
1. Penulis
Kitab 1 Samuel tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks Alkitab. Namun, tradisi Yahudi dan Kristen secara umum mengaitkan penulisan kitab ini dengan Nabi Samuel, bersama dengan kemungkinan kontribusi dari Nabi Natan dan Gad (berdasarkan 1 Tawarikh 29:29, yang menyebutkan catatan sejarah dari Samuel, Natan, dan Gad). Para cendekiawan modern berpendapat bahwa kitab ini mungkin disusun oleh seorang atau sekelompok penulis dari tradisi kenabian atau deuteronomistik, yang mengumpulkan dan menyusun catatan-catatan sejarah serta teologi Israel. Teksnya menunjukkan adanya penyusunan akhir pada masa yang lebih belakangan, mungkin oleh editor yang menggabungkan berbagai sumber.
2. Waktu dan Tempat Penulisan
- Waktu Penulisan: Kitab 1 Samuel kemungkinan besar disusun dalam beberapa tahap. Bagian awalnya mungkin ditulis pada masa hidup Samuel (sekitar abad ke-11 SM), tetapi penyusunan akhir kemungkinan terjadi pada masa monarki Israel (sekitar abad ke-10 hingga ke-8 SM) atau bahkan selama pembuangan ke Babel (sekitar abad ke-6 SM). Beberapa cendekiawan berpendapat bahwa kitab ini merupakan bagian dari karya teologi yang lebih besar, sering disebut sebagai Sejarah Deuteronomistik (meliputi Yosua, Hakim-Hakim, 1-2 Samuel, dan 1-2 Raja-Raja), yang disusun pada masa pembuangan untuk merefleksikan sejarah dan hubungan Israel dengan Allah.
- Tempat Penulisan: Tempat penulisan tidak disebutkan secara pasti. Namun, kemungkinan besar kitab ini disusun di Yerusalem atau wilayah Yehuda, pusat keagamaan dan politik Israel pada masa monarki. Jika bagian akhir disusun selama pembuangan, maka Babel atau komunitas Yahudi di pengasingan bisa menjadi lokasi penulisan.
3. Tujuan Penulisan
Kitab 1 Samuel memiliki beberapa tujuan utama, yang mencerminkan konteks teologis, sejarah, dan rohani dari umat Israel:
- Mencatat Transisi Sejarah Israel: Kitab ini menceritakan peralihan penting dalam sejarah Israel, dari masa hakim-hakim (kepemimpinan karismatik dan lokal) ke masa monarki (pemerintahan terpusat di bawah raja-raja seperti Saul dan Daud). Ini menunjukkan bagaimana Allah memimpin umat-Nya melalui perubahan besar dalam struktur sosial dan politik.
- Menyoroti Kedaulatan Allah: Kitab 1 Samuel menegaskan bahwa Allah adalah penguasa sejati atas Israel. Pemilihan dan penolakan raja (Saul) serta pengangkatan Daud menunjukkan bahwa Allah berdaulat dalam menentukan pemimpin umat-Nya (1 Samuel 16:1-13).
- Mengajarkan Ketaatan kepada Allah: Kisah-kisah dalam 1 Samuel, seperti ketidaktaatan Saul (1 Samuel 15) dan ketaatan Daud, menekankan pentingnya hidup sesuai dengan kehendak Allah. Kitab ini mengajarkan bahwa ketaatan lebih berharga daripada korban (1 Samuel 15:22).
- Menegaskan Perjanjian Allah dengan Daud: Kitab ini memperkenalkan perjanjian Allah dengan Daud (meskipun secara eksplisit diuraikan dalam 2 Samuel 7), yang menjadi dasar teologi mesianik dalam tradisi Yahudi dan Kristen. Daud digambarkan sebagai raja yang sesuai dengan hati Allah (1 Samuel 13:14), meskipun tidak sempurna.
- Memberikan Pelajaran Moral dan Rohani: Kisah-kisah seperti keberanian Daud melawan Goliat (1 Samuel 17), persahabatan Daud dan Yonatan (1 Samuel 18-20), serta dosa-dosa Saul menunjukkan nilai-nilai seperti iman, kesetiaan, dan konsekuensi dari ketidaktaatan. Kitab ini juga mengajarkan pentingnya doa dan ketergantungan pada Allah, seperti terlihat dalam kehidupan Hana (1 Samuel 1-2).
- Merefleksikan Identitas Israel: Bagi pembaca pada masa pembuangan, kitab ini berfungsi untuk mengingatkan umat Israel tentang identitas mereka sebagai umat Allah yang dipilih, meskipun mereka menghadapi kegagalan dan hukuman akibat dosa.
Kesimpulan
Kitab 1 Samuel adalah karya teologi dan sejarah yang kaya, kemungkinan disusun oleh Nabi Samuel dan tokoh-tokoh kenabian lainnya, dengan penyusunan akhir pada masa monarki atau pembuangan di Babel. Ditulis di Yerusalem atau Babel, kitab ini bertujuan untuk mencatat perjalanan Israel menuju monarki, menegaskan kedaulatan Allah, mengajarkan ketaatan, dan menyoroti perjanjian dengan Daud yang menjadi dasar harapan mesianik. Bagi pembaca modern, kitab ini tetap relevan sebagai pengingat akan iman, kepemimpinan yang saleh, dan kasih setia Allah dalam segala zaman.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Kristen dari 1 Samuel
Kitab 1 Samuel adalah sebuah mahakarya teologis yang menceritakan transisi Israel dari sistem kepemimpinan para Hakim ke sistem kerajaan. Buku ini menawarkan pelajaran yang sangat dalam, relevan, dan seringkali keras tentang hakikat kepemimpinan dari perspektif Allah. Kita melihat tiga model pemimpin utama: Samuel (pemimpin nabi-imam), Saul (raja yang ditolak), dan Daud (raja menurut hati Allah).
1. Kepemimpinan yang Berkenan kepada Allah Dimulai dari Ketaatan dan Hati yang Rendah (1 Samuel 15:22)
- Narasi: Perintah Tuhan kepada Saul melalui Samuel adalah untuk menghancurkan seluruh orang Amalek dan ternak mereka. Namun, Saul tidak taat sepenuhnya; dia menyelamatkan Raja Agag dan ternak terbaik dengan alasan untuk dipersembahkan kepada Tuhan.
- Tafsiran & Aplikasi: Saul mewakili pemimpin yang mengutamakan penampilan luar, logika manusiawi (“memperbaiki” perintah Tuhan), dan popularitas (mengikuti keinginan rakyat). Respon Samuel sangat terkenal: “Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, dan memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.”
- Prinsip Kepemimpinan Kristen: Ketaatan kepada Allah lebih utama daripada ritual atau alasan-alasan religius yang kita buat. Seorang pemimpin Kristen haruslah seorang pendengar yang setia akan suara Tuhan (melalui Firman dan doa) sebelum menjadi seorang pengkhotbah atau pengambil keputusan. Kepemimpinan bukan tentang pencapaian kita untuk Tuhan, tetapi tentang ketaatan kita kepada-Nya.
2. Allah Melihat Hati, Manusia Melihat Penampilan Luar (1 Samuel 16:7)
- Narasi: Saat Samuel diutus untuk mengurapi raja baru di rumah Isai, dia terkesan dengan Eliab, anak yang tinggi dan tampan. Namun, Tuhan menolaknya.
- Tafsiran & Aplikasi: Prinsip ini adalah fondasi teologis kepemimpinan alkitabiah. Saul adalah pemimpin yang “tampan dan tinggi” (1 Sam. 9:2) secara fisik, tetapi hatinya lemah. Daud, si bungsu, dipilih karena kualitas jiwanya. “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”
- Prinsip Kepemimpinan Kristen: Kepemimpinan Kristen bukan tentang karisma, talenta, atau penampilan semata. Tuhan mencari integritas karakter, kesalehan, dan motivasi hati. Seorang pemimpin harus terus-menerus membangun kehidupan batinnya (hati) di hadapan Tuhan, karena itulah yang paling bernilai di mata-Nya.
3. Kepemimpinan adalah Pelayanan (Servant Leadership), Bukan Hak Istimewa untuk Diagungkan (1 Samuel 8-12)
- Narasi: Israel meminta seorang raja “seperti pada segala bangsa-bangsa lain” (1 Sam. 8:5). Mereka menolak Tuhan sebagai Raja mereka dan ingin memiliki seorang pemimpin yang dapat mereka lihat dan andalkan secara manusiawi. Tuhan mengizinkannya, tetapi dengan peringatan bahwa seorang raja duniawi akan mengambil (anak-anak, harta, kebebasan mereka), bukan melayani.
- Tafsiran & Aplikasi: Permintaan Israel didasari oleh ketidakpercayaan dan keinginan untuk menjadi sama dengan dunia. Ini kontras dengan model kepemimpinan yang Tuhan inginkan. Samuel adalah contoh pemimpin yang melayani (1 Sam. 12:1-4), sementara Saul semakin lama semakin terobsesi dengan kekuasaan dan statusnya.
- Prinsip Kepemimpinan Kristen: Yesus sendiri menegaskan prinsip ini (Matius 20:25-28). Pemimpin Kristen bukanlah “penguasa” tetapi “pelayan” (hamba). Fokusnya adalah pada pemberdayaan, pelayanan, dan kesejahteraan orang yang dipimpin (domba), bukan pada memuaskan ambisi pribadi atau mengumpulkan pengaguman.
4. Pentingnya Persahabatan dan Penasihat yang Setia (1 Samuel 18:1-4; 19:1-7; 23:16)
- Narasi: Hubungan antara Daud dan Yonatan adalah contoh luar biasa dari persahabatan yang membangun dan melindungi. Yonatan, sebagai putra raja, justru melindungi Daud dari kemarahan Saul ayahnya. Bahkan, Yonatan “mengasihi Daud seperti jiwanya sendiri.” Di kemudian hari, Daud juga dikelilingi oleh para pahlawan dan penasihat yang perkasa.
- Tafsiran & Aplikasi: Saul, sebaliknya, dikelilingi oleh rasa takut dan paranoid. Dia tidak memiliki penasihat sejati yang berani mengatakan kebenaran. Daud, meski melalui banyak penderitaan, membangun komunitas yang setia berdasarkan kepercayaan dan pelayanan.
- Prinsip Kepemimpinan Kristen: Seorang pemimpin tidak boleh menjalankan tugasnya sendirian. Dia membutuhkan akuntabilitas (saling mempertanggungjawabkan), persahabatan yang alkitabiah, dan penasihat yang tidak takut untuk menyampaikan kebenaran. Seorang pemimpin yang terisolasi adalah pemimpin yang rentan jatuh.
5. Menghormati Otoritas yang Ditetapkan Allah (1 Samuel 24 & 26)
- Narasi: Daud dua kali mendapat kesempatan untuk membunuh Saul dan merebut tahta, tetapi dia menolak. Dia menyebut Saul sebagai “orang yang diurapi TUHAN” dan percaya bahwa hanya Tuhanlah yang berhak mencabut otoritas tersebut pada waktu-Nya.
- Tafsiran & Aplikasi: Ini adalah ujian integritas terberat Daud. Dia mempercayai kedaulatan Tuhan lebih dari pada ambisinya sendiri. Dia memilih untuk menderita dalam ketidakadilan daripada mengambil jalan pintas dengan melawan otoritas yang Tuhan izinkan untuk berkuasa.
- Prinsip Kepemimpinan Kristen: Prinsip ini mengajarkan untuk menghormati otoritas (Roma 13:1), meskipun otoritas tersebut tidak sempurna. Seorang pemimpin Kristen harus belajar untuk tunduk sebelum memimpin, dan mempercayai bahwa Tuhan yang berdaulat atas segala jabatan dan waktu.
6. Kepercayaan Penuh kepada Tuhan sebagai Sumber Kekuatan Sejati (1 Samuel 17:45-47)
- Narasi: Melawan Goliat, Daud tidak mengandalkan armor dan pedang Saul, tetapi pada nama Tuhan semesta alam. Keyakinannya mutlak bahwa pertempuran itu adalah milik Tuhan.
- Tafsiran & Aplikasi: Daud memimpin dari posisi ketergantungan total pada Tuhan. Ini kontras dengan Saul yang ketakutan dan mengandalkan kekuatan manusia.
- Prinsip Kepemimpinan Kristen: Pemimpin Kristen harus menyadari bahwa pertempuran dan pelayanan sejati adalah milik Tuhan. Kekuatan, strategi, dan visi harus bersumber dari-Nya. Kepemimpinan adalah soal bergantung pada-Nya, bukan tentang membanggakan kemampuan diri sendiri.
Kesimpulan
Kitab 1 Samuel memberikan dua pilihan model kepemimpinan:
- Model Saul: Kepemimpinan yang bergantung pada penampilan luar, ketakutan akan manusia, ketidaktaatan, dan ambisi pribadi. Model ini pada akhirnya ditolak oleh Tuhan dan membawa kehancuran.
- Model Daud (dengan Samuel sebagai pendahulunya): Kepemimpinan yang berpusat pada hati yang taat, ketergantungan pada Tuhan, integritas, pelayanan, dan penghormatan kepada otoritas Ilahi. Meskipun Daud tidak sempurna, hatinya yang selalu berbalik kepada Tuhan inilah yang membuatnya menjadi “standar” bagi semua raja Israel kemudian dan nenek moyang Mesias.
Bagi pemimpin Kristen hari ini, 1 Samuel adalah cermin yang menantang untuk mengevaluasi motivasi, karakter, dan sumber kebergantungan kita dalam memimpin. Apakah kita memimpin “seperti bangsa-bangsa lain” atau seperti “orang yang berkenan di hati Allah”?