
Kitab Ulangan (Deuteronomy) merupakan kitab kelima dalam Alkitab Perjanjian Lama, yang termasuk dalam kelompok Pentateukh atau Taurat. Kitab ini berisi serangkaian pidato Musa kepada bangsa Israel menjelang masuk ke Tanah Perjanjian, dengan fokus pada pengulangan hukum-hukum Tuhan. Berikut adalah ulasan mengenai penulis, waktu dan tempat penulisan, serta tujuan penulisan, berdasarkan perspektif tradisional dan kritis modern untuk memberikan pandangan yang seimbang.
1. Penulis
Secara tradisional, Kitab Ulangan dikaitkan dengan Musa sebagai penulis utama. Kitab ini sendiri menyatakan bahwa Musa menulis bagian-bagiannya, seperti dalam Ulangan 1:1-5, 31:9, dan 31:22, di mana disebutkan bahwa Musa menyampaikan dan mencatat kata-kata tersebut. Pandangan ini didukung oleh banyak sarjana konservatif Kristen, yang melihat kitab ini sebagai kumpulan khotbah Musa yang ditulis menjelang akhir hidupnya sekitar tahun 1406 SM. Yesus sendiri sering mengutip Ulangan dan mengaitkannya dengan Musa, seperti dalam Matius 19:8. Namun, bab terakhir (Ulangan 34) yang menceritakan kematian Musa diyakini ditambahkan kemudian, mungkin oleh Yosua atau orang lain seperti Ezra atau para tua-tua.
Di sisi lain, sarjana modern dan kritis, termasuk dalam hipotesis dokumenter, menolak kepenulisan Musa sepenuhnya. Mereka berpendapat bahwa kitab ini disusun oleh kelompok “Deuteronomis” (kemungkinan imam Lewi) pada abad ke-7 SM, dengan pengaruh dari reformasi Raja Yosia. Bagian inti (Ulangan 12-26, Kode Deuteronomis) dianggap sebagai yang tertua, sementara keseluruhan kitab mungkin diselesaikan antara abad ke-7 hingga ke-5 SM. Bukti termasuk kemiripan dengan perjanjian vassal Asyur pada masa itu dan penemuan “kitab hukum” di bait suci pada masa Yosia (2 Raja-raja 22-23).
2. Waktu dan Tempat Penulisan
Dari perspektif tradisional, Kitab Ulangan ditulis sekitar tahun 1406 SM, pada akhir 40 tahun pengembaraan bangsa Israel di padang gurun, tepat sebelum mereka menyeberangi Sungai Yordan. Tempat penulisan adalah dataran Moab, di sebelah timur Tanah Perjanjian, di mana Musa menyampaikan pidato-pidatonya. Ini sesuai dengan kronologi Alkitab, dengan asumsi Keluaran dari Mesir terjadi sekitar 1446 SM.
Pandangan kritis menempatkan penulisan pada abad ke-7 SM, khususnya selama pemerintahan Raja Yosia (sekitar 622 SM), di Yerusalem. Beberapa sarjana mengusulkan tanggal yang lebih lambat, seperti masa pengasingan Babel (abad ke-6 SM) atau pasca-pengasingan (abad ke-5 SM), berdasarkan konteks sejarah dan pengaruh budaya seperti perjanjian Esarhaddon. Tempatnya adalah Yerusalem atau wilayah Yehuda, mencerminkan kebutuhan sosial dan ekonomi kelompok Deuteronomis.
3. Tujuan Penulisan
Tujuan utama Kitab Ulangan adalah untuk mengulangi dan memperbarui perjanjian antara Tuhan dan bangsa Israel, mempersiapkan generasi baru (yang tidak mengalami peristiwa di Gunung Sinai) agar taat kepada hukum Tuhan saat memasuki Tanah Perjanjian. Kitab ini menekankan kesetiaan kepada Tuhan yang Esa (seperti dalam Sema Yisrael di Ulangan 6:4-5), peringatan terhadap penyembahan berhala, dan pentingnya ketaatan untuk menerima berkat daripada kutuk. Secara literer, ini berfungsi sebagai pidato perpisahan Musa, mengingatkan masa lalu dan mendorong pembaruan perjanjian.
Dalam pandangan kritis, tujuan penulisan terkait dengan reformasi agama pada masa Yosia, seperti sentralisasi ibadah di Yerusalem (Ulangan 12) dan promosi monoteisme ketat untuk menyatukan bangsa di tengah ancaman politik. Kitab ini juga mencerminkan kebutuhan untuk mereformasi masyarakat Israel menurut standar etis dan ritual yang lebih baru.
Secara keseluruhan, Kitab Ulangan tetap menjadi teks penting dalam tradisi Yahudi dan Kristen, dengan ayat-ayat kunci seperti Ulangan 6:4-7 yang menjadi dasar iman monoteis. Pandangan tentang asal-usulnya bervariasi tergantung pada pendekatan teologis atau historis-kritis, tetapi isinya terus relevan untuk studi perjanjian dan etika Alkitab.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Kristen dari Kitab Ulangan
Kitab Ulangan, yang secara harfiah berarti “hukum kedua” atau “pengulangan hukum,” pada dasarnya adalah serangkaian pidato perpisahan Musa sebelum bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Dalam konteks ini, Musa tidak hanya mengulang hukum Taurat tetapi juga menetapkan visi dan prinsip-prinsip untuk kepemimpinan bangsa itu di masa depan. Kitab ini sangat kaya dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang abadi dan sangat relevan bagi Kepemimpinan Kristen masa kini.
1. Kepemimpinan yang Berdasarkan pada Firman Tuhan (Ulangan 5; 6:1-9)
Musa dengan tekun mengingatkan para pemimpin dan seluruh bangsa untuk mengingat, mempelajari, menghidupi, dan mengajarkan Firman Tuhan.
- Ulangan 6:6-7: “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu…”
- Relevansi untuk Kristen: Seorang pemimpin Kristen pertama-tama adalah seorang yang dipimpin dan dibentuk oleh Firman Tuhan. Kewibawaannya bukan berasal dari karisma atau keahliannya semata, tetapi dari kesetiaannya kepada kebenaran Alkitab. Keputusannya, ajarannya, dan hidupnya harus berakar pada Scripture.
2. Kepemimpinan yang Takut akan Tuhan, Bukan Takut akan Manusia (Ulangan 10:12-13)
Musa menekankan bahwa esensi dari segala sesuatu adalah takut akan Tuhan, mengasihi-Nya, dan beribadah kepada-Nya dengan segenap hati.
- Ulangan 10:12: “Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan dari padamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkan-Nya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu.”
- Relevansi untuk Kristen: Seorang pemimpin yang takut akan Tuhan akan mengutamakan pertanyaan “Apa yang Tuhan kehendaki?” di atas “Apa yang orang inginkan?” atau “Apa yang populer?” Ini memberikan kebebasan dan keberanian untuk memimpin sesuai dengan prinsip kebenaran, bukan tekanan opini publik.
3. Kepemimpinan yang Melayani dan Tidak Menjadi Beban (Ulangan 17:14-20)
Dalam pasal ini, Musa memberikan petunjuk khusus untuk memilih seorang raja di masa depan. Aturan-aturan ini dirancang untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan.
- Ulangan 17:16-17, 20: Raja dilarang menumpuk kuda (kekuatan militer), banyak istri (aliansi politik yang menyesatkan), serta emas dan perak (keserakahan). Sebaliknya, ia harus “membuat salinan hukum Tuhan dan membacanya seumur hidupnya” agar ia belajar takut akan Tuhan dan tidak memandang dirinya lebih tinggi dari saudara-saudaranya.
- Relevansi untuk Kristen: Yesus sendiri menegaskan prinsip ini (Matius 20:25-28). Pemimpin Kristen adalah hamba (servant leader). Ia tidak memimpin untuk keuntungan pribadi, status, atau kekuasaan, tetapi untuk melayani dan membangun orang lain. Ia harus rendah hati (“tidak memandang dirinya lebih tinggi”) dan terikat pada Firman.
4. Kepemimpinan yang Mengandalkan Tuhan, Bukan Kekuatan Sendiri (Ulangan 8:17-18; 20:1-4)
Musa memperingatkan bangsa Israel untuk tidak berkata, “Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini,” tetapi ingat bahwa Tuhanlah yang memberikan kemampuan. Dalam peperangan, Tuhan sendirilah yang berjalan di depan mereka.
- Relevansi untuk Kristen: Seorang pemimpin Kristen harus memiliki ketergantungan penuh pada Tuhan. Ia menyadari bahwa sumber kebijaksanaan, kekuatan, dan provision (penyediaan) adalah Tuhan, bukan kecerdasan, pengalaman, atau jaringannya sendiri. Ini mencegah kesombongan dan memupuk sikap doa serta penyerahan diri.
5. Kepemimpinan yang Mengingat Sejarah dan Mengajarkannya (Ulangan 4:9; 6:20-25; 32:7)
Seluruh kitab Ulangan adalah pengingat akan perbuatan-perbuatan besar Tuhan dalam sejarah: membebaskan dari Mesir, memelihara di padang gurun, dan menuntun menuju tanah perjanjian.
- Relevansi untuk Kristen: Pemimpin yang baik adalah seorang “sejarawan” yang baik. Ia mengingat dan menceritakan kebaikan dan kesetiaan Tuhan di masa lalu kepada generasi sekarang. Ini membangun iman, identitas, dan pengharapan komunitas yang dipimpinnya. Ia belajar dari kesalahan masa lalu (seperti pemberontakan Israel) untuk tidak mengulanginya.
6. Kepemimpinan yang Memperjuangkan Keadilan dan Membela yang Lemah (Ulangan 24:17-18; 27:19)
Hukum-hukum dalam Ulangan penuh dengan perintah untuk berlaku adil, terutama kepada janda, yatim piatu, dan orang asing (the marginalized).
- Ulangan 24:17: “Janganlah engkau memperkosa hak orang asing dan anak yatim, dan janganlah engkau mengambil pakaian seorang janda menjadi gadai.”
- Relevansi untuk Kristen: Pemimpin Kristen memiliki tanggung jawab profetik untuk menjadi suara bagi yang tidak bersuara dan membela mereka yang tertindas. Kepemimpinannya harus mencerminkan karakter Allah yang adil dan pengasih.
7. Kepemimpinan yang Mempersiapkan Penerus (Ulangan 31:1-8; 34:9)
Musa dengan sengaja mempersiapkan Yosua untuk menggantikannya. Ia meneguhkan Yosua di depan seluruh Israel dan mendoakannya.
- Ulangan 31:7: “Lalu Musa memanggil Yosua dan berkata kepadanya di depan seluruh orang Israel: “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, sebab engkau akan masuk bersama-sama dengan bangsa ini ke negeri…”
- Relevansi untuk Kristen: Salah satu ukuran kesuksesan seorang pemimpin adalah apakah ia telah mempersiapkan dan melahirkan pemimpin-pemimpin baru yang bahkan lebih baik darinya. Kepemimpinan bukan tentang membangun kerajaan sendiri, tetapi tentang memastikan visi Tuhan terus berlanjut untuk generasi berikutnya.
Figur Musa sebagai Teladan Kepemimpinan
Musa sendiri adalah contoh utama dari prinsip-prinsip ini:
- Seorang perantara yang berdoa bagi bangsanya (Ul. 9:25-29).
- Seorang nabi yang menyampaikan Firman Tuhan tanpa kompromi.
- Seorang hamba yang digambarkan sebagai “orang yang sangat lembut hatinya, lebih dari setiap manusia yang di atas muka bumi” (Bilangan 12:3), menunjukkan kerendahan hati di tengah otoritasnya.
- Seorang yang tidak egois, yang lebih mementingkan kemuliaan Tuhan dan keselamatan bangsanya daripada posisinya sendiri.
Kesimpulan
Kitab Ulangan menawarkan sebuah paradigma kepemimpinan teokratis, di mana pemimpin manusia adalah wakil (representative) dan hamba (servant) dari Pemimpin sejati, yaitu Tuhan sendiri. Kepemimpinan Kristen, menurut tafsiran Ulangan, adalah panggilan untuk:
- Dibentuk oleh Firman (Bible-based),
- Didorong oleh Kasih dan Rasa Takut akan Tuhan (God-centered),
- Diwujudkan dalam Pelayanan yang Rendah Hati (Servant-hearted),
- Dijalankan dengan Keadilan dan Belas Kasihan (Justice-oriented), dan
- Ditujukan untuk Kelangsungan Visi Tuhan (Succession-minded).
Prinsip-prinsip ini berlaku universal, baik untuk pemimpin gereja, pemimpin komunitas, pemimpin keluarga, maupun pemimpin di dunia profesional yang ingin menjalankan perannya dengan perspektif iman Kristen.