Allah berkata bahwa Allah adalah Perencana Agung, Pencipta dan Pemelihara Alam Semesta. Tidak ada faktor ‘kebetulan’ dalam rencana-Nya yang mulia. Semuanya sudah direncanakan-Nya dan hasil ciptaan-Nya ‘sungguh amat baik’ (Kej. 1:31). Rancangan-Nya agung dan mulia, jauh lebih agung dari rencana manusia (Yes. 55:8-9).
2.2.Seleksi Alam
Pengertian dan arti definisi seleksi alam adalah seleksi yang terjadi pada individu-individu yang hidup di alam, sehingga individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut akan terus hidup dan beranak-pinak, sedangkan yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan alam lingkungan sekitarnya akan musnah dan hilang dimakan waktu.
Contoh peristiwa seleksi alam adalah pada kupu-kupu biston betularia di inggris. Kupu-kupu biston betularia terdapat dua jenis, yaitu yang bersayap terang cerah dengan yang bersapap gelap. Awal mulanya lingkungan Inggris yang bersih sangat baik untuk adaptasi kupu-kupu yang bersayap cerah. Namun karena limbah jelaga industri di Inggris yang semakin banyak dan mengotori pepohonan sehingga pohon menjadi gelap yang akhirnya menjadi lebih adaptif untuk kupu-kupu yang bersayap gelap dari pada yang terang. Hasilnya, perkembangan kupu-kupu bersayap gelap meningkat tajam dan sayap cerah berkurang drastis.
Tokoh Teori Evolusi lainnya adalah Jean-Baptiste Lamarck (1744-1829). Persamaan Teori Lamarck dengan Teori Darwin adalah bahwa evolusi sama-sama terjadi karena pengaruh faktor lingkungan. Sedangkan perbedaannya adalah pada penyebab terjadinya perubahan makhluk hidup. Lamarck mengatakan bahwa perubahan itu disebabkan oleh kuantitas penggunaan organ tubuh, sedangkan Darwin menyatakan bahwa penyebabnya adalah seleksi alam. Untuk mudah melihat perbedaan di antara keduanya, mari kita bertanya “Mengapa leher jerapah itu panjang?” Darwin akan menjawab, “Awalnya leher jerapah ada yang panjang dan ada yang pendek, tetapi karena yang pendek terkena seleksi alam, maka mereka semuanya mati. Tinggallah jerapah-jerapah berleher panjang.” Tetapi Lamarck akan menjawab, “Awalnya semua jerapah berleher pendek, tetapi karena harus menyesuaikan diri dengan alam, makanan mereka ada di atas pohon yang tinggi, maka mereka berusaha menjulurkan lehernya terus-menerus. Maka jadilah sekarang, semua jerapah berleher panjang.” Lalu bagaimana jawaban Alkitab?
Alkitab berkata, “Sejak semula jerapah diciptakan Allah berleher panjang, karena dalam hikmat-Nya Ia telah menyediakan makanan bagi jerapah di tempat yang memang bisa dijangkaunya.” Allah menciptakan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di bumi. Allah melihat bahwa semuanya itu baik (Kejadian 1:24-25). Jadi tidak ada perpindahan atau perubahan dari binatang yang lebih rendah menjadi lebih tinggi sampai akhirnya menjadi manusia. Manusia – sebodoh apapun dan seburuk apapun – secara khusus diciptakan menurut gambar dan rupa Allah atau merupakan citra Allah (imago Dei), sedangkan hewan – secerdas apapun – tidak diciptakan menurut citra Allah. Rasul Paulus juga menyatakan bahwa unsur-unsur pada hewan berbeda dengan unsur-unsur pada manusia (1 Korintus 15:39 – Bukan semua daging sama: daging manusia lain dari pada daging binatang, lain dari pada daging burung, lain dari pada daging ikan.) Jadi tidak mungkin daging kita sebagai manusia berasal dari daging binatang!
- 3. Akibat Teori Evolusi
Apakah akibat atau resiko yang terjadi jika kita berpegang kepada Teori Evolusi, terlbih jika dikaitkan dengan kehidupan sosial dan keagamaan, dan tidak berpegang kepada Alkitab? Inilah beberapa akibatnya (Enoch, 1990:107-110):
- Hukum Rimba – Karena teori Evolusi mengajarkan bahwa “yang kuat itulah yang menang” (survival of the fittest), maka yang akan berkembang di tengah masyarakat adalah Hukum Rimba, manusia menjadi pemangsa sesamanya (homo homini lupus). Hukum rimba akan menjadi pengganti hukum Allah tentang kasih dan pelayanan, yang mengajarkan “Layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” (Gal. 5:13).
- Militerisme – Seorang filsuf bernama Nietzche (1844-1900) berkata bahwa kebajikan tertinggi dari kehidupan ialah, “Pria harus dilatih untuk berperang dan wanita untuk melahirkan par apahlawan, lain dari pada itu adalah kesia-siaan.” Tidaklah heran jika kemudian muncul Adolf Hitler yang menerapkan prinsip ini dengan menganggap intelegnsia bangsa Jerman adalah yang paling tinggi dan darah bangsawan Arya adalah yang paling sesuai untuk bertahan dalam hidup dengan menaklukkan atau menguasai dunia dengan kekuatan militer. Padahal Alkitab berkata, “… kemenangan perlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulan perjuangan bukan untuk yang kuat …” (Pengkh. 9:11).
- Ateisme – Ribuan pemuda dan pemudi di seluruh dunia kini terjangkit paham ateisme, yaitu ketidakpercayaan akan adanya Allah Sang Pencipta dan Penebus. Mereka kehilangan iman kepada Allah akibat mempelajari Teori Evolusi ini. Karena Teori Evilusi menyatakan bahwa terjadi perubahan ke arah dari yang terendah menjadi yang tertinggi (superman), maka ungkapan ‘jatuh ke dalam dosa’ menjadi tidak berarti, sehingga tidak perlu ada Allah yang akan mengampuni atau menghukum orang berdosa. Alkitab justru berkata bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa, telah kehilangan kemuliaan Allah. Oleh sebab itu dibutuhkan pengampunan dan penebusan yang dikerjakan oleh Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus.-
Kesimpulan
Setiap kali kita melihat adanya perbedaan yang jelas antara aksioma-aksioma sains-modern dengan firman Allah, maka sepatutnya kita mengenakan kriteria yang tepat untuk menentukan sumber yang mana yang memang benar. Dalam ilmu pembenaran (epistemologi) kita mengenal 4 (empat) criteria untuk menguji benar salahnya suatu pendapat, yaitu (Heath, 1990:68):
- Consistency – berarti tidak ada pertentangan antara unsur yang satu dengan yang lainnya.
- Comprehensiveness – berarti sumber atau ajaran itu menjangkau segala masalah, bukan hanya menjawab beberapa hal saja.
- Coherent – berarti saling melekat; kalau satu bagian dari pendirian itu dibuang, yang tersisa tidak comprehensive lagi.
- Congruent – berarti sesuai dengan kenyataan fana-empiris; kenyataan alamiah memang seperti apa yang diajarkan itu.
Inti dari Teori Evolusi adalah penolakan terhadap Alkitab yang adalah firman Allah yang kekal. Di dalam teori Evolusi sarat dengan filsafat materialism. Para evolusionist menyangkal kebenaran firman Allah dan sebagai alternatifnya mereka ‘menciptakan’ Teori Evolusi. Oleh sebab itu kita harus memiliki iman yang kokoh terhadap kebenaran firman Allah, dan tidak mudah digoyahkan oleh apapun juga.
Kepustakaan
Enoch, H.
1990 Evolusi atau Penciptaan. Terj. (Asli: Evolution or Creation (1966)). Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
Heath, W. Stanley
1990 Faith and Science. Garis Besar Ceramah. Bandung: Institut Alkitab Tiranus.
Levy, Oscar Ludwig
2010 Complete Works; the First Complete and Authorized English Translation of Nietzsche. —:BiblioBazaar.
Sidharta, B. Arief
2008 Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu? Bandung: Pustaka Sutra.
Yahya, Harun
2003 Runtuhnya Teori Evolusi dalam Dua Puluh Pertanyaan. New Delhi: Idara Ishaat-e-diniyat.
Petrus F. Setiadarma