63. SURAT 2 YOHANES

Surat 2 Yohanes adalah salah satu surat terpendek dalam Perjanjian Baru, namun kaya akan pengajaran tentang kasih, kebenaran, dan kewaspadaan terhadap ajaran sesat. Berikut adalah ulasan mengenai penulis, waktu dan tempat penulisan, serta tujuan penulisan surat ini.

1. Penulis

    Surat ini ditulis oleh seseorang yang menyebut dirinya “Penatua” (2 Yohanes 1:1). Tradisi gereja awal secara luas mengidentifikasi penulis sebagai Yohanes, rasul Yesus, yang juga dianggap sebagai penulis Injil Yohanes, 1 Yohanes, 3 Yohanes, dan Kitab Wahyu. Bukti yang mendukung kepenulisan Yohanes meliputi:

    1. Kesamaan Gaya dan Tema – Surat 2 Yohanes memiliki kesamaan kosa kata, gaya, dan tema dengan 1 Yohanes dan Injil Yohanes, seperti penekanan pada “kebenaran,” “kasih,” dan peringatan terhadap penyesat (2 Yohanes 1:4-7; bandingkan 1 Yohanes 2:18-23, 4:1-3).
    2. Otoritas Apostolik – Penggunaan istilah “Penatua” (Yun.: presbyteros) bisa merujuk pada otoritas rohani Yohanes sebagai pemimpin gereja yang dihormati, bukan hanya jabatan formal, terutama mengingat usianya yang sudah lanjut pada akhir abad pertama.
    3. Tradisi Gereja – Bapa gereja seperti Irenaeus dan Klemens dari Aleksandria menghubungkan surat ini dengan Yohanes, mendukung bahwa ia adalah penulisnya.

    Kontroversi Kepenulisan – Beberapa sarjana modern menduga bahwa surat ini mungkin ditulis oleh anggota “komunitas Yohanes” atau seorang murid Yohanes, bukan Yohanes sendiri, karena penggunaan istilah “Penatua” dan panjang surat yang sangat singkat. Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung penulis alternatif, dan kesamaan dengan 1 Yohanes serta tradisi gereja awal lebih mendukung kepenulisan Yohanes, rasul Yesus. Istilah “Penatua” kemungkinan mencerminkan peran pastoralnya di akhir hidupnya.

    2. Waktu dan Tempat Penulisan

    Surat 2 Yohanes kemungkinan ditulis sekitar tahun 85-95 M, bersamaan atau sesudah 1 Yohanes dan Injil Yohanes. Alasan utama:

    1. Konteks Teologis – Surat ini menangani ancaman ajaran sesat yang mirip dengan bentuk awal Gnostisisme atau doketisme (2 Yohanes 1:7), yang konsisten dengan tantangan teologis pada akhir abad pertama, sebagaimana juga dihadapi dalam 1 Yohanes.
    2. Kesamaan dengan 1 Yohanes – Karena gaya dan tema yang sangat mirip dengan 1 Yohanes, kedua surat ini kemungkinan ditulis dalam periode waktu yang dekat.
    3. Tidak ada peristiwa sejarah spesifik yang disebutkan, tetapi konteks gereja yang menghadapi ajaran sesat menunjukkan penulisan pada akhir abad pertama, ketika Yohanes diyakini masih aktif di Efesus.

    Surat ini tidak menyebutkan tempat penulisan secara eksplisit. Namun, tradisi gereja awal menyatakan bahwa Yohanes menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Efesus, sebuah pusat kekristenan di Asia Kecil (sekarang Turki). Oleh karena itu, Efesus adalah tempat penulisan yang paling mungkin, konsisten dengan penulisan 1 Yohanes dan Injil Yohanes. Tidak ada bukti kuat yang mendukung lokasi lain.

    3. Tujuan Penulisan

    Surat 2 Yohanes ditujukan kepada “Ibu terpilih dan anak-anaknya” (2 Yohanes 1:1), yang kemungkinan besar adalah metafora untuk sebuah gereja lokal dan anggota-anggotanya, meskipun beberapa sarjana berpendapat ini bisa merujuk pada seorang wanita tertentu dan keluarganya. Surat ini memiliki struktur surat yang singkat namun tegas, dengan tujuan sebagai berikut:

    1. Menegaskan Pentingnya Kasih dan Kebenaran – Yohanes menekankan bahwa kasih sejati diwujudkan dengan hidup dalam kebenaran dan ketaatan kepada perintah Allah, khususnya perintah untuk saling mengasihi (2 Yohanes 1:4-6). Ini mencerminkan tema utama 1 Yohanes bahwa kasih dan kebenaran tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan Kristen.
    2. Memperingatkan terhadap Ajaran Sesat – Yohanes memperingatkan terhadap penyesat yang menyangkal bahwa Yesus Kristus datang dalam daging (2 Yohanes 1:7), sebuah ajaran yang mirip dengan doketisme atau Gnostisisme awal. Ia menasihati gereja untuk tidak menerima atau menyambut para pengajar palsu ini (2 Yohanes 1:10-11), demi melindungi iman komunitas.
    3. Mendorong Ketekunan dalam Iman – Yohanes mendorong penerima surat untuk tetap teguh dalam ajaran yang benar dan tidak kehilangan “upah yang penuh” (2 Yohanes 1:8). Ia ingin memastikan bahwa gereja tetap setia kepada pengajaran apostolik di tengah ancaman ajaran sesat.
    4. Mempertahankan Persekutuan dalam Komunitas – Surat ini mencerminkan kepedulian pastoral Yohanes terhadap gereja lokal, dengan harapan untuk memperkuat persekutuan mereka dalam kebenaran dan kasih. Ia juga menyatakan keinginannya untuk mengunjungi mereka secara langsung untuk berbicara lebih lanjut (2 Yohanes 1:12), menunjukkan hubungan yang erat dengan komunitas ini.
    5. Menjaga Kemurnian Doktrin – Dengan ancaman ajaran sesat yang menyebar, Yohanes menulis untuk menegaskan doktrin inti tentang inkarnasi Kristus dan untuk melindungi gereja dari pengaruh yang merusak. Ini adalah panggilan untuk kewaspadaan rohani dan kesetiaan kepada ajaran yang diterima dari para rasul.

    Kesimpulan:

    Surat 2 Yohanes kemungkinan besar ditulis oleh Yohanes, rasul Yesus, sekitar tahun 85-95 M dari Efesus. Ditujukan kepada sebuah gereja lokal (atau mungkin individu tertentu), surat ini bertujuan untuk menegaskan pentingnya kasih dan kebenaran, memperingatkan terhadap ajaran sesat, mendorong ketekunan dalam iman, mempertahankan persekutuan dalam komunitas, dan menjaga kemurnian doktrin Kristen. Meskipun singkat, surat ini relevan hingga kini sebagai pengingat untuk hidup dalam kasih, tetap setia pada kebenaran Injil, dan waspada terhadap ajaran yang menyimpang dari kebenaran tentang Kristus.

    Prinsip-prinsip Kepemimpinan Rohani dalam Surat 2 Yohanes

    Surat 2 Yohanes, meski singkat, mengandung prinsip-prinsip kepemimpinan rohani yang sangat relevan, terutama dalam konteks menjaga kebenaran dan komunitas di tengah pengajaran sesat. Prinsip-prinsip ini ditujukan bukan hanya untuk seorang “penatua” (ayat 1), tetapi juga berlaku bagi semua pemimpin dan pengajar dalam komunitas iman. Berikut adalah prinsip-prinsip kepemimpinan rohani yang dapat digali dari Surat 2 Yohanes:

    1. Kepemimpinan yang Dilandasi Kasih dan Kebenaran (Ayat 1-3)

    • Prinsip: Kasih dan kebenaran tidak boleh dipisahkan. Kepemimpinan rohani yang sejati lahir dari kebenaran (ajaran yang benar tentang Kristus) dan diwujudkan dalam kasih.
    • Aplikasi: Seorang pemimpin rohani harus mengasihi jemaatnya, tetapi kasih itu harus berjalan di dalam “kebenaran” (ayat 1, 3). Kepemimpinan bukan sekadar relasional atau doktrinal semata, tetapi integrasi keduanya.

    2. Kewaspadaan Terhadap Pengajaran Sesat (Ayat 7-11)

    • Prinsip: Pemimpin bertanggung jawab untuk melindungi kawanan domba dari ajaran yang menyimpang, khususnya yang menyangkut pribadi Yesus Kristus.
    • Aplikasi:
      • Mengenali Kesalahan: Sangat mengenal doktrin inti (ayat 7: “Yesus Kristus telah datang sebagai manusia”) untuk mengidentifikasi penyesatan (doketisme yang menyangkal kemanusiaan Yesus).
      • Tegas dalam Batasan: Ayat 10-11 memberikan pedoman tegas: jangan menerima atau mendukung pengajar sesat yang membawa ajaran yang merusak. Ini adalah bentuk kasih yang protektif terhadap jemaat, bukan kebencian.
      • Motivasi: Melakukan hal ini untuk “upahmu yang penuh” (ayat 8) dan untuk menjaga jemaat tidak “kehilangan percuma apa yang telah kita kerjakan” (ayat 8).

    3. Berjalan dalam Perintah Kristus (Ayat 4-6)

    • Prinsip: Ukuran keberhasilan kepemimpinan adalah ketaatan jemaat kepada perintah Allah, terutama perintah untuk saling mengasihi.
    • Aplikasi:
      • Sukacita Pemimpin (ayat 4): Sukacita terbesar pemimpin rohani adalah melihat “bahwa separuh dari anak-anakmu hidup dalam kebenaran.”
      • Inti Pengajaran: Pesan utama yang harus diajarkan dan dihidupi ulang adalah “supaya kita saling mengasihi” (ayat 5) yang berasal dari perintah Bapa.
      • Kasih sebagai Ketaatan: Kasih bukan hanya perasaan, tetapi berjalan menurut perintah-perintah-Nya (ayat 6). Pemimpin mencontohkan dan menuntun jemaat kepada ketaatan yang hidup.

    4. Menjaga Persekutuan yang Sehat (Ayat 10-12)

    • Prinsip: Persekutuan (komunitas) harus dijaga kemurniannya dari pengaruh yang merusak. Ada waktu untuk teguran dan batasan yang jelas.
    • Aplikasi: Pemimpin harus berani membuat keputusan yang tidak populer (seperti menolak memberi sambutan kepada pengajar sesat) untuk kesehatan spiritual komunitas. Ini adalah disiplin gerejawi yang dilakukan demi kasih kepada kebenaran.

    5. Komunikasi yang Personal dan Langsung (Ayat 12-13)

    • Prinsip: Komunikasi tatap muka dan personal lebih disukai daripada melalui surat untuk hal-hal yang mendalam.
    • Aplikasi: Seorang pemimpin rohani harus merindukan interaksi yang langsung, hangat, dan mendalam (“supaya sempurna sukacita kita”), bukan hanya bergantung pada pengajaran tertulis. Hubungan yang personal adalah inti dari pelayanan.

    Ringkasan dan Integrasi Prinsip-Prinsip:

    Surat 2 Yohanes menggambarkan pemimpin rohani sebagai “penjaga kebenaran” dan “penggembala yang mengasihi.” Dua fungsi ini tidak terpisah:

    • Sebagai Penjaga (Guardian): Ia waspada, tegas, berpengetahuan doktrinal, dan berani menetapkan batasan terhadap ancaman dari luar.
    • Sebagai Gembala (Shepherd): Ia mengasihi, bergembira dengan pertumbuhan rohani jemaat, menekankan kasih dan ketaatan, serta membangun hubungan yang personal.

    Keseimbangan yang Sulit namun Krusial: Prinsip utama yang mendasari semuanya adalah “Kasih dalam Kebenaran” (ayat 1, 3). Kepemimpinan rohani yang alkitabiah menolak untuk mengorbankan kebenaran demi kesatuan yang semu, dan juga menolak untuk memperjuangkan kebenaran dengan cara yang tidak mengasihi. Keduanya berjalan seiring.

    Dengan demikian, Surat 2 Yohanes memberikan panduan yang sangat diperlukan bagi gereja di segala zaman untuk memimpin dengan ketegasan dalam doktrin dan kehangatan dalam kasih, terutama dalam situasi di mana identitas iman Kristen sedang diuji.

    SURAT 1 YOHANES

    SURAT 3 YOHANES