
1. Penulis:
Kitab Kidung Agung secara tradisional dianggap ditulis oleh Raja Salomo, sebagaimana disebutkan dalam ayat pembuka (Kidung Agung 1:1, “Kidung Agung, karangan Salomo”). Salomo dikenal karena kebijaksanaannya dan karya-karya puitisnya, termasuk Amsal dan Pengkhotbah. Meskipun beberapa sarjana modern memperdebatkan kepenulisan Salomo karena gaya bahasa dan konteks historis, tradisi Yahudi dan Kristen umumnya menerima Salomo sebagai penulis atau setidaknya tokoh sentral di balik kitab ini.
2. Waktu dan Tempat Penulisan:
Kitab ini kemungkinan besar ditulis sekitar abad ke-10 SM, selama masa pemerintahan Salomo (sekitar 970–930 SM). Ini adalah periode keemasan kerajaan Israel, ditandai dengan kemakmuran dan stabilitas, yang mendukung penciptaan karya sastra seperti Kidung Agung.
Kitab ini kemungkinan ditulis di Yerusalem, pusat pemerintahan Salomo dan tempat kediaman istananya. Beberapa referensi dalam teks, seperti kebun, taman, dan istana, mencerminkan suasana kerajaan yang megah di Yerusalem pada masa itu.
3. Tujuan Penulisan:
Kidung Agung adalah puisi liris yang merayakan cinta romantis dan keintiman antara seorang pria (kemungkinan Salomo) dan seorang wanita (sering diidentifikasi sebagai gadis Sunem). Tujuan utama kitab ini meliputi:
- Merayakan Cinta dalam Pernikahan: Kitab ini menggambarkan keindahan cinta yang setia, penuh gairah, dan saling menghormati dalam konteks pernikahan, sesuai dengan rancangan Allah (bdk. Kejadian 2:24-25).
- Menggambarkan Hubungan Allah dengan Umat-Nya: Secara alegoris, banyak tradisi Yahudi dan Kristen menafsirkan Kidung Agung sebagai gambaran hubungan cinta antara Allah dan Israel (dalam tradisi Yahudi) atau Kristus dan gereja (dalam tradisi Kristen, bdk. Efesus 5:25-32).
- Menghargai Anugerah Cinta: Kitab ini menegaskan bahwa cinta romantis adalah anugerah dari Allah yang harus dihargai dan dinikmati dengan penuh hormat dan komitmen.
- Mengajarkan Nilai Kesetiaan dan Keintiman: Puisi ini menekankan pentingnya kesetiaan, komunikasi, dan penghargaan dalam hubungan cinta, serta peringatan terhadap godaan yang dapat merusaknya (Kidung Agung 8:6-7).
Secara keseluruhan, Kidung Agung adalah karya yang kaya akan keindahan puitis, menawarkan wawasan tentang cinta manusia sekaligus mengundang refleksi rohani tentang hubungan dengan Allah.
Penting untuk dipahami bahwa Kitab Kidung Agung adalah puisi cinta yang merayakan hubungan romantis dan pernikahan antara seorang mempelai laki-laki dan perempuan. Secara tradisional dalam teologi Kristen, kitab ini juga ditafsirkan secara alegori (kiasan) sebagai gambaran tentang hubungan kasih antara Kristus (mempelai laki-laki) dengan jemaat-Nya (mempelai perempuan). Dari sudut pandang alegori inilah, kita dapat menurunkan prinsip-prinsip kepemimpinan Kristen yang sangat dalam dan transformatif.
Berikut adalah prinsip-prinsip utama tersebut:
1. Kepemimpinan yang Berakar pada Kasih yang Tulus dan Komitmen
- Dasar Kitab Suci: Seluruh kitab ini dipenuhi dengan ekspresi kasih yang mendalam dan saling memuji (cth: Kid 2:16, “Hai kekasihku, kepunyaanku engkau, dan engkau yang kuingini”).
- Penerapan dalam Kepemimpinan: Seorang pemimpin Kristen dipanggil untuk memimpin dengan kasih, bukan hanya dengan kekuasaan atau aturan. Kepemimpinan seperti ini:
- Mencari kebaikan orang yang dipimpin: Seperti mempelai laki-laki memuji dan mengasihi mempelai perempuannya.
- Memiliki komitmen yang dalam: Komitmen dalam pernikahan menggambarkan komitmen pemimpin terhadap visi, tim, dan panggilannya, meski dalam keadaan sulit.
- Bukan memanfaatkan, melainkan melayani.
2. Kepemimpinan yang Menghargai dan Memuliakan Orang Lain
- Dasar Kitab Suci: Mempelai laki-laki dan perempuan saling memuji dengan kata-kata yang indah dan memuliakan (cth: Kid 4:1-7, 7:1-9). Mereka melihat keindahan dan nilai dalam satu sama lain.
- Penerapan dalam Kepemimpinan: Seorang pemimpin sejati tidak merendahkan atau menguasai, tetapi:
- Melihat potensi dalam setiap anggota tim.
- Memberikan pujian dan pengakuan yang tulus.
- Menciptakan lingkungan di mana orang merasa dihargai dan bukan sekadar “alat” untuk mencapai tujuan.
3. Kepemimpinan yang Membangun Keintiman dan Kepercayaan
- Dasar Kitab Suci: Hubungan dalam Kidung Agung ditandai dengan keintiman, percakapan pribadi, dan saling mencari (cth: Kid 3:1-4, “di ranjangku pada malam hari kucari kekasih jiwaku”).
- Penerapan dalam Kepemimpinan: Seorang pemimpin perlu membangun hubungan yang dalam dan penuh kepercayaan dengan timnya.
- Terbuka dan Transparan: Komunikasi yang jujur dan terbuka.
- Mengenal Timnya: Mengenal bukan hanya kemampuan kerja mereka, tetapi juga hati, pergumulan, dan aspirasi mereka.
- Dapat Diandalkan (Trustworthy): Seperti mempelai saling percaya, seorang pemimpin harus menjadi pribadi yang dapat diandalkan dan konsisten.
4. Kepemimpinan yang Melindungi dan Menjaga
- Dasar Kitab Suci: Mempelai laki-laki sering digambarkan sebagai pelindung. Misalnya, dalam Kidung Agung 2:15, dia berbicara tentang menangkap “rubah-rubah kecil yang merusak kebun anggur.”
- Penerapan dalam Kepemimpinan: Seorang pemimpin bertindak sebagai pelindung bagi tim dan organisasinya.
- Melindungi dari “rubah” seperti konflik internal, budaya toxic, burnout, atau ancaman eksternal.
- Menjaga integritas dan nilai-nilai tim.
- Menciptakan “taman yang aman” di mana orang dapat bertumbuh dan berbuah.
5. Kepemimpinan yang Mengutamakan Kesetiaan dan Eksklusivitas
- Dasar Kitab Suci: Cinta dalam Kidung Agung adalah cinta yang setia dan eksklusif. Mempelai perempuan menolak rayuan orang lain dan setia kepada kekasihnya (cth: Kid 8:6-7, “cinta kuat seperti maut… air banyak tak dapat memadamkan cinta”).
- Penerapan dalam Kepemimpinan: Seorang pemimpin Kristen dipanggil untuk setia.
- Setia kepada Tuhan dan panggilan-Nya di atas segalanya.
- Setia kepada visi yang telah dipercayakan.
- Tidak mudah goyah oleh godaan kekuasaan, kompromi, atau popularitas.
6. Kepemimpinan yang Mendorong Pertumbuhan dan Menghasilkan Buah
- Dasar Kitab Suci: Banyak metafora tentang alam yang subur, taman, buah-buahan, dan wewangian (cth: Kid 4:12-16, “udaramu semerbak bagaikan kebun anggur”).
- Penerapan dalam Kepemimpinan: Tujuan kepemimpinan adalah menciptakan lingkungan yang subur bagi pertumbuhan.
- Memberdayakan orang lain untuk bertumbuh dan mencapai potensi terbaiknya.
- Memastikan “kebun anggur” (tim/organisasi) berbuah. Hasil dan dampak yang positif adalah tujuan.
- Menjadi sumber kehidupan dan inspirasi, bukan kekeringan.
Kesimpulan
Kitab Kidung Agung mengajarkan bahwa kepemimpinan Kristen pada hakikatnya adalah soal hubungan kasih yang transformatif. Sebagaimana Kristus mengasihi jemaat-Nya (Efesus 5:25), seorang pemimpin dipanggil untuk:
- Memimpin dengan kasih yang tulus dan melayani.
- Membangun kepercayaan melalui keintiman dan komunikasi.
- Melindungi dan menjaga orang yang dipimpinnya.
- Setia kepada panggilan dan nilai-nilai Kerajaan Allah.
- Menciptakan lingkungan di mana setiap orang dapat bertumbuh dan berbuah.
Prinsip-prinsip ini menjadikan kepemimpinan bukan sekadar posisi, tetapi sebuah panggilan untuk mencerminkan kasih Kristus dalam memimpin orang lain.