
Kitab Nahum adalah salah satu dari dua belas kitab nabi kecil dalam Perjanjian Lama. Kitab ini berfokus pada penghakiman Allah terhadap Niniwe, ibu kota kerajaan Asyur, yang dikenal karena kekejaman dan penindasannya. Berikut adalah uraian mengenai penulis, waktu dan tempat penulisan, serta tujuan penulisan Kitab Nahum:
1. Penulis
- Penulis: Kitab Nahum ditulis oleh nabi Nahum, yang disebut sebagai “orang Elkosh” (Nahum 1:1). Nama Nahum berarti “penghiburan” atau “penghibur” dalam bahasa Ibrani, yang mencerminkan pesan kitab ini sebagai penghiburan bagi umat Yehuda yang tertindas oleh Asyur.
- Latar Belakang: Tidak banyak informasi tentang Nahum secara pribadi. Lokasi Elkosh tidak diketahui dengan pasti, tetapi beberapa sarjana menduga itu berada di wilayah Yehuda, sementara tradisi lain menyebutkan lokasi di Galilea atau dekat Niniwe. Nahum kemungkinan besar adalah seorang nabi Yehuda yang menyampaikan firman Allah dalam konteks sejarah dan politik pada masa itu.
2. Waktu dan Tempat Penulisan
- Waktu Penulisan: Kitab Nahum kemungkinan ditulis antara 663 SM dan 612 SM.
- Kitab ini merujuk pada kejatuhan Tebes (No-Amon) di Mesir oleh Asyur pada tahun 663 SM (Nahum 3:8-10), sehingga kitab ini pasti ditulis setelah peristiwa tersebut.
- Nubuat Nahum tentang kehancuran Niniwe terpenuhi pada tahun 612 SM ketika kota itu dihancurkan oleh koalisi Babel dan Media. Oleh karena itu, kitab ini kemungkinan ditulis menjelang akhir abad ke-7 SM, mungkin sekitar 620-an SM, sebelum kejatuhan Niniwe.
- Pelayanan Nahum terjadi setelah masa nabi Yunus (abad ke-8 SM), yang pernah menyerukan pertobatan kepada Niniwe, dan setelah Asyur menghancurkan Kerajaan Israel Utara pada 722 SM.
- Tempat Penulisan: Kitab ini kemungkinan besar ditulis di Yehuda, mungkin di dekat Yerusalem, karena pesan Nahum ditujukan kepada umat Yehuda yang menderita di bawah penindasan Asyur. Fokusnya pada Niniwe menunjukkan bahwa Nahum menyampaikan nubuat ini dalam konteks geopolitik yang relevan bagi Yehuda.
3. Tujuan Penulisan
Kitab Nahum memiliki beberapa tujuan utama yang terkait dengan konteks sejarah dan rohani pada masa itu:
- Menyatakan Penghakiman Allah atas Niniwe: Tujuan utama kitab ini adalah mengumumkan penghakiman Allah terhadap Niniwe karena dosa-dosa besar kerajaan Asyur, seperti kekejaman, penyembahan berhala, dan penindasan terhadap bangsa-bangsa lain, termasuk Israel dan Yehuda (Nahum 1:9-11; 3:1-4). Nahum menggambarkan Niniwe sebagai kota yang penuh darah, penipuan, dan kekerasan, yang akan dihukum oleh keadilan Allah.
- Memberikan Penghiburan bagi Yehuda: Kitab ini ditulis untuk menghibur umat Yehuda, yang telah lama menderita di bawah kekuasaan Asyur. Nahum 1:15 menyatakan, “Lihatlah, di atas gunung-gunung ada kaki pembawa kabar baik, yang memberitakan damai sejahtera!” Pesan ini menegaskan bahwa Allah akan membebaskan Yehuda dari penindasan Asyur, memberikan harapan dan penghiburan.
- Menegaskan Kedaulatan dan Keadilan Allah: Nahum menekankan bahwa Allah adalah hakim yang adil dan berkuasa atas semua bangsa (Nahum 1:2-6). Meskipun Asyur tampak tak terkalahkan, kitab ini menunjukkan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat melawan kehendak Allah. Allah digambarkan sebagai “penuh keadilan” tetapi juga “penyabar” (Nahum 1:3).
- Memperingatkan tentang Akibat Dosa: Meskipun ditujukan kepada Niniwe, pesan Nahum juga menjadi peringatan bagi semua bangsa, termasuk Yehuda, bahwa dosa dan ketidaktaatan kepada Allah akan mendatangkan penghakiman. Kejatuhan Niniwe menjadi contoh nyata dari akibat ketidakadilan dan kejahatan.
- Menyampaikan Harapan Mesianik: Secara tidak langsung, kitab ini menunjuk pada kedaulatan Allah yang akan memuncak dalam damai sejahtera yang sejati, yang pada akhirnya terpenuhi dalam karya Mesias. Pesan tentang “kabar baik” dan “damai sejahtera” (Nahum 1:15) memiliki resonansi mesianik yang dikutip dalam Perjanjian Baru (misalnya, Roma 10:15).
Konteks dan Relevansi
Kitab Nahum terdiri dari tiga pasal yang terstruktur dengan puitis dan penuh gambaran hidup tentang penghakiman Allah. Pasal 1 menggambarkan sifat Allah yang adil dan berkuasa, Pasal 2 menggambarkan kehancuran Niniwe secara dramatis, dan Pasal 3 menjelaskan alasan penghakiman tersebut. Gaya penulisan Nahum sangat puitis, menggunakan bahasa yang kuat dan imajeri yang jelas untuk menyampaikan pesan penghakiman dan penghiburan.
Kitab ini relevan hingga kini karena menegaskan bahwa:
- Allah adalah hakim yang adil yang tidak membiarkan kejahatan tanpa hukuman.
- Allah setia melindungi umat-Nya, memberikan penghiburan di tengah penderitaan.
- Kekuatan duniawi, betapa pun besar, tidak dapat melawan kuasa Allah.
Kesimpulan: Kitab Nahum, yang ditulis oleh nabi Nahum dari Elkosh sekitar 620-an SM di Yehuda, bertujuan untuk menyatakan penghakiman Allah atas Niniwe karena dosa-dosanya, memberikan penghiburan bagi Yehuda yang tertindas, dan menegaskan kedaulatan serta keadilan Allah. Pesan ini tidak hanya relevan bagi Yehuda pada masa itu tetapi juga menjadi pengingat abadi tentang keadilan, kuasa, dan kasih setia Allah bagi semua bangsa.
Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Kristen dalam Kitab Nahum
Kitab Nahum adalah kitab nubuatan yang unik karena hampir seluruhnya berfokus pada penghukuman Allah terhadap kota Niniwe, ibuota Kekaisaran Asyur. Jika kitab Yunus menceritakan pertobatan Niniwe, kitab Nahum (ditulis sekitar 100-150 tahun kemudian) menubuatkan kehancurannya karena mereka telah kembali pada kejahatan, kekejaman, dan kesombongan mereka. Dari latar belakang ini, kita bisa menyaring prinsip-prinsip kepemimpinan yang sangat relevan, baik sebagai peringatan maupun sebagai teladan dari karakter Allah sendiri. Berikut adalah prinsip-prinsip kepemimpinan yang dapat dipelajari, terutama dengan melihat sisi sebaliknya dari perilaku Niniwe dan karakter Allah sebagai pemimpin tertinggi:
1. Kepemimpinan yang Berlandaskan Keadilan, Bukan Kekejaman (Nahum 3:1-4)
- Teks: Niniwe digambarkan sebagai “kota penumpah darah… penuh dengan dusta dan rampasan.” Mereka terkenal karena kekejamannya dalam berperang.
- Prinsip Kepemimpinan: Seorang pemimpin Kristen dipanggil untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, bukan menggunakan kekuasaan untuk menindas, mengintimidasi, atau berlaku kejam. Kepemimpinan harus melindungi yang lemah dan menegakkan standar moral yang benar. Kekejaman dan ketidakadilan akan menuai konsekuensi.
2. Kedaulatan dan Kontrol Allah atas Segala Kekuasaan (Nahum 1:3-6)
- Teks: “TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman… gunung-gunung goncang karena Dia.”
- Prinsip Kepemimpinan: Seorang pemimpin Kristen harus menyadari bahwa otoritas tertinggi ada di tangan Allah. Kekuasaan manusia bersifat sementara dan di bawah kendali Allah. Prinsip ini menumbuhkan kerendahan hati dan tanggung jawab, karena setiap pemimpin pada akhirnya harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Tuhan.
3. Perlindungan bagi Bawahan (Benteng bagi Umat-Nya) (Nahum 1:7)
- Teks: “TUHAN itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya.”
- Prinsip Kepemimpinan: Sebagaimana Allah menjadi benteng bagi umat-Nya, seorang pemimpin harus menjadi pelindung dan tempat berlindung bagi mereka yang dipimpinnya. Ini berarti menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan membangun, bukan lingkungan yang penuh dengan ancaman atau ketidakpastian.
4. Kesesakan sebagai Disiplin dan Pemulihan (Nahum 1:9, 12-13)
- Teks: “Apapun juga yang kamu rencanakan terhadap TUHAN, Ia akan membuatnya menjadi lengkap.” Allah menyatakan bahwa meskipun umat Yehuda telah ditindas Asyur (digambarkan sebagai “kuk” dan “belenggu”), Ia akan mematahkannya.
- Prinsip Kepemimpinan: Seorang pemimpin yang bijaksana memahami bahwa terkadang disiplin atau koreksi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemulihan. Tujuannya bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk membebaskan dari pola yang salah dan memulihkan potensi terbaik.
5. Kehancuran Akibat Kesombongan dan Penyembahan Berhala (Nahum 1:14; 3:18-19)
- Teks: Niniwe yang sombong (“kota yang bersorak-sorai”) akan dihancurkan dan rajanya akan dilenyapkan. Kematian mereka tidak akan diratapi.
- Prinsip Kepemimpinan: Kesombongan adalah akar kehancuran. Seorang pemimpin Kristen harus waspada terhadap godaan untuk meninggikan diri sendiri, mengandalkan kekuatan sendiri, atau menjadikan kesuksesan sebagai “berhala”. Kepemimpinan adalah pelayanan (servant leadership), bukan kesempatan untuk pamer kemegahan.
6. Tanggung Jawab atas Pengaruh yang Diberikan (Nahum 3:16)
- Teks: “Engkau telah memperbanyak pedagangmu lebih dari bintang-bintang di langit.” Niniwe adalah pusat perdagangan yang besar, tetapi pengaruhnya digunakan untuk hal yang salah.
- Prinsip Kepemimpinan: Pengaruh dan sumber daya yang dipercayakan kepada seorang pemimpin adalah amanah. Pengaruh itu harus digunakan untuk kemuliaan Tuhan dan kesejahteraan bersama, bukan untuk eksploitasi, keserakahan, atau ambisi pribadi.
7. Kepastian Penghakiman atas Kejahatan (Tema Seluruh Kitab)
- Teks: Seluruh kitab Nahum adalah pengumuman penghakiman Allah yang pasti atas kejahatan Niniwe.
- Prinsip Kepemimpinan: Seorang pemimpin harus memiliki keyakinan bahwa pada akhirnya, keadilan Tuhan akan ditegakkan. Ini memberikan keberanian untuk memimpin dengan integritas, bahkan dalam lingkungan yang korup, karena percaya bahwa kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan menang.
Kesimpulan
Kitab Nahum memberikan pelajaran kepemimpinan yang powerful melalui kontras:
- Jangan seperti Niniwe: Jangan sombong, kejam, serakah, dan mengandalkan kekuatan sendiri, karena fondasi seperti itu akan runtuh.
- Teladani Karakter Allah: Pimpin dengan keadilan, menjadi pelindung bagi bawahan, rendah hati di bawah kedaulatan Allah, dan gunakan pengaruh untuk tujuan yang benar.
Prinsip-prinsip ini mengingatkan setiap pemimpin Kristen bahwa kepemimpinan adalah sebuah panggilan suci yang harus dijalani dengan takut akan Tuhan, integritas, dan rasa tanggung jawab yang besar, karena setiap tindakan kepemimpinan pada akhirnya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Sang Pemimpin Agung.