
1. Penulis
Penulis Kitab Rut tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks Alkitab, sehingga identitasnya tidak diketahui dengan pasti. Tradisi Yahudi dan Kristen sering mengaitkan penulisan kitab ini dengan nabi Samuel, meskipun tidak ada bukti definitif yang mendukung klaim ini. Beberapa sarjana modern berpendapat bahwa kitab ini mungkin ditulis oleh seorang penulis anonim pada masa yang lebih kemudian, berdasarkan gaya bahasa dan konteks historisnya. Karena tidak ada penyebutan penulis yang jelas, fokus utama tetap pada pesan teologis dan naratif kitab ini.
2. Waktu Penulisan
Waktu penulisan Kitab Rut juga tidak disebutkan secara spesifik, tetapi para sarjana memperkirakan kitab ini ditulis antara abad ke-10 hingga abad ke-5 SM. Beberapa petunjuk dalam teks mendukung perkiraan ini:
- Latar cerita terjadi pada masa hakim-hakim (Rut 1:1), yang menempatkan peristiwa sekitar abad ke-12 hingga ke-11 SM.
- Frasa seperti “pada zaman ketika hakim-hakim memerintah” (Rut 1:1) dan penjelasan tentang adat penebusan (Rut 4:7) menunjukkan bahwa kitab ini ditulis pada masa ketika tradisi-tradisi tersebut sudah tidak umum, kemungkinan setelah masa hakim-hakim atau bahkan pada masa kerajaan Daud atau Salomo.
- Beberapa sarjana berpendapat bahwa kitab ini ditulis pada masa pasca-pembuangan (setelah 538 SM) karena tema inklusivitas (Rut sebagai orang Moab yang diterima dalam umat Allah) sejalan dengan konteks teologis pasca-pembuangan yang menekankan kasih Allah bagi semua bangsa.
Secara umum, waktu penulisan kemungkinan besar berada antara abad ke-10 SM (masa awal kerajaan Israel) hingga abad ke-5 SM (masa pasca-pembuangan).
Tempat Penulisan
Tempat penulisan Kitab Rut juga tidak disebutkan secara eksplisit. Namun, karena cerita ini berpusat di Betlehem, Yehuda, dan mengacu pada tradisi Israel, kemungkinan besar kitab ini ditulis di wilayah Yehuda, mungkin di Yerusalem atau sekitarnya. Jika ditulis pada masa pasca-pembuangan, tempat penulisan bisa saja di Yehuda setelah umat Israel kembali dari Babel. Tidak ada bukti arkeologis atau teks yang pasti, sehingga ini tetap spekulatif berdasarkan konteks geografis dan budaya dalam narasi.
3. Tujuan Penulisan
Kitab Rut memiliki beberapa tujuan teologis dan naratif yang kaya, yang dapat dirangkum sebagai berikut:
- Menunjukkan Kasih Setia Allah (Hesed): Kitab Rut menyoroti konsep hesed (kasih setia, kebaikan, dan kesetiaan) baik dalam hubungan manusia (Rut dan Naomi, Boas dan Rut) maupun dalam penyertaan Allah. Kisah ini menggambarkan bagaimana Allah bekerja melalui kehidupan orang-orang biasa untuk memenuhi rencana-Nya, bahkan di tengah kesulitan.
- Menggarisbawahi Kedaulatan Allah: Kitab ini menunjukkan bahwa Allah mengatur peristiwa-peristiwa dalam hidup (misalnya, pertemuan “kebetulan” Rut dengan Boas di ladang, Rut 2:3) untuk mencapai tujuan-Nya, termasuk memasukkan Rut, seorang Moab, ke dalam garis keturunan Daud dan akhirnya Kristus (Rut 4:18-22).
- Inklusivitas dalam Rencana Allah: Rut, seorang perempuan Moab yang dianggap asing oleh Israel, menjadi bagian dari umat Allah melalui iman dan kesetiaannya. Ini menegaskan bahwa kasih Allah melampaui batas-batas etnis dan budaya, sebuah pesan yang relevan baik pada masa hakim-hakim maupun pasca-pembuangan.
- Latar Belakang Mesianik: Kitab Rut menelusuri garis keturunan Daud (Rut 4:18-22), yang penting dalam tradisi Yahudi dan Kristen karena Daud adalah leluhur Yesus Kristus. Kitab ini menunjukkan bagaimana Allah menggunakan orang-orang tak terduga untuk mempersiapkan kedatangan Mesias.
- Memberikan Teladan Moral dan Sosial: Kisah Rut, Naomi, dan Boas mengajarkan nilai-nilai seperti kesetiaan, kerja keras, kebaikan, dan tanggung jawab sosial (misalnya, peran Boas sebagai penebus). Ini memberikan contoh praktis tentang bagaimana hidup sesuai dengan hukum dan kasih Allah.
- Menghibur dan Menguatkan Umat: Bagi pembaca pada masa penulisan (terutama jika pasca-pembuangan), kisah Rut memberikan harapan bahwa Allah tetap setia dan bekerja di tengah penderitaan, kemiskinan, dan ketidakpastian.
Kesimpulan
Kitab Rut adalah sebuah narasi singkat namun kaya yang menggambarkan kasih setia Allah dan kedaulatan-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun penulis, waktu, dan tempat penulisan tidak diketahui dengan pasti, kitab ini kemungkinan ditulis di Yehuda antara abad ke-10 hingga ke-5 SM. Tujuannya adalah untuk menegaskan kasih Allah yang inklusif, menyoroti peran-Nya dalam sejarah keselamatan, dan memberikan teladan moral bagi umat-Nya. Kitab ini tetap relevan bagi umat Kristen sebagai pengingat akan penyertaan Allah dan pentingnya hidup dalam kesetiaan dan kasih.
Prinsip Kepemimpinan Kristen dalam Kitab Rut
Kitab Rut, yang sering dilihat sebagai kisah cinta dan kesetiaan keluarga yang sederhana, sebenarnya adalah harta karun yang kaya akan pelajaran tentang kepemimpinan, khususnya kepemimpinan yang alkitabiah dan Kristen. Kepemimpinan di sini tidak hanya tentang memegang jabatan formal, tetapi tentang pengaruh yang melayani, karakter yang teguh, dan iman yang berani.
Berikut adalah beberapa prinsip kepemimpinan Kristen yang dapat kita tarik dari tokoh-tokoh utama dalam Kitab Rut:
1. Rut: Kepemimpinan melalui Kesetiaan, Kerendahan Hati, dan Ketekunan
Rut adalah teladan utama. Meskipun statusnya sebagai orang asing, janda, dan miskin (tiga kelompok yang termarjinalkan pada zamannya), kepemimpinannya lahir dari karakter, bukan dari posisi.
- Kesetiaan yang Radikal (Rut 1:16-17): Komitmen Rut kepada Naomi, “bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku,” menunjukkan kesetiaan yang melampaui ikatan darah dan kenyamanan. Seorang pemimpin Kristen harus setia kepada orang-orang yang dilayaninya dan, yang terpenting, kepada Allah. Kesetiaan ini membangun kepercayaan (trust), fondasi utama kepemimpinan.
- Inisiatif dan Kerja Keras (Rut 2:2, 7): Rut tidak pasif menunggu diselamatkan. Dia mengambil inisiatif untuk pergi memungut jelai di ladang. Seorang pemimpin sejati adalah seorang pelaku, bukan hanya pengkhotbah. Mereka bekerja keras dan tidak takut “mengerjakan pekerjaan yang rendah”.
- Kerendahan Hati dan Kemauan untuk Belajar: Rut tidak malu mengatakan, “Aku orang asing” (Rut 2:10) dan menerima bimbingan Naomi. Pemimpin yang baik menyadari bahwa mereka tidak tahu segalanya, bersedia belajar, dan menghargai hikmat dari generasi yang lebih tua.
2. Boas: Kepemimpinan melalui Integritas, Kemurahan Hati, dan Perlindungan
Boas adalah pemimpin yang mapan, kaya, dan dihormati. Cara dia memimpin bisnis dan komunitasnya adalah contoh sempurna kepemimpinan yang penuh kasih karunia.
- Integritas dan Reputasi yang Baik (Rut 2:1, 4): Boas digambarkan sebagai “seorang yang gagah perkasa.” Kata Ibrani yang digunakan (ish gibor chayil) berarti lebih dari sekedar kaya; itu berarti “seorang pria yang berharga, berintegritas, dan berkarakter.” Orang-orangnya pun memberi hormat dan percaya padanya. Kepemimpinan sejati dibangun di atas karakter yang tak tergoyahkan.
- Kemurahan Hati yang Proaktif (Rut 2:8-9, 14-16): Boas tidak hanya menaati hukum Taurat yang memerintahkan untuk menyisakan hasil ladang bagi orang miskin (Imamat 19:9-10). Dia melampauinya. Dia secara proaktif melindungi Rut, memberinya akses ke air, dan bahkan memerintahkan para pekerjanya dengan sengaja menjatuhkan gandum untuknya. Seorang pemimpin Kristen tidak hanya memenuhi kewajiban minimum, tetapi aktif mencari cara untuk memberkati dan melayani mereka yang membutuhkan.
- Menjadi “Penebus” (Go’el) (Rut 4:9-10): Boas memenuhi perannya sebagai go’el (penebus keluarga). Seorang pemimpin Kristen, pada intinya, adalah seorang penebus. Mereka melihat masalah, kesulitan, dan orang-orang yang terhilang, lalu mengambil inisiatif untuk menebus situasi tersebut, membawa pemulihan, harapan, dan masa depan, meskipun hal itu mungkin memerlukan pengorbanan pribadi (seperti yang dilakukan Boas dengan membeli tanah dan menikahi Rut).
3. Naomi: Kepemimpinan melalui Ketahanan dan Hikmat
Naomi adalah sosok yang pahit dan broken di awal kisah, tetapi dia pulih dan memainkan peran kepemimpinan yang krusial.
- Ketahanan dalam Penderitaan: Naomi mengalami kepahitan hidup yang mendalam. Seorang pemimpin bukanlah orang yang tidak pernah jatuh, tetapi orang yang bangkit kembali dari kegagalan dan kepahitan. Perjalanan Naomi dari “pahit” (Rut 1:20) kembali menjadi “penopang hidup” Rut (Rut 4:15) menunjukkan ketahanan iman.
- Memberikan Hikmat dan Bimbingan (Rut 3:1-5): Naomi, dengan pengalaman hidupnya, memberikan nasihat yang bijaksana dan strategis kepada Rut. Pemimpin yang baik adalah mentor. Mereka membagikan hikmat mereka dan membimbing generasi berikutnya untuk berhasil, bahkan jika itu berarti mereka sendiri tidak menjadi pusat perhatian.
4. Tema Utama: Kepemimpinan di Bawah Kedaulatan Allah
Seluruh narasi Kitab Rut diletakkan di dalam kerangka kedaulatan Allah. Tokoh-tokohnya membuat pilihan yang berani dan setia, tetapi di belakang layar, Allah yang setia sedang bekerja untuk rencana keselamatan-Nya (yang akhirnya memuncak pada Daud dan Yesus, Rut 4:17-22).
- Kepemimpinan yang Melayani Rencana Allah: Pemimpin Kristen bukanlah seorang visioner yang egois dengan rencananya sendiri. Dia adalah seorang hamba yang setia yang mencari dan menyesuaikan diri dengan rencana Allah yang lebih besar. Mereka memimpin dengan kesadaran bahwa mereka adalah bagian dari sebuah cerita yang jauh lebih besar.
Kesimpulan: Profil Pemimpin Kristen Menurut Kitab Rut
Kitab Rut menggambarkan bahwa kepemimpinan Kristen yang sejati adalah:
- Berdasarkan Karakter, Bukan Hanya Karisma: Integritas, kesetiaan, dan kerendahan hati lebih penting daripada bakat alam atau kemampuan persuasif.
- Melayani, Bukan Dilayani: Kepemimpinan adalah tentang menjadi go’el (penebus) dan pelindung bagi mereka yang dipimpin.
- Inklusif dan Penuh Kasih Karunia: Seperti Boas yang menerima Rut orang Moab, kepemimpinan Kristen membuka pintu bagi orang yang terpinggirkan dan memberi lebih dari yang diwajibkan.
- Setia dalam Hal Kecil: Rut setia memungut jelai, Boas setia mengelola ladangnya. Kesetiaan dalam tugas-tugas kecil membuka jalan bagi tanggung jawab yang lebih besar.
- Tunduk pada Kedaulatan Allah: Pemimpin yang baik adalah orang yang percaya yang berjalan dalam iman, percaya bahwa Allah bekerja di dalam dan melalui kehidupan mereka untuk tujuan-tujuan-Nya yang mulia.
Dengan demikian, Kitab Rut memberikan model kepemimpinan yang sangat relevan dan kontra-budaya: bukan model kekuasaan dan dominasi, tetapi model pengorbanan, kesetiaan, pelayanan, dan kasih karunia yang pada akhirnya memuliakan Allah.