56. SURAT TITUS

Surat Titus adalah salah satu dari tiga Surat-Surat Pastoral (bersama 1 Timotius dan 2 Timotius) dalam Perjanjian Baru Alkitab Kristen. Surat ini berisi nasihat praktis dan teologis untuk kepemimpinan gereja dan kehidupan Kristen. Berikut adalah ulasan mengenai penulis, waktu dan tempat penulisan, serta tujuan penulisan surat ini:

1. Penulis

    Surat Titus secara tradisional dianggap ditulis oleh Rasul Paulus, sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan surat: “Dari Paulus, hamba Allah dan rasul Yesus Kristus untuk memajukan iman orang-orang pilihan Allah” (Titus 1:1). Surat ini ditujukan kepada Titus, seorang rekan sekerja Paulus yang merupakan orang non-Yahudi (kemungkinan dari latar belakang Yunani, berdasarkan Galatia 2:3) dan ditinggalkan Paulus di Kreta untuk mengatur jemaat di sana (Titus 1:5).

    Seperti halnya Surat-Surat Pastoral lainnya, kepenulisan Paulus atas Surat Titus diperdebatkan di kalangan sarjana modern. Beberapa sarjana berpendapat bahwa surat ini mungkin ditulis oleh seorang pengikut Paulus pada akhir abad pertama (sekitar 90-110 M), karena perbedaan gaya bahasa, kosa kata, dan struktur organisasi gereja yang lebih terstruktur dibandingkan surat-surat Paulus yang tidak diragukan (mis., Roma, Korintus). Namun, tradisi Kristen awal dan banyak sarjana konservatif menerima Paulus sebagai penulis, kemungkinan dengan bantuan juru tulis, mengingat konsistensi teologis dan referensi pribadi dalam surat ini.

    2. Waktu dan Tempat Penulisan

    Jika Paulus adalah penulisnya, Surat Titus kemungkinan ditulis sekitar tahun 62-64 Masehi, setelah Paulus dibebaskan dari tahanan rumah pertamanya di Roma (KPR 28:30-31) dan sebelum penahanan keduanya yang berujung pada kemartirannya sekitar tahun 67 M. Periode ini sesuai dengan tradisi bahwa Paulus melakukan perjalanan misionaris tambahan, termasuk ke Kreta, yang tidak dicatat dalam Kisah Para Rasul. Jika dianggap sebagai karya non-Pauline, surat ini mungkin ditulis pada akhir abad pertama (90-110 M).

    Tempat penulisan tidak disebutkan secara eksplisit dalam surat ini. Namun, berdasarkan konteks, kemungkinan besar surat ini ditulis dari Makedonia atau wilayah lain selama perjalanan Paulus setelah pembebasannya dari Roma. Dalam Titus 3:12, Paulus menyebutkan rencananya untuk menghabiskan musim dingin di Nikopolis (kemungkinan di wilayah barat laut Yunani), yang mendukung dugaan bahwa ia menulis surat ini dari wilayah sekitar Yunani atau Makedonia. Beberapa sarjana juga menduga surat ini ditulis dari tempat lain seperti Efesus, tetapi Makedonia adalah kandidat yang lebih mungkin.

    3. Tujuan Penulisan

    Surat Titus ditujukan kepada Titus, yang ditinggalkan Paulus di Kreta untuk “menyelesaikan apa yang masih harus dilakukan” dan “menetapkan penatua-penatua di setiap kota” (Titus 1:5). Surat ini berfungsi sebagai panduan bagi Titus dalam memimpin jemaat-jemaat di Kreta, sebuah pulau yang dikenal dengan tantangan budaya dan moralnya. Berikut adalah tujuan utama penulisan surat ini:

    1. Mengatur Kepemimpinan Gereja – Paulus memberikan instruksi kepada Titus untuk menetapkan penatua-penatua (Titus 1:5-9), dengan kualifikasi yang mencakup integritas moral, kesetiaan dalam pernikahan, dan kemampuan untuk mengajar doktrin yang benar. Ini menunjukkan kebutuhan akan kepemimpinan yang kuat dan terpercaya untuk membimbing jemaat-jemaat di Kreta.
    2. Menangani Ajaran Sesat – Paulus memperingatkan Titus tentang guru-guru palsu, khususnya dari “golongan sunat” (kemungkinan orang-orang Yahudi yang memaksakan hukum Taurat), yang menyebabkan kekacauan dan mengajarkan hal-hal yang salah demi keuntungan pribadi (Titus 1:10-16). Ia meminta Titus untuk menegur mereka dengan tegas agar jemaat tetap berpegang pada ajaran yang sehat.
    3. Mengajarkan Doktrin Sehat dan Kehidupan Kristen – Paulus menekankan pentingnya pengajaran yang benar yang menghasilkan kehidupan yang saleh. Ia memberikan panduan praktis untuk berbagai kelompok dalam jemaat—pria tua, wanita tua, wanita muda, pria muda, dan hamba—agar mereka hidup sesuai dengan nilai-nilai Kristen (Titus 2:1-10). Tujuannya adalah agar jemaat di Kreta menjadi saksi yang baik di tengah budaya yang penuh tantangan.
    4. Mendorong Perbuatan Baik – Paulus menekankan bahwa anugerah Allah tidak hanya menyelamatkan tetapi juga mendorong umat percaya untuk melakukan perbuatan baik (Titus 2:11-14; 3:1, 8). Ini penting di Kreta, di mana penduduknya digambarkan sebagai “pembohong, binatang buas, dan pemalas” (Titus 1:12), sehingga gereja perlu menunjukkan perubahan hidup yang nyata sebagai kesaksian iman.
    5. Membangun Komunitas yang Bersatu dan Disiplin – Paulus meminta Titus untuk mengajar jemaat agar tunduk kepada otoritas, hidup dalam damai, dan menghindari pertikaian yang tidak bermanfaat (Titus 3:1-2, 9-11). Ia juga memberikan panduan tentang menangani orang-orang yang memecah belah jemaat, termasuk dengan menegur dan, jika perlu, memisahkan mereka dari komunitas (Titus 3:10-11).
    6. Memberikan Dukungan Pribadi kepada Titus – Paulus memberikan dorongan pribadi kepada Titus, memintanya untuk bergabung dengannya di Nikopolis setelah digantikan oleh Artemis atau Tikhikus (Titus 3:12). Ia juga meminta Titus untuk membantu Zenas dan Apolos dalam perjalanan mereka (Titus 3:13), menunjukkan hubungan yang erat dan kolaboratif dalam pelayanan.

    Ringkasan

    Surat Titus kemungkinan ditulis oleh Rasul Paulus sekitar tahun 62-64 M dari Makedonia atau wilayah sekitarnya, ditujukan kepada Titus yang melayani di Kreta. Tujuannya adalah untuk membimbing Titus dalam mengatur kepemimpinan gereja, menangani ajaran sesat, mengajarkan doktrin yang sehat, mendorong kehidupan Kristen yang saleh, dan membangun komunitas gereja yang kuat dan bersaksi baik di tengah budaya Kreta yang menantang. Surat ini relevan bagi pemimpin Kristen karena menawarkan prinsip-prinsip tentang kepemimpinan, disiplin gereja, dan pentingnya perbuatan baik sebagai wujud iman.

    Prinsio-prinsip Kepemimpinan Rohani dalam Surat Titus

    Surat Titus sering dianggap sebagai saudara kembar dari 1 Timotius, yang juga berfokus pada tata gereja. Namun, konteks dan penekanannya memiliki nuansa kepemimpinan yang unik. Jika Timotius berada di Efesus (kota metropolitan yang mapan), Titus ditempatkan di Kreta, sebuah pulau yang terkenal dengan kebudayaan yang tidak tertib dan moral yang buruk (Titus 1:12). Oleh karena itu, Surat Titus menunjukkan sisi kepemimpinan Rasul Paulus sebagai seorang strategis budaya (cultural strategist) dan pembangun fondasi (foundation builder) yang tugasnya adalah membentuk komunitas yang beradab dan berintegritas di tengah lingkungan yang bobrok. Berikut adalah tafsiran kunci Surat Titus melalui lensa kepemimpinan Paulus:

    a. Kepemimpinan yang Kontekstual dan Melawan Budaya yang Rusak (Counter-Cultural Leadership)

      Paulus dengan jujur mengutip seorang nabi lokal Kreta yang mengatakan, “Dengan sifatnya yang pembohong, orang Kreta adalah binatang buas, pelahap yang malas.” (1:12). Paulus tidak menyangkalnya, malah setuju (“kesaksian itu benar,” 1:13a) dan menjadikannya alasan mengapa kepemimpinan yang kuat sangat dibutuhkan.

      Kaitannya dengan Kepemimpinan – Seorang pemimpin yang efektif harus memahami realitas budaya tempat ia bekerja, bukan mengabaikannya atau berkompromi. Paulus menganalisis lingkungan Kreta yang rusak dan merancang strategi untuk melawannya dengan membangun sebuah “budaya tandingan” (counter-culture) yang didasarkan pada kasih karunia Allah. Ini adalah kepemimpinan yang realistis dan transformatif.

      b. Kepemimpinan yang Menegakkan Otoritas untuk Menertibkan (Authority for Order)

      Tugas utama Titus adalah “menertibkan apa yang masih perlu ditertibkan” (1:5). Kata “menertibkan” (Yun: epidiorthō) berarti memperbaiki, meluruskan, atau menata dengan benar. Ini adalah tugas administratif dan organisasi yang jelas.

      Kaitannya dengan Kepemimpinan – Paulus menunjukkan bahwa kepemimpinan rohani termasuk tanggung jawab untuk menciptakan ketertiban dan struktur. Dalam kekacauan, Injil tidak bisa bertumbuh dengan baik. Seorang pemimpin seperti Titus diberi mandat untuk mengambil kendali, menunjuk penatua, dan menetapkan sistem yang sehat. Otoritas digunakan untuk menciptakan lingkungan di mana kebenaran dan kasih dapat berkembang.

      c. Kepemimpinan yang Menekankan Doktrin yang Menghasilkan Perbuatan (Theology that Transforms Behavior)

      Surat Titus terkenal dengan hubungannya yang erat antara pengajaran sehat (didaskalia hugiainousa) dan perbuatan baik (kala erga).

      Ajaran tentang kasih karunia Allah tidak hanya untuk menyelamatkan, tetapi juga “mendidik kita agar kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan agar kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (2:11-12).

      Pengajaran yang sehat harus “nyata” dalam kehidupan semua kelompok: laki-laki tua, perempuan tua, perempuan muda, dan hamba-hamba (pasal 2).

      Kaitannya dengan Kepemimpinan – Bagi Paulus, seorang pemimpin harus memastikan bahwa teologi menghasilkan transformasi etika. Kepemimpinan bukan hanya tentang menyampaikan kebenaran tetapi tentang memastikan kebenaran itu mewujud dalam kehidupan sehari-hari jemaat. Kesalehan yang praktis adalah bukti kebenaran doktrin.

      d. Kepemimpinan yang Membangun Reputasi di Hadapan Publik (Public Witness)

      Tujuan dari kehidupan yang berubah dan tertib ini adalah reputasi publik. “Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu,… supaya lawan menjadi malu, karena tidak dapat memburukkan kita lagi.” (2:7-8)

      Hamba-hamba harus taat kepada tuan mereka “agar dalam segala hal mereka menjadikan ajaran Allah, Juruselamat kita, indah.” (2:10)

      Kaitannya dengan Kepemimpinan – Paulus memiliki visi yang luas. Ia tidak hanya memimpin untuk kebaikan internal gereja, tetapi untuk dampak eksternal terhadap masyarakat. Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk membangun citra dan kesaksian komunitasnya di mata dunia luar sehingga nama Allah dipermuliakan dan pintu untuk pemberitaan Injil terbuka lebar.

      e. Kepemimpinan yang Delegatif dan Mempercayai Bawahan (Delegative Trust)

      Paulus mengutus Titus, seorang non-Yahudi (Gal. 2:3), untuk menangani situasi yang sangat sulit sendirian. Surat ini singkat, langsung, dan penuh dengan instruksi yang jelas. Paulus tidak mengurus mikro (micro-manage), tetapi memberikan otoritas dan kepercayaan penuh kepada Titus untuk melaksanakan mandatnya.

      Kaitannya dengan Kepemimpinan – Ini menunjukkan kepercayaan Paulus yang besar pada kemampuan Titus. Seorang pemimpin yang baik mengetahui kapan harus mendelegasikan tugas yang menantang kepada orang yang kompeten dan kemudian mendukung mereka dengan panduan yang jelas dan otoritas untuk bertindak.

      Kesimpulan:

      Surat Titus mengungkapkan sisi kepemimpinan Rasul Paulus yang **strategis, praktis, dan berorientasi pada transformasi masyarakat**. Melalui surat ini, ia menunjukkan bahwa pemimpin Kristen yang efektif adalah:

      1. Seorang Analis Budaya yang memahami realitas lingkungannya dan merancang strategi yang tepat.
      2. Seorang Penata yang menggunakan otoritasnya untuk menciptakan ketertiban dan struktur yang sehat.
      3. Seorang Teolog Praktis yang menghubungkan doktrin yang dalam dengan perubahan perilaku yang nyata.Seorang Ahli Reputasi yang peduli dengan kesaksian publik dan dampak komunitasnya terhadap dunia.
      4. Seorang Pemberi Kepercayaan yang mendelegasikan tugas sulit dengan keyakinan dan dukungan.

      Singkatnya, kepemimpinan Paulus dalam Surat Titus adalah tentang membangun fondasi yang kokoh untuk sebuah komunitas yang tidak hanya benar dalam imannya, tetapi juga baik dalam hidupnya—sehingga menjadi cahaya yang tak terbantahkan di tengah kegelapan budaya.

      SURAT 2 TIMOTIUS

      SURAT FILEMON