
Kitab Ester adalah salah satu kitab dalam Perjanjian Lama yang menceritakan kisah Ester, seorang wanita Yahudi yang menjadi ratu Persia dan memainkan peran kunci dalam menyelamatkan bangsanya dari rencana genosida. Berikut adalah ulasan mengenai penulis, waktu dan tempat penulisan, serta tujuan penulisan Kitab Ester:
1. Penulis
Penulis Kitab Ester tidak disebutkan secara eksplisit dalam teksnya. Tradisi Yahudi dan Kristen awal sering mengaitkan kitab ini dengan Mordekhai, tokoh utama dalam cerita yang juga merupakan sepupu Ester, karena ia memiliki peran penting dan pengetahuan mendalam tentang peristiwa yang dicatat (Ester 9:20). Namun, para sarjana modern berpendapat bahwa penulisnya mungkin seorang Yahudi yang hidup di Persia, berdasarkan detail sejarah dan budaya Persia yang akurat dalam kitab ini. Beberapa juga menduga bahwa kitab ini ditulis oleh seorang sejarawan atau teolog Yahudi yang mengumpulkan tradisi lisan atau dokumen tertulis. Karena tidak ada bukti pasti, penulisnya tetap anonim.
2. Waktu dan Tempat Penulisan
- Waktu Penulisan: Kitab Ester kemungkinan besar ditulis antara abad ke-5 hingga abad ke-4 SM, setelah masa pemerintahan Raja Ahasyweros (Xerxes I, memerintah 486–465 SM), yang menjadi latar cerita kitab ini. Berdasarkan referensi dalam Ester 10:2 tentang catatan resmi kerajaan Persia, penulis tampaknya memiliki akses ke dokumen sejarah, menunjukkan bahwa kitab ini mungkin ditulis beberapa dekade setelah peristiwa yang diceritakan, mungkin sekitar 400–350 SM.
- Tempat Penulisan: Kitab ini kemungkinan besar ditulis di Persia, khususnya di komunitas Yahudi di pengasingan (diaspora), seperti di kota Susan (Susa), ibu kota Persia yang menjadi latar utama cerita. Detail tentang istana kerajaan, adat istiadat Persia, dan kehidupan Yahudi di pengasingan menunjukkan bahwa penulis sangat mengenal konteks budaya dan geografis Persia.
3. Tujuan Penulisan
Kitab Ester memiliki beberapa tujuan utama, yang dapat dilihat dari sudut pandang teologis, sejarah, dan budaya:
- Menjelaskan Asal-usul Hari Raya Purim: Salah satu tujuan utama Kitab Ester adalah untuk menceritakan bagaimana Hari Raya Purim (Ester 9:20-28) dimulai. Hari raya ini memperingati keselamatan bangsa Yahudi dari rencana jahat Haman untuk memusnahkan mereka. Kitab ini memberikan dasar historis dan teologis untuk perayaan ini, yang dirayakan hingga kini oleh umat Yahudi.
- Menegaskan Penyertaan Allah dalam Pengasingan: Meskipun nama Allah tidak disebut secara eksplisit dalam Kitab Ester, kitab ini menunjukkan penyertaan dan kedaulatan Allah secara tersirat melalui kejadian-kejadian yang tampak “kebetulan” (seperti kenaikan Ester menjadi ratu dan penemuan rencana Haman). Tujuannya adalah untuk menguatkan iman umat Yahudi di pengasingan bahwa Allah tetap bekerja untuk menyelamatkan umat-Nya, bahkan di tengah situasi yang sulit.
- Mendorong Identitas dan Ketahanan Yahudi: Kitab Ester ditulis untuk menginspirasi umat Yahudi di diaspora agar tetap setia pada identitas mereka sebagai umat Allah, meskipun hidup di bawah tekanan budaya asing. Kisah keberanian Ester dan Mordekhai menunjukkan pentingnya keberanian, kebijaksanaan, dan kesetiaan dalam menghadapi ancaman.
- Memberikan Pelajaran Moral dan Praktis: Kitab ini mengajarkan nilai-nilai seperti keberanian (Ester mempertaruhkan nyawanya untuk menghadap raja), kebijaksanaan strategis (tindakan Mordekhai dan Ester dalam menggagalkan rencana Haman), dan pentingnya solidaritas komunitas dalam menghadapi krisis.
Konteks dan Relevansi
Kitab Ester unik karena tidak menyebutkan nama Allah secara langsung, yang mungkin disengaja untuk menunjukkan bahwa kedaulatan Allah bekerja secara tersembunyi dalam sejarah. Cerita ini juga relevan bagi umat Kristen, karena menunjukkan bagaimana Allah menggunakan individu-individu biasa untuk melaksanakan rencana-Nya. Kisah Ester mengajarkan bahwa iman dan tindakan berani dapat mengubah situasi yang tampaknya tanpa harapan, sebuah pesan yang relevan dalam konteks kepemimpinan Kristen.
Kesimpulan
Kitab Ester, yang kemungkinan ditulis oleh seorang Yahudi anonim di Persia sekitar abad ke-4 SM, bertujuan untuk menceritakan asal-usul Hari Raya Purim, menegaskan penyertaan Allah dalam kehidupan umat-Nya, dan menginspirasi ketahanan serta iman di tengah tantangan. Bagi seorang pemimpin Kristen, kitab ini menawarkan pelajaran tentang keberanian, kebijaksanaan, dan kepercayaan pada kedaulatan Allah dalam mengelola konflik dan memimpin umat dengan integritas.
Prinsip-prinsip Kepemimpinan Kristen dari Tokoh Utama
Kitab Ester menampilkan berbagai model kepemimpinan, dari yang buruk (Ahasyweros dan Haman) hingga yang baik dan berintegritas (Ester dan Mordekhai). Kepemimpinan Kristen tidak dilihat dari jabatan atau kekuasaan semata, tetapi dari karakter, keberanian, dan ketergantungan pada rencana Allah, bahkan ketika Dia tidak terlihat secara eksplisit.
1. Ester: Kepemimpinan yang Berani, Rendah Hati, dan Strategis
- Prinsip: Kepemimpinan sebagai Panggilan dan Kesempatan (Est 4:14)
Kata-kata Mordekhai yang terkenal, “Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu,” adalah fondasi kepemimpinan Ester. Seorang pemimpin Kristen melihat posisinya bukan sebagai hak istimewa untuk kesenangan pribadi, tetapi sebagai amanah dan panggilan ilahi untuk tujuan yang lebih besar. Ester memahami bahwa kedudukannya adalah alat di tangan Tuhan untuk menyelamatkan bangsanya. - Prinsip: Doa dan Puasa sebagai Fondasi (Est 4:16)
Sebelum mengambil tindakan berisiko tinggi, Ester meminta seluruh orang Yahudi untuk berpuasa dan berdoa bersamanya. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati dimulai dengan ketergantungan penuh pada Tuhan. Seorang pemimpin Kristen tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi mencari hikmat dan kekuatan dari Tuhan sebelum membuat keputusan besar. - Prinsip: Keberanian dalam Kebijaksanaan (Est 5:1-8; 7:1-6)
Ester tidak gegabah. Dia merancang strategi yang bijaksana dengan mengundang raja dan Haman dua kali berturut-turut, menciptakan momen yang tepat untuk menyampaikan permohonannya. Kepemimpinan Kristen memadukan keberanian moral dengan kebijaksanaan praktis. Itu adalah keberanian yang tidak nekat, tetapi dijalankan dengan perhitungan dan timing yang tepat. - Prinsip: Identitas dan Integritas (Est 2:10, 20)
Meskipun awalnya menyembunyikan identitasnya, pada saat yang tepat Ester berani menyatakan “bangsa dan sanak saudaraku” (Est 7:4). Seorang pemimpin Kristen dipanggil untuk memimpin dengan integritas, tidak menyangkal identitasnya dalam Kristus, dan berdiri untuk kebenaran, bahkan jika itu berisiko.
2. Mordekhai: Kepemimpinan yang Setia, Tegas, dan Melayani
- Prinsip: Kesetiaan dalam Posisi yang Kecil (Est 2:19-23)
Mordekhai adalah pemimpin bahkan sebelum ia memiliki jabatan resmi. Kesetiaannya dalam “posisi kecil”—dengan duduk di pintu gerbang dan melaporkan rencana pembunuhan terhadap raja—menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati dimulai dari karakter, bukan gelar. Seorang pemimpin Kristen melayani dengan setia di mana pun Tuhan menempatkannya. - Prinsip: Berdiri Teguh pada Prinsip (Est 3:1-4)
Penolakan Mordekhai untuk sujud kepada Haman adalah contoh utama memegang prinsip iman, sekalipun menghadapi tekanan dan ancaman mati. Kepemimpinan Kristen memerlukan keyakinan yang tidak goyah pada nilai-nilai Kerajaan Allah, bahkan ketika bertentangan dengan budaya atau perintah atasan yang tidak benar. - Prinsip: Kepedulian yang Mendalam terhadap Orang Lain (Est 4:1-4)
Ketika dekrit kehancuran dikeluarkan, Mordekhai berkabung dan meratap dengan nyaring. Seorang pemimpin Kristen memiliki hati gembala—ia merasakan penderitaan orang yang dipimpinnya dan terdorong untuk bertindak. Kepemimpinannya lahir dari empati dan kasih, bukan ambisi pribadi. - Prinsip: Memberdayakan dan Mendorong Pemimpin Lain (Est 4:13-14)
Mordekhai tidak hanya pasif. Dia mendorong Ester untuk mengambil perannya. Seorang pemimpin Kristen yang baik adalah pembangun pemimpin lain. Mereka melihat potensi dalam diri orang lain dan mendorong mereka untuk memenuhi panggilan Tuhan.
Kontras dengan Kepemimpinan yang Buruk
- Raja Ahasyweros: Kepemimpinan yang Egois dan Tidak Stabil.
Dia mudah dipengaruhi (oleh Wasti, oleh Haman, kemudian oleh Ester), membuat keputusan berdasarkan emosi dan anggur, serta tidak peduli dengan kesejahteraan rakyatnya. Ini adalah peringatan bagi pemimpin Kristen untuk tidak impulsif, egois, dan bergantung pada pendapat orang lain. - Haman: Kepemimpinan yang Dipenuhi Kesombongan dan Kebencian.
Haman digerakkan oleh ambisi pribadi, haus akan pengakuan, dan kebencian. Kesombongannya akhirnya menghancurkannya (Ams 16:18). Pemimpin Kristen harus menjauhi kesombongan dan memimpin dengan kerendahan hati, mengutamakan kepentingan orang banyak.
Kesimpulan: Tafsiran Aplikatif untuk Pemimpin Kristen Masa Kini
Kitab Ester mengajarkan bahwa seorang pemimpin Kristen adalah agen providensi Allah. Mereka mungkin tidak selalu melihat Tuhan secara langsung, tetapi mereka percaya bahwa Dia bekerja di balik layar. Prinsip-prinsip yang dapat diterapkan adalah:
- Sadari Panggilan Anda: Lihat posisi Anda (apapun itu) sebagai platform yang Tuhan berikan untuk berdampak.
- Pimpin dengan Iman, Bukan Penglihatan: Percayalah bahwa Tuhan berdaulat bahkan dalam situasi yang paling kacau sekalipun.
- Bangun Karakter Sebelum Pencapaian: Kesetiaan, integritas, dan keberanian lebih penting daripada kesuksesan instan.
- Lakukan Proses dengan Bijak: Gabungkan doa dan perencanaan yang matang. Keberanian tanpa kebijaksanaan adalah kecerobohan.
- Berdirilah untuk Kebenaran: Jangan kompromi iman dan prinsip Alkitabiah Anda, sekalipun harganya mahal.
- Peduli dan Bangun Komunitas: Kepemimpinan Anda bukan tentang Anda, tetapi tentang melayani dan memberdayakan orang lain.
Dengan demikian, Kitab Ester menjadi cermin yang powerful bagi setiap pemimpin Kristen untuk mengevaluasi motivasi, karakter, dan ketergantungan mereka kepada Tuhan dalam memimpin.